Perusahaan minyak dan gas milik negara, PT Pertamina membukukan laba hingga US$ 2,83 miliar (lebih dari Rp 37 triliun), hingga kuartal ketiga atau September 2016 (year to date). Nilai tersebut tercatat melompat 209 persen dibanding untung yang diperoleh pada periode yang sama tahun lalu (Januari-September 2015), yang hanya US$ 914 juta. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan lonjakan laba dipicu oleh peningkatan kinerja operasi perusahaan. Mayoritas laba ditopang oleh efisiensi yang diterapkan perseroan. Dwi menjelaskan, perseroan menempuh efisiensi lantaran harga minyak mentah dunia tems menurun sejak pertengahan 2014.
Perusahaan pun mengantisipasi penurunan laba dengan mengimplementasikan lima pilar strategi prioritas perusahaan. Dari pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia, pengembangan infrastruktur dan pemasaran, sampai memperbaiki struktur keuangan. Dampak penurunan barga crude dunia terlihat dari kinerja pendapatan Pertamina per kuartal ketiga tahun ini. Dwi mengatakan, hingga September, pendapatan operasi perusahaan anjlok US$ 15,14 miliar menjadi US$ 26,62 miliar dibanding pendapatan Januari-September 2015 yang mencapai US$ 41,76 miliar Namun jebloknya pendapatan operasi itu masih bisa ditopang oleh basil efisiensi.
Menurut Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman, hingga September, Pertamina telah berhemat sebesar US$ 1,64 miliar. Menurut dia, efisiensi di bisnis hulu energi menyumbang penghematan terbesar sebanyak US$ 834 juta. Sejumlah perusahaan energi memang menempuh langkah efisiensi sejak harga minyak mentah dunia jatuh. Selain Pertamina, Total E&P Indonesie (TEPI), perusahaan minyak dan gas asal Prancis yang mengelola, Blok Mahakam, juga melakukan efisiensi sampai US$ 600 juta pada 2015.
Nilai penghematan itu setara dengan 25 persen dari biaya total pengoperasian Blok Mahakam sebeSar US$ 2,2 miliar pada 2015. Efisiensi di Pertamina, antara lain, adalah melikuidasi Pertamina Energy Trading Limited (Petral), lini usaha yang sebelumnya menguasai impor minyak Pertamina. Semua usaha jual-beli Pertamina kini dikendalikan oleh divisi integrated supply chain (ISC). Awal tahun ini, juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengatakan pada 2015 ISC mencatat efisiensi dalam proses jual-beli minyak mentah serta produk bahan bakar minyak (BBM) senilai US$ 208,1 juta.
Keberadaan ISC diyakini telah rnemangkas mata rantai bisnis pengadaan yang sebelumnya dij alankan Petral. Efisiensi itu diperoleh melalui lima program terobosan ISC yang disebut fase ISC 1.0. Tahun ini, ISC menargetkan efisiensi biaya operasi sebesar US$ 100 juta. Vice President Pertamina ISC Crude Product Trading & Commercial Hasto Wibowo pada awal tahun ini menyatakan, meski nilai efisiensi ISC turun dibanding tahun lalu, unit ini diyakini akan tetap menekan kebocoran dalam pembelian minyak dan gas perusahaan.
Koran Tempo, Halaman : 15, Rabu, 9 Nop 2016
No comments:
Post a Comment