google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Gross - Split Scheme Still Bone of Contention - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Thursday, December 8, 2016

Gross - Split Scheme Still Bone of Contention


    The government has yet to bring the House of Representatives to terms over its plan to replace the cost recovery scheme for the upstream oil and gas industry with the so-called gross-split sliding scale. Under the cost recovery scheme, which was initially applied in 2010, the government is forced to reimburse various production costs to contractors with a vast range of variables such as the purchase of heavy equipment and enhanced oil recovery (EOR) to ramp up production.

    Meanwhile, the gross-split sliding scale will let contractors decide by themselves about how they operate with no reimbursement scheme and just straightly split production with the government at the end of the road. “However, We must be very careful as the gross-split scheme could make the government lose its entire grip as contractors will have greater freedom inltheir operations. It means we will no longer be able to intervene in terms of the management of the country’s natural resources,” Satya Widya Yudha, a member of House Commission VII overseeing energy, said.

    Satya said such a mechanism would contradict Article 33 of the Constitution, which mandates state control over all natural resources. Hence, the government should not hastily implement the gross-split scheme just to attract more investors to the country he added. So, it needs to be clear first. How much income can the country actually get from the new scheme? ls it really that profitable for us in the long run?” Satya went on. Commission VII deputy chairman Mulyadi also saw eye-to-eye with Satya.

    He even called on the government to test the gross-split scheme with one project first, before fully implementing it in the future. Last year, the government was forced to pay out $13.9 billion for cost recovery exceeding- the $12.86 billion in non-tax revenue obtained from the sector. Bisman Bhaktiar, the executive director of the Center for Energy and Mining Law (Pushep), said the cost recovery scheme, indeed, had been seen as unattractive for investors, as the split ratio of government to contractor is 85:15 for oil and 70:30 for gas.

    Hence, he said there had been some allegations that contractors could mark up their cost recovery report to get a better result in their top lines. According to the Supreme Audit Agency (BPK) report, the contractors marked up cost recovery by Rp 3.9 trillion (US$293 million) last year, by adding many variables such as expatriation costs for foreign employees, thus reducing state revenue. “So the real problem is in the control and supervision, while the gross-split scheme, on the contrary, will reduce the government’s ability to oversee such matters,” Bisman said.

    Meanwhile, Energy and Mineral Resources Deputy Minister Arcandra Tahar disagreed with such criticism as he said all projects had to be observed case by case and the gross split scheme would only bring more efficiency for all oil and gas cooperation contract holders (KKKS). Upstream Oil and Gas Regulatory Special Task Force (SKKMigas) head Amien Sunaryadi confirmed the gross-split scheme would be first implemented in the extension of production sharing contract (PSC) for Offshore Northwest Java (ONWJ).

IN INDONESIAN

Skema Gross - Split  Masih Jadi Rebutan


    Pemerintah belum membawa DPR untuk berdamai atas rencana untuk mengganti skema cost recovery untuk industri minyak dan gas hulu dengan apa yang disebut skala gross-split geser. Di bawah skema cost recovery, yang awalnya diterapkan pada tahun 2010, pemerintah dipaksa untuk mengganti berbagai biaya produksi untuk kontraktor dengan berbagai macam variabel seperti pembelian alat berat dan enhanced oil recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi.

    Sementara itu, gross-split skala geser akan membiarkan kontraktor memutuskan sendiri tentang bagaimana mereka beroperasi tanpa skema penggantian dan hanya lurus membagi produksi dengan pemerintah di ujung jalan. "Namun, kita harus sangat berhati-hati sebagai skema gross-split bisa membuat pemerintah kehilangan seluruh grip sebagai kontraktor akan memiliki kebebasan yang lebih besar inltheir operasi. Artinya kita tidak akan lagi dapat mengintervensi dalam hal pengelolaan sumber daya alam negara itu, "kata Satya Widya Yudha, anggota Komisi VII DPR yang membawahi bidang energi,.

    Satya mengatakan mekanisme tersebut akan bertentangan Pasal 33 dari Konstitusi, yang mengamanatkan penguasaan negara atas semua sumber daya alam. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak buru-buru menerapkan skema gross-split hanya untuk menarik lebih banyak investor ke negara tambahnya. Jadi, itu harus jelas dulu. Berapa banyak pendapatan bisa negara benar-benar mendapatkan dari skema baru? ls itu benar-benar menguntungkan bagi kita dalam jangka panjang? "Satya melanjutkan. Komisi VII wakil ketua Mulyadi juga melihat mata ke mata dengan Satya.

    Dia bahkan meminta pemerintah untuk menguji skema gross-split dengan satu proyek pertama, sebelum sepenuhnya menerapkan itu di masa depan. Tahun lalu, pemerintah dipaksa untuk membayar $ 13.900.000.000 untuk cost recovery exceeding- yang $ 12.860.000.000 pendapatan non-pajak yang diperoleh dari sektor ini. Bisman Bhaktiar, direktur eksekutif dari Pusat Energi dan Pertambangan Hukum (Pushep), mengatakan skema cost recovery, memang, telah dipandang sebagai tidak menarik bagi investor, sebagai rasio pemecahan pemerintah untuk kontraktor adalah 85:15 untuk minyak dan 70 : 30 untuk gas.

    Oleh karena itu, ia mengatakan ada beberapa tuduhan bahwa kontraktor bisa mark up laporan pemulihan biaya mereka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik di baris atas mereka. Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kontraktor ditandai cost recovery sebesar Rp 3,9 triliun (US $ 293.000.000) tahun lalu, dengan menambahkan banyak variabel seperti biaya pengusiran bagi karyawan asing, sehingga mengurangi penerimaan negara. "Jadi masalah sebenarnya adalah dalam kontrol dan pengawasan, sedangkan skema gross-split, sebaliknya, akan mengurangi kemampuan pemerintah untuk mengawasi hal-hal tersebut," kata Bisman.

    Sementara itu, Energi dan Sumber Daya Mineral Wakil Menteri Arcandra Tahar tidak setuju dengan kritik seperti dia mengatakan semua proyek harus diamati kasus per kasus dan skema perpecahan kotor hanya akan membawa efisiensi lebih untuk semua pemegang kontrak minyak dan kerjasama gas (KKKS). Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Task Force Khusus (SKKMigas) kepala Amien Sunaryadi dikonfirmasi skema gross-split akan diterapkan pertama kali pada perpanjangan bagi hasil kontrak (PSC) untuk Offshore Northwest Java (ONWJ).

Jakarta Post, Page-13,Wednesday, Dec,7,2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel