google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Kadin Desak Pemerintah Benahi Iklim Usaha Migas - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wednesday, November 2, 2016

Kadin Desak Pemerintah Benahi Iklim Usaha Migas

Pengusaha yang tergabung dalgm Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera membenahi kebijakan yang menghambat iklim investasi, termasuk di sektor rnigas. Beberapa usulan peraturan yang perlu direvisi adalah terkait aspek penguasaan migas, penurunan harga gas untuk industri, juga kepastian hukum, serta aspek perpajakan dan fiskal guna menciptakan iklim investasi yang kondusif. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi, Minyak, dan Gas, Bobby Gafur Umar dalarn Rapat Kerja Nasional Kamar Dagang dan Industri (Rakernas Kadin) Indonesia, mengatakan, lima tahun belakangan merupakan masa yang suram bagi pengusaha yang bergerak di sektor migas. Menurut Bobby, revisi UU Migas yang terkatung-katung menciptakan ketidakpastian bagi pelaku industri migas.

Hal tersebut membuat investasi di sektor hulu migas menurun. Dia mengakui bahwa saat ini harga minyak memang sudah menunjukkan tren kenaikan ke level US$ 45-50 per barel, dan harga minyak diprediksi akan bergerak hingga mencapai US$ 55-60 per barel. Tidak gampang bagi sektor industri migas untuk menjadikan kondisi ini sebagai momen untuk membalikkan keadaan. Regulasi yang terkait industri migas akan menjadi Salah satu faktor kunci yang menentukan di masa depan. Menurut dia, UU Migas dibutuhkan sebagai payung hukum yang akan menjadi acuan dan panduan bagi industri di sektor ini untuk memutuskan berbagai hal strategis.

Kadin berharap agar pembahasan rancangan revisi UU Migas yang saat ini masih digarap di DPR dapat segera selesai. Bobby mengungkapkan, Kadin telah memberikan masukan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pembahasan revisi UU Migas tersebut ke Kementerian ESDM. Masukan mencakup enam aspek, yakni kelembagaan, kerja sama, kapasitas nasional, fiskal dan keekonomian, tata kelola minyak, dan aspek tata kelola gas. Terkait dengan kelembagaan, Kadin ingin lembaga yang menjalankan fungsi pengelolaan sektor hulu migas adalah lembaga yang mereka sebut sebagai Badan Usaha Khusus Milik Negara (BUKMN).

Pemerintah tetap sebagai pemegang kuasa pertambangan, tetapi BUKMN nantinya berstatus dan berperan sebagai pemegang kuasa usaha pertambangan dan menjadi pihak yang berkontrak. Dengan begitu, BUKMN tersebut mengelola industri hulu migas, sementara kegiatan hilir migas tetap diatur oleh Kementerian ESDM, mencakup kegiatan-kegiatan pengolahan, Lransmisi dan distribusi, pengangkutan, penyimpanan Serta perniagaan. Kadin juga mengusulkan agar UU Migas mengedepankan peran swasta nasional sebagai mitra strategis pemerintah, dan memberi ruang bagi swasta untuk berusaha di bidang hilir migas.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, revisi UU Migas adalah Salah satu prioritas Kementerian ESDM. Menurut dia, UU Migas yang baru harus memperkuat National Oil Company (NOC). Dia menambahkan, cadangan migas nasional yang saat ini dikuasakan kepada SKK Migas nantinya berpindah ke Pertamina. Cadangan migas nasional akan dijadikan aset yang dapat digunakan Pertamina untuk mencari pinjaman. Dengan begitu, keuangan Pertamina bisa lebih kuat, lebih gesit, bisa berinvestasi untuk melakukan eksplorasi migas, membangun infrastruktur-infrastruktur migas, dan sebagainya.

Penguatan NOC ini, sambungnya, bertujuan untuk memperkuat kedaulatan energi nasional. Arcandra ingin Pertamina bisa seperti Saudi Aramco di Arab Saudi, Petrobras di Brasil, atau Petronas di Malaysia. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, bila cadangan migas nasional dapat dipakai Pertamina untuk pinjam uang, kemampuan investasi Pertamina bisa meningkat 2 hingga 3 kali lipat dari sekarang. Pada sesi kedua Rakernas Kadin mengemuka soal harga gas untuk kalangan industri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan, bila harga gas bisa diturunkan akan besar pengaruhnya terhadap peningkatan daya saing industri. Ia pun mencontohkan, pada industri petrokimia yang dikenakan harga gas US$ 11,8/mmbtu, harga produk yang dijual lebih mahal daripada produk impor scbesar US$ 476/ton. Sedangkan produk impor belum termasuk bea masuk US$ 265/ ton. Jika harga gas diturunkan hingga US$ 4/ mmbtu, harga jual produk dipatok US$ 219/ton.

Industri baja/ logam harga gasnya dipatok US$ 7,35/ mmbtu dan harga jual produknya US$ 533/ton, lebih mahal daripada harga impor sebesar US$ 492/ton. Jika harga gas diturunkan jadi US$ 4/ mmbtu, harga jual akan turun menjadi US$ 500/ ton. Ia mengatakan penurunan tersebut akan membuat pabrik Krakatau Steel kembali hidup yang sempat dimatikan. Menurut Airlangga, jika harga gas untuk industri bisa turun ke US$ 4/ mmbtu, industri ini terbangun semua, sudah ada 72 proyek yang part line dengan total investasi mencapai Rp 448,2 triliun.

Di antara 72 proyek tersebut, akan ada beberapa industri baru yang tersebar di beberapa daerah, di antaranya industri agro, industri kimia tekstil dan kimia, serta industri logam alat transportasi dan mesin. Airlangga mengatakau akan ada perusahaan sektor kimia di Papua yang akan membangun dan memproduksi bahan dasar methanol. Menanggapi hal itu, Direktur jenderal Minyak dan Gas Bunii Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah memang berupaya untuk membuat harga gas lebih rendah dari saat ini.

Dia mengungkapkan, terdapat empat potensi penurunan harga gas. Pertama dengan melakukan etisiensi biaya di sisi hulu, mengurangi penerimaan negara dalam hal ini PNBR menghilangkan PPh, dan membenahi tata niaga di hilir.

Investor Daily, Halaman : 1, Rabu, 2 Nop 2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel