google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Mengejar Proyek Kilang - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, November 14, 2016

Mengejar Proyek Kilang


    Kebutuhan BBM di Tanah Air saat ini mencapai 1,6 jula barel per hari (bph). Namun, kapasitas kilang minyak di Tanah Air hanya sekitar 850.000-900.000 bph. Artinya, sekitar 43% BBM masih diimpor. Produksi minyak siap jual atau lifting di dalam negeri hanya sekitar 820.00 bph. Dari lifting minyak tersebut, sebagian milik kontraktor komrak kerja sama (KKKS). Beberapa kontraktor tersebut mengapalkan minyaknya ke luar negeri. Artinya, tidak seluruh produksi minyak tersebut untuk kebutuhan domestik.

    Untuk mengisi kilang- kilang minyak di dalam negeri, Pertamina harus mengimpor minyak mentah selain BBM. Ada dua bagian dalam misi kedaulatan energi di Tanah Air. Pertama, soal produksi minyak yang masih jauh di bawah kebutuhan. Kedua, kapasitas kilang minyak juga jauh di bawah kebutuhan. Terkait dengan produksi minyak yang masih rendah tersebut, pemerintah perlu terus mendorong kegiatan eksplorasi. Untuk mengurangi impor BBM, pemerintah perlu membangun kilang minyak.

    Singapura saja memiliki kapasitas kilang hingga 2 juta bph. Padahal, kebutuhan BBM di Negeri Singa itu tidak lebih dari 200.000 bph sehingga negara itu menjadi eksportir bahan bakar minyak. Pembangunan kilang minyak butuh waktu lama. Jika seluruh tahap berjalan normal, proyek kilang minyak butuh waklu 7-7,5 tahun. Tahap pertama yang akan ditempuh yaitu studi kelayakan selama 6-12 bulan untuk mengetahui proyek itu layak atau tidak. Ketika Jika proyek baru digagas pada medio 2016, kilang akan mulai beroperasi paling cepat pada 2023. Diputuskan layak, tahap berikutnya adalah perencanaan awal atau basic engineering design (BED).

    Tahap ini untuk menentukan kapasitas kilang, jenis minyak mentah yang akan diolah, dan jenis produk akhir yang akan dihasilkan seperti petrochemical, gasoline series seperti Premium Penamax, dan lainnya. Selain itu, ada jenis diesel seperti Solar, Pertamax Dex, dan avtur. Dan produk paling akhir seperti aspal dan minyak pelumas. Tahap BED butuh waktu 1-1,5 tahun. Tahap selanjutnya dengan front end engineering design (FEED) yang butuh waktu 2-2,5 tahun. Dari tahap studi kelayakan hingga FEED membutuhkan waktu 3-4 tahun. Jika seluruh tahap itu selesai selanjutnya masuk ke tahap keputusan final investasi yang menyatakan bahwa proyek itu layak dibangun.

    Setelah keputusan final investasi, selanjutnya masuk tahap yang paling seksi yaitu konstruksi atau engineering, procurement, & constniction (EPC). Dalam tahap itu, akan mulai banyak tender proyek dibuka. Tahap EPC butuh waktu 3-3,5 tahun hingga akhimya proyek kilang itu selesai dan siap beroperasi. Tahap pembangunan kilang minyak tersebut dipaparkan oleh Direktur Mega proyek dan Pengolahan Petrokimia. Rahmad menegaskan, proyek kilang minyak dalam waktu normal tanpa ada hambatan butuh waktu 7-7,5 tahun.

    Jika proyek baru digagas medio 2016, katanya, kilang akan mulai beroperasi paling cepat pada 2023. Presiden Jokowi mengimplementasikan misi kedaulatan energi melalui Pertauran Presiden No. 146/2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Pertamina akan membangun dua kilang baru. Kilang Tuban berkapasitas 300.000 bph akan dibangun perseroan bersama dengan Rosneft, perusahaan migas asal Rusia.

    Pertamina juga akan mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk membangun Kilang Bontang berkapasitas 300.000 bph. Selain proyek dua kilang baru tersebut, Pertamina akan melakukan peningkatan kapasitas (refinery development master plan program/RDMP) beberapa kilang seperti Kilang Balikpapan (Kalimantan Timur), Kilang Cilacap, Kilang Balongan (Indramayu), dan Kilang Dumai (Riau). Melalui dua proyek kilang dan peningkatan kapasitas beberapa kilang yang sudah ada saat ini, kapasitas seluruh kilang minyak pada 2023 ditargetkan naik menjadi 2 juta bph dibandingkan dengan saat ini 850.000 an bph.

    Namun, hingga periode Kabinet Kerja berakhir pada 2019, belum akan ada hasil yang signifikan terhadap penambahan kapasitas kilang. Peningkatan kapasitas Kilang Cilacap misalnya akan selesai pada 2022. Bahkan, Saudi Aramco yang menjadi mitra Pertamina dalam proyek Kilang Cilacap, masih mengejar kesepakatan baru sebelum berakhirnya head of agreement (HoA) dengan Saudi Aramco pada 26 November 2016. Setelah tercapainya kesepakatan terhadap poin-poin krusial.

