PT Pertamina membukukan laba US$ 2,83 miliar atau Rp 36,8 triliun hingga September lalu. Angka itu melonjak 209% dibandingkan periode sama tahun silam sebesar US$ 914 juta. Efisiensi menjadi faktor utama perolehan laba BUMN migas tersebut. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, laba Pertamima melonjak karena perseroan melakukan berbagai langkah efisiensi dari kegiatan inisiatif. Dari pendapatan, realisasi perolehan hingga September 2016 justru turun 16,8% dibanding periode sama tahun silam dari US$ 32 miliar menjadi US$ 26,62 miliar. Namun, adanya efisiensi membuat perseroan mampu memangkas biaya hingga 27%.
Dia menambahkan, dampak efisiensi cukup besar. Melalui Breakthrough Project (BTP), Pertamina berhasil melakukan etisiensi hingga US$ 1,6 miliar sampai September lalu. Penghematan ini di antaranya diperoleh dari sentralisasi pengadaan nonhydro US$185 juta, eisiensi pengadaan hydro melalui integrated supply chain (ISC) US$ 166 juta, pengumngan angka losses US$ 137 juta, pemasaran US$ 288 juta, dan efisiensi biaya hulu US$ 834 juta. Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman belum dapat memastikan besaran laba US$ 2,83 juta itu dapat dipertahankan atau dinaikkan pada akhir tahun.
Sebab bisa terjadi pelemahan (impairment) yang dikhawatirkan mengubah besaran laba secara akuntansi. Secara neraca keuangan, menurut dia, kondisi Pertamina sangat bagus. Pada Desember 2015, total utang jangka pendek Pertamina tercatat US$ 1,81 miliar. Angka ini berhasil dipangkas menjadi hanya US$ 140 juta pada September lalu. Secara keseluruhan, jumlah utang jangka pendek dan jangka panjang Pertamina diperkirakan dapat dipangkas dari US$ 13 miliar menjadi US$ 11 miliar.
Dari kinerja operasi, Pertamina juga mencatatkan realisasi yang cukup bagus. Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengungkapkan, realisasi produksi migas Pertamina tercatat 646 ribu barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd) pada September lalu, naik 12,3% dibandingkan periode sama 2015. Rinciannya, produksi minyak 309 ribu barel per hari (bph) dan gas 1.953 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/ mmscfd).
Pada 2016 produksi migas Pertamina sudah menembus 600 ribu boepd. Dia menambahkan, pencapaian produksi listrik panas bumi mencapai 2.233 gigawatt hour (GWh) setara listrik. Adapun transportasi gas mencapai 393 miliar kaki kubik (BSCF) dengan penjualan gas perusahaan 530 miliar british thermal unit (BBTU). Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengungkapkan, Pertamina juga berhasil menekan biaya pokok produksi kilang dari kisaran 104,2% MOPS hingga September 2015 menjadi 98,2% pada periode yang sama tahun ini.
Alhasil, harga produk kilang Pertamina lebih kompetitif, di mana yield valuable product kilang meningkat dari 74,39% menjadi 77,79%. Penjualan BBM dan non BBM meningkat tipis dibandingkan tahun lalu. Wakil Direktur Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, penjualan BBM pada triwulan III-2016 mencapai 47,77 juta kl, naik tipis 4,396 dari 45,81 juta kl pada periode sama tahun lalu. Sedangkan penjualan non BBM sampai akhir September 2016 mencapai 6,64 juta kl, naik 4,8% dari periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menambahkan, perolehan laba akan dipakai Pertamina untuk investasi yang lebih besar tahun depan. Untuk bisnis hulu saja, Pertamina membutuhan investasi US$ 3-4 miliar. Kemudian untuk merampungkan proyek-proyek kilang diperlukan anggaran hingga US$ 40 miliar dalam 10 tahun mendatang. Dengan tingginya kebutuhan investasi, menurut Dwi, Pertamina bakal mencari pendanaan. Selain itu, perseroan akan menggandeng perusahaan swasta untuk menggarap proyek-proyeknya, baik proyek hulu migas maupun infrastruktur hilir.
Porsi pihak swasta bisa sekitar 40% per proyek. Dwi mengungkapkan, Pertamina akan terus mencari Sumber-Sumber migas baru di dalam dan di luar negeri guna menutup produksi migas di lapangan eksisting yang terus turun. Sedangkan untuk infrastruktur, Pertamina bakal menggarap empat proyek upgrading kilang dan membangun dua unit kilang baru. Pasalnya, Pertamina sebagai NOC memiliki tanggung jawab untuk memastikan pasokan energi selalu dalam kondisi aman untuk ketahanan energi nasional.
Dwi menjelaskan, Pertamina terus fokus mengimplementasikan lima pilar strategi prioritas perusahaan, yaitu pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrochemical, pengembangan infrastruktur dan marketing, serta perbaikan struktur keuangan.
Investor Daily, Halaman : 1, Rabu, 9 Nop 2016
No comments:
Post a Comment