Kalla Group through its Child 4, PT Bumi proposition Migas (BSM), will build a liquefied natural gas regasification terminal / onshore LNG capacity of 500 million cubic feet per day / MMSCFD in Bojonegara, Banten, starting in 2017 with an investment of around Rp 10 trillion.
Spokesman earth Nanda Gas Facility Sinaga said the LNG regasification terminal project is the brainchild Kalla Group, which later offered cooperation to PT Pertamina in 2013 ago.
This facility is scheduled to have a high level of reliability and competitive compared to similar facilities in Indonesia and the region.
The regasification terminal capacity is planned at 500 mmscfd or around 4 million tons per year (million tons per annum / MTPA). For the construction of this facility, Kalla Group said he already has suitable land, which is on the beach with sufficient depth, and in front of the island as a wave, protector to be docked by the largest LNG ships in the class Q-Flex and Q-Max.
He explained that the interest Kalla Group to build the LNG regasification terminal is due to the data of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) and the Wood MacKenzie study on Gas Supply Outlook 2013-2030.
According to these data, the western part of Java will be a deficit as a result of the reduced gas and gas reserves will end in Sumatra, while demand rose. The consultant then asked to perform a feasibility study regasification terminal project.
As a result, the location is ideal for use as an LNG regasification terminal. On the basis of these studies, Kalla Group seeking a partner for this project. In early 2015, Kalla Group decided to hold a Japanese company that is experienced in the management of the LNG terminal and gas distribution.
From the information circulated, Kalla Group called cooperating Tokyo Gas Co. Ltd. and Mitsui and Co. The onshore LNG regasification terminal project has an estimated total investment of Rp 10 trillion.
Funding this project will come from shareholders' capital and loans from financial institutions of Japan, the Japanese government financial institutions and banks of Japan. The loan was made project capable of distributing gas regasification terminal at a cost of regasification cheaper than similar facilities.
The project will be in line with the government's plan to lower gas prices in the country. Pertamina and the Oil and Gas Bumi Sarana have signed the main points of the agreement (head of agreement / HoA) Regasification Terminal utilization Bojonegara April 2015. Pertamina has evaluated and approved the employee's pre-study of the project.
Dwi Soetjipto
Furthermore, the company will use the entire capacity for 20 years for the regasification of LNG. Pertamina President Director Dwi Soetjipto said that this cooperation as an attempt Pertamina in the development of infrastructure as part of the five main strategic focus of Pertamina in order to safeguard national energy security.
Because the infrastructure is the main requirement of energy utilization of gas. This project will be followed by the construction of a power plant as our strength to build the gas energy industry in the area of West Java.
The government encourages state-owned enterprises (SOEs) and the private sector to be involved in the construction of national gas infrastructure. In data from the Ministry of Energy, gas infrastructure investment needs up to 2030 is predicted to reach the US $ 24.3 billion.
IN INDONESIA
Kalla Group Bangun Terminal Regasifikasi LNG Rp 10 T
Kalla Group melalui anak 4 perusahaannya, PT Bumi Saranan Migas (BSM), akan membangun terminal regasifikasi gas alam cair/LNG darat berkapasitas 500 juta kaki kubik per hari/mmscfd di Bojonegara, Banten, mulai 2017 dengan nilai investasi sekitar Rp 10 triliun.
Juru Bicara Bumi Sarana Migas Nanda Sinaga mengatakan, proyek terminal regasifikasi LNG ini merupakan gagasan Kalla Group yang dikemudian ditawarkan kerja sama kepada PT Pertamina pada 2013 lalu. Fasilitas ini rencananya akan memiliki tingkat keandalan tinggi dan kompetitif dibandingkan fasilitas sejenis di Indonesia dan regional.
Kapasitas terminal regasifikasi ini direncanakan sebesar 500 mmscfd atau sekitar 4 juta ton per tahun (million ton per annum/MTPA). Untuk pembangunan fasilitas ini, Kalla Group disebutnya telah memiliki lahan yang cocok, yakni di tepi pantai dengan kedalaman yang cukup, serta di depan pulau sebagai pelindung ombak untuk di sandari oleh kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max.
Dia menjelaskan, ketertarikan Kalla Group untuk membangun terminal regasifikasi LNG ini karena adanya data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas 2013-2030.
Menurut data tersebut, wilayah Jawa bagian Barat akan defisit gas sebagai dampak dari berkurangnya dan akan habisnya cadangan gas di Sumatera, sementara permintaan justru naik. Konsultan ini kemudian diminta melakukan studi kelayakan proyek terminal regasifikasi.
Hasilnya, lokasi tersebut sangat ideal untuk dimanfaatkan sebagai terminal regasifikasi LNG. Atas dasar kajian tersebut, Kalla Group mencari partner untuk pembangunan proyek ini. Pada awal 2015, Kalla Group memutuskan menggandeng perusahaan asal Jepang yang berpengalaman dalam pengelolaan terminal LNG dan distribusi gas.
Dari informasi yang beredar, Kalla Group disebut menggandeng Tokyo Gas Co Ltd dan Mitsui&Co. Proyek terminal regasifikasi LNG darat ini diperkirakan memiliki nilai investasi sekitar Rp 10 triliun.
Pendanaan proyek ini akan berasal dari modal pemegang saham serta pinjaman dari lembaga keuangan Jepang, yakni lembaga keuangan Pemerintah Jepang dan perbankan Jepang. Pinjaman tersebut membuat proyek terminal regasifikasi mampu mendistribusikan gas dengan biaya regasifikasi yang lebih murah dari fasilitas sejenis.
Proyek ini akan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas dalam negeri. Pertamina dan Bumi Sarana Migas telah menandatangani pokok-pokok perjanjian (head of agreement/HoA) utilisasi Terminal Regasifikasi Bojonegara pada April 2015. Pertamina telah mengevaluasi dan menyetujui pra kajian kelayanan proyek tersebut.
Selanjutnya, Pertamina akan menggunakan seluruh kapasitas tersebut selama 20 tahun untuk regasifikasi LNG. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, kerja sama ini sebagai upaya Pertamina dalam pengembangan infrastruktur sebagai bagian dari lima fokus strategi utama Pertamina dalam rangka menjaga ketahanan energi nasional.
Karena infrastruktur menjadi persyaratan utama pemanfaatan energi gas. Dengan proyek ini akan diikuti dengan pembangunan power plant sebagai kekuatan kami untuk membangun industri energi gas di wilayah Jawa Bagian Barat.
Pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) maupun swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur gas nasional. Dalam data Kementerian ESDM, kebutuhan investasi infrastuktur gas hingga 2030 nanti diprediksi mencapai US$ 24,3 miliar.
Investor Daily, Page-9, Tuesday, Nov 15, 2016
No comments:
Post a Comment