    Pertamina berharap bisa segera menandatangani joint venture dengan perusahaan milik Arab Saudi tersebut. Hanya revitalisasi Kilang Balikpapan yang ditargetkan selesai pada Juni 2019. Kilang Balikpapan akan ditingkatkan kapasitasnya 2 menjadi 360.000 bph dibandingkan dengan saat ini 260.000 bph. Artinya, hingga 2019 hanya akan ada tambahan kapasitas kilang sebanyak 100.000 bph. Pemerintah setidaknya telah meletakkan fondasi dalam pembangunan kilang minyak sehingga pemelintahan berikutnya tinggal melanjutkan saja.

IN ENGLISH

Pursuing Refinery Project


    Fuel demand in the country currently reaches 1.6 jula barrels per day (bpd). However, the capacity of oil refineries in the country is only about 850000-900000 bpd. That is, about 43% of fuel is imported. Oil production ready for sale or lifting in the country is only about 820.00 bpd. Of the oil lifting, mostly belonging to the contractor komrak cooperation (PSC). Some of these contractors to ship oil abroad. That is, not all of the oil production for domestic consumption.

    To fill the refineries in the country, Pertamina should import crude oil than fuel. There are two parts to the energy sovereignty mission in the country. First, about the oil production is still far below requirements. Second, oil refinery capacity is also far below requirements. Associated with oil production is still low, the government needs to continue to encourage the exploration activities. To reduce fuel imports, the government needs to build an oil refinery.

    Singapore only has a refining capacity of up to 2 million bpd. In fact, the need for fuel in lion country no more than 200,000 bpd that the country had become an exporter of fuel oil. Oil refinery construction took a long time. If all phases of normal running, the oil refinery project took waklu 7-7.5 years. The first stage will be taken of the feasibility study for 6-12 months to see that the project is feasible or not. When If a new project was initiated in mid-2016, the refinery will start operating as early as 2023. It was decided feasible, the next stage is the early planning or basic engineering design (BED).

    This phase is to determine the capacity of the refinery, the type of crude oil to be processed, and the type of final product to be produced such as petrochemical, gasoline series such as Premium Penamax, and others. In addition, there are types of diesel such as Solar, Pertamax Dex, and jet fuel. And most end products like asphalt and lube oils. BED stage takes 1-1.5 years. The next stage of the front end engineering design (FEED), which takes 2-2.5 years. From the feasibility study stage until FEED takes 3-4 years. If the entire stage was completed the next entry into the final stage of the investment decision stating that the project was feasible to be built.

    After the final investment decision, the next entry is the sexiest stage of construction or engineering, procurement, and constniction (EPC). In that stage, the tender will start to open. EPC phase takes 3-3.5 years until finally the refinery project was completed and ready for operation. The oil refinery construction phase presented by the Director of Mega project and Petrochemicals Processing. Rahmat affirmed, oil refinery project in normal time without any obstacles take 7-7.5 years.

    If the new project was initiated in mid-2016, he said, the refinery will start operating as early as 2023. The President Jokowi implement energy sovereignty mission through the regulations of the President No. 146/2015 on the Implementation of Construction and Development of Domestic Oil Refinery. Pertamina will build two new refineries. Tuban refinery with a capacity of 300,000 bpd will be built by the company together with Rosneft, the Russian oil and gas company.

Pertamina will also get an assignment from the government to build a 300,000 bpd refinery Bontang. In addition to the two new refinery projects, Pertamina will undertake capacity building (refinery master plan development program / RDMP) refineries such as refinery Balikpapan (East Kalimantan), Cilacap, Balongan refinery (Indramayu), and refinery Dumai (Riau). Through two refinery projects and increased capacity of existing refineries at present, the capacity of all refineries in 2023 is targeted to increase to 2 million bpd compared to today's 850,000 bpd.

    However, until the period ended Working Cabinet in 2019, yet there will be a significant result of the refinery capacity additions. The Cilacap refinery capacity building, for example to be completed in 2022. In fact, Saudi Aramco is a partner in the project Pertamina Cilacap, still pursuing a new agreement before the end of the heads of agreement (HoA) with Saudi Aramco on 26 November 2016. After reaching an agreement on the points crucial.

    Pertamina hopes to soon sign a joint venture with the Saudi Arabian-owned company. Only a targeted revitalization Balikpapan refinery was completed in June 2019. Balikpapan refinery capacity will be increased 2 to 360,000 bpd compared with 260,000 bpd currently. That is, by 2019 there will only be an additional refining capacity of 100,000 bpd. The government at least have laid the foundations in the construction of oil refineries so that the next pemelintahan continue living alone.

Bisnis Indonesia, Halaman : 30, Senin, 14 Nop 2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel