google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Indonesia Harus Ubah Skema Fiskal Kontrak Migas - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Friday, December 9, 2016

Indonesia Harus Ubah Skema Fiskal Kontrak Migas


    Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah untuk memperkuat skema fiskal dalam kontrak migas yang ditawarkan kepada perusahaan migas. Hal ini guna" memastikan agar investasi migas di Indonesia kembali bergairah sehingga mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional. Presiden IPA Christina Verchere mengatakan, di masa lalu, sektor energi merupakan penyumbang terbesar penerimaan bagi Indonesia.

    Ke depannya, Indonesia perlu memastikan apakah hal tersebut akan dipertahankan ataukah sektor energi akan dijadikan pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi tantangan sektor migas ke depannya. “Kalau untuk pendorong pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan skema fiskal (fiscal term) yang lebih memadai," kata dia. Seperti apa skema fiskal ini, Christina enggan memaparkan. Menurutnya, skema fiskal bisnis migas di setiap negara merupakan wewenang dari pemerintah negara masing-masing.

    Apalagi, skema fiskal ini disusun dengan mengikuti regulasi yang berlaku dan kondisi sumber daya migas di setiap negara. Direktur IPA Tenny Wibowo juga menekankan hal yang sama. Dengan menurunkan harga minyak yang sangat drastis dalam dua tahun ini, ukuran cadangan migas yang dapat dikembangkan secara ekonomis menjadi terbatas.

    Hal ini mengingat penerimaan seluruh perusahaan migas di dunia terpangkas sehingga dana yang tersedia untuk investasi juga berkurang. “Ini harus jadi perhatian. Kalau iklim investasi kurang bagus, saya khawatir nantinya berkurang (dana) yang ditanamkan di Indonesia,” kata dia. Hal lain yang dibutuhkan investor, adalah kepastian. Bisnis migas membutuhkan modal yang cukup besar. Tak hanya itu, bisnis ini menghadapi ketidakpastian dari kondisi atau isi reservoir migas yang akan dibor.

    Karenanya untuk mengurangi resiko, dibutuhkan kepastian regulasi yang bisa dijadikan dasar dalam hitungan keekonomian proyek. “Perubahan regulasi akan berdampak pada skema fiskal yang telah berlaku dalam kontrak migas,” jelasnya. Christina melanjutkan, IPA mengapresiasi langkah pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi migas ini. Sepanjang tahun ini, IPA dan pemerintah disebutnya menjalin komunikasi yang intens guna membahas sejumlah masalah dan regulasi guna mempermudah bisnis migas di Indonesia.

    Beberapa hal yang dibahas ini mencakup revisi Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2010 terkait biaya investasi yang dapat dikembalikan (cost recovery), tata kelola gas, pengembangan lapangan migas di laut dalam, penyederhanaan perizinan, dan revisi Undang~Undang No 22 Tahun 2001 soal migas.

    Bahkan, IPA juga mulai diajak membahas penerapan kontrak dengan skema gross split pada migas konvensional. “Gross split memang akan menyederhanakan proses bisnis. Tetapi apa yang dicari investor adalah sistem regulasi yang dpat diprediksi dan skema fiskal yang menarik. Skema fiskal ini sama pentingnya dengan simplifikasi proses bisnis," jelas
Christina. Ke depannya, IPA akan terus berkomunikasi dengan pemerintah.

    Utamanya IPA akan membahas beberapa regulasi yang baru diterbitkan oleh pemerintah. Salah satunya beleid yang mewajibkan perusahaan migas melepas sebesar 10% hak partisipasinya ke pemerintah daerah. Terkait tren investasi migas ke depannya, Christina mengaku tidak dapat menjawabnya lantaran rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/ WP&B) masih dibahas antara perusahaan migas dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

    Namun, tahun depan disebutnya akan menjadi tahun yang menarik mengingat OPEC baru saja memutuskan untuk memangkas produksi. Namun, dia belum dapat memprediksi dampak dari pemotongan produksi OPEC. Dari keputusan tersebut, perlu dilihat terlebih dahulu kapan pemangkasan produksi ini terjadi dan bagaimana respon investasi dari pasar. “Karena kalau ada respon, maka pasokan akan kembali membesar, dan harga akan kembali turun. Jadi perlu diperhatian mana yang terjadi lebih cepat,” ujar Christina.

