Harga minyak kembali memanas setelah persediaan Amerika Serikat melanjutkan penurunan. Sentimen ini mengimbangi keraguan pasar atas rencana OPEC dalam melakukan pemotongan produksi. Pada perdagangan Kainis (27/10) pukul 17:52 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Desember 2016 naik 0,25 poin atau 0,51% menjadi US$ 49,43 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Desember 2016 meningkat 0,35 poin atau 0,7% menjadi US$50,33 per barel.
Data U.S. Energy Information Administration (EIA) yang dirilis Rabu (26/10) menunjukkan stok minyak mentah AS per Jumat (21/10) turun 553.000 barel menuju 468,16 juta barel. Angka ini merupakan persediaan terendah sejak Januari 2016. Sementara tingkat produksi. naik tipis sebesar 40.000 barel per hari menjadi 8,5 juta barel per hari. Akan tetapi, level itu menunjukkan penurunan 12,63% atau 715.000 barel sepanjang tahun berjalan. Harga WTI mengambang di sekitar level US$ 50 per barel karena pasar masih menunggu sikap OPEC dalam rapat yang digelar pada 30 November 2016. Sebelumnya pada pertemuan 28 September 2016, OPEC setuju memangkas produksi sekitar 700.000 barel menjadi 32,5-33 juta barel per hari.
Tamas Varga, analis perusahaan konsultan dan broker minyak PVM Oil, mengatakan surplus suplai global harus dikurangi agar harga melaju lebih tinggi. Kini pasar menunggu keputusan OPEC. Rapat pada bulan kesebelas itu menjadi momen yang sangat flitunggu pasar, karena negara produsen minyak non OPEC seperti Rusia bakal ikut Serta. Namun, negara anggota seperti Irak, Iran, Libya, dan Nigeria tidak akan ikut serta akibat industri minyak mereka yang sudah terganggu sejak awal tahun.
Libya diperkirakan bisa menghasilkan 560.000 barel per hari atau 200.000 barel lebih tinggi dari produksi September 2016. Namun, lingkungan politik yang masih belum stabil masih memungkinkan proses produksi kembali mengalami hambatan. DNigeria, tingkat produksi bisa digenjot hingga 1,8 juta barel per hari. Per September 2016, basil minyak mentah baru sejumlah 1,4 juta barel per hari. Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, menuturkan secara harian harga minyak masih bergulir dalam area yang sempit.
Pasar masih menghitung sejauh mana langkah OPEC dalam membatasi produksi. Pasar sempat terkejut dengan pernyataan Irak yang sepertinya belum akan memangkas produksi karena masih membutuhkan biaya nntuk memerangi serangan Islam militan. Irak memproduksi minyak mentah sejumlah 4,77 juta barel per hari, dengan ekspor mencapai 3,87 juta barel per hari. Menurut Deddy, hasil rapat OPEC pada 30 November akan menjadi penentuan harga minyak mentah ke depan.
Dia memprediksi sampai akhir 2016 harga akan mencapai US$50-US$55 per barel, dan 2017 senilai US$ 55-US$ 60 per barel. Menteri Perminyakan Irak Jabar Ali al-Luaibi malah menawarkan perusahaan asing untuk membantu mengembangkan 12 ladang minyak skala kecil dan menengah. Menurutnya negara menargetkan produksi dapat mencapai 5,5 juta~6 juta barel per hari pada 2020 dari level saat ini sejumlah 4,7 juta barel per hari.
Ibrahim, Direktur Utama PT Garuda Berjangka, mengatakan dalam internal OPEC sendiri, negara-negara yang mengalami masalah serangan militan seperti Irak, Nigeria, dan Libya diperkirakan tidak akan ikut pemotongan produksi. Ketiganya membutuhkan tambahan dana akibat kinerja perekonomian yang mandek ketika kondisi dalam negeri sedang kacau. Level produksi Irak sebesar 4,7 juta barel per hari pada September pun dapat meningkat menjadi 4,9 juta barel per hari pada Oktober, Ini menjadi Salah satu tantangan menjelang langkah penstabilan pasar minyak pada pertemuan OPEC akhir November nanti.
Standard Chartered dalam publikasi risetnya, memaparkan momen tepat untuk menjalin kerja sama dalam menstabilkan pasar minyak ialali dalam rapat OPEC pada 30 November 2016. Di luar OPEC, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dukungan terhadap OPEC dan siap turut serta memangkas produksi. Akan tetapi, muncul kabar bahwa Putin menginginkan pembekuan dibandingkan penurunan produksi. Dari internal organisasi, Libya dan Nigeria berencana memacu produksi setelah kegiatan industri penambangan mereka terganggu akibat serangan teroris Libya diperkirakan bisa menghasilkan 560.000 barel per hari atau 200.000 barel lebih tinggi dari produksi September 2016.
Lingkungan politik yang masih belum stabil masih memungkinkan proses produksi kembali mengalami hambatan. Adapun di Nigeria, tingkat produksi bisa digenjot hingga 1,8 juta barel per hari. Per September 2016, hasil minyak mentah baru sejumlah 1,4 juta barel per hari.
Bisnis Indonesia, Halaman : 16, Jumat, 28 Okt 2016
No comments:
Post a Comment