    Menurut data SKK Migas, investasi migas di Indonesia terus meningkat selama 2010-2013. Pada 2010, investasi migas tercatat sekitar USS 11 miliar. Angka ini kemudian naik menjadi sekitar USS 14 miliar pada 2011, USS 17 miliar pada 2012, dan mencapai USS 18 miliar pada 2013. Setelahnya, investasi migas langsung terpangkas begitu harga minyak mulai turun pada akhir 2014. Pada 2014, investasi migas tercatat masih di kisaran US$ 18 miliar. Namun pada tahun lalu, investasi migas terpangkas signifikan menjadi sekitar USS 14 miliar saja. Sementara pada tahun ini, realisasi investasi migas diprediksi hanya akan mencapai US$ 11,4 miliar.

IN ENGLISH

Indonesia Must Change Fiscal Scheme of Oil and Gas Contracts


    Indonesian Petroleum Association (IPA) has asked the government to strengthen fiscal schemes in the oil and gas contracts offered to oil and gas companies. This is to "ensure that oil and gas investment in Indonesia back alive so as to encourage
national economic growth. IPA President Christina Verchere said, in the past, the energy sector is the largest contributor to the Indonesian acceptance.

    In the future, Indonesia needs to ascertain whether it will be sustained or will be used as the energy sector is driving economic growth. This is a challenge to the future of oil and gas sector. "If for driving economic growth, needed scheme fiscal (fiscal term) a more adequate," he said. Like what scheme this fiscal, Christina was reluctant to explain. According to him, the scheme fiscal oil and gas business in every country is the duty of the government of each country.

    Moreover, the fiscal scheme is structured to follow the existing regulations and conditions of oil and gas resources in each country. IPA Director Tenny Wibowo also stressed the same thing. By lowering oil prices drastically in the past two years, the size of oil and gas reserves that can be developed economically limited.

    This is considering the wide acceptance in the world oil and gas companies trimmed so that the funds available for investment are also reduced. "This should be a concern. If the investment climate is not good, I worry later reduced (funds) invested in Indonesia, "he said. Another thing that is required of investors, is a certainty. Oil and gas business requires substantial capital. Not only that, these businesses face the uncertainty of the condition or contents of oil and gas reservoirs to be drilled.

    Thus, to reduce the risk, it needs regulatory certainty that can be used as a basis in a matter of economics of the project. "Regulatory changes will have an impact on the fiscal scheme that has prevailed in the oil and gas contracts," he explained. Christina continued, IPA appreciates the government's measures to improve the investment climate of this gas. Throughout this year, the government calls the IPA and establish intense communication to discuss a number of issues and regulations in order to facilitate oil and gas business in Indonesia.

    Some of the points discussed include the revision of Government Regulation No. 79 Year 2010-related investment costs can be refunded (cost recovery), governance gas, development of oil and gas fields in the deep ocean, simplification of licensing, and the revision of Law ~ Law No. 22 Year 2001 about oil and gas.

    In fact, the IPA also began to be invited to discuss the implementation of contracts with gross schemes split on conventional oil and gas. "Gross split would indeed simplify business processes. But what investors are looking for is a regulatory system that dpat predictable and attractive fiscal scheme. This fiscal scheme is as important as the simplification of business processes, "explains Christina. Looking ahead, the IPA will continue to communicate with the government.

    Primarily IPA will discuss some of the new regulations issued by the government. One is a regulation that requires companies to release gas by 10% equity participation to local governments. Trends related to future oil and gas investment, Christina admitted, could not answer because of the work plan and budget (work plan and budget / WP & B) is still being discussed between the oil company and the Special Unit of Upstream Oil and Gas (SKK Migas).

    However, next year calls will be an interesting year in view of OPEC recently decided to cut production. However, he has not been able to predict the impact of OPEC production cuts. Of the decision, it should be seen first production cut when this happened and how the response of investment from the market. "Because if there is no response, then the supply will return to grow, and the price will come back down. So need to be concerned whichever occurs sooner, "says Christina.

    According to data from SKK Migas, oil and gas investment in Indonesia continues to increase during 2010-2013. In 2010, oil and gas investments recorded about US $ 11 billion. This figure rose to around US $ 14 billion in 2011, USS 17 billion in 2012 and reach US $ 18 billion in 2013. Thereafter, the oil and gas investment immediately trimmed as oil prices began to fall in late 2014. In 2014, oil and gas investments were recorded in the range US $ 18 billion. But in the past year, oil and gas investment was cut significantly to around US $ 14 billion alone. While this year, predicted the realization of oil and gas investment will only reach US $ 11.4 billion.

Investor Daily, Page-9, Thursday, Dec,8,2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel