Thursday, December 8, 2016
Indonexit II di Vienna
Keputusan Indonesia meninggalkan OPEC adalah benar. Saya heran mengapa kalian bergabung lagi dengan OPEC. Siapa dulu yang memberikan nasihat itu kepada Indonesia. Kalian tidak butuh bergabung dengan OPEC. Demikian pendapat seorang gubernur OPEC dari salah satu negara produsen minyak terbesar Timur Tengah sehari setelah Indonesia memutuskan menangguhkan keanggotaannya pada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Pada kesempatan lain, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al Falih kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyatakan, keputusan Indonesia tersebut baik untuk OPEC. Hal itu juga baik untuk Indonesia sendiri. Jonan memutuskan menangguhkan keanggotaan OPEC pada sidang ke-171 menteri-menteri OPEC di Vienna, Austria, 30 November. Alasannya, Indonesia keberatan untuk berpartisipasi dalam komitmen bersama memotong produksi minyak siap jual. OPEC sepakat memotong produksi minyak sebesar 1,2 juta barrel per hari, dari 33,7 juta barrel menjadi 32,5 juta barrel. Indonesia mendapatkan jatah kuota pemotongan sebanyak 37.000 barrel per hari.
Bagi Indonesia yang produksinya kecil, pemotongan tersebut akan langsung berimplikasi pada perekonomian nasional. Ini, misalnya, akan menekan fiskal, neraca perdagangan, dan ketahanan energi nasional. Dalam perspektif jangka pendek, keputusan penangguhan keanggotaan OPEC tersebut menjadi pilihan rasional dan menguntungkan bagi Indonesia. Namun, dalam perspektif kepentingan nasional jangka menengah panjang, muncul pertanyaan lanjutan: apakah Indonesia masih relevan untuk bergabung lagi dengan OPEC pada tahun-tahun mendatang?
Indonesia bergabung dengan OPEC pada 1962. Pada 2008, Indonesia memutuskan menangguhkan keanggotaannya menyusul statusnya yang berubah menjadi importir neto minyak. Pada Desember 2015, Indonesia aktif kembali sampai akhirnya menangguhkan keanggotaannya untuk kedua kali per 30 November lalu. OPEC adalah organisasi negara-negara eksportir minyak dengan misi mengoordinasikan dan menyeragamkan kebijakan perminyakan negara-negara anggota untuk memastikan stabilitas pasar minyak Indonesia tidak dalam kelas yang tepat.
Dalam jumlah cadangan dan produksi minyak, Indonesia jauh di bawah 12 negara OPEC lainnya. Indonesia hanya unggul dalam produksi minyak dibandingkan dengan Ekuador. Namun, untuk produksi per kapita, Ekuador hampir 10 kali lipat produksi Indonesia. Artinya, pengaruh Indonesia amat minim dalam OPEC. Kalau alasan bergabung adalah demi akses informasi dan ikhtiar menjalin kerja sama, sejumlah kalangan menilai hal itu tidak relevan.
Transaksi minyak pada akhirnya adalah urusan bisnis bukan didasarkan atas sentimen organisasi. Sementara untuk menjalin kerja sama terutama guna memastikan jaminan pasokan, pertemuan bilateral adalah jembatan utamanya. Ini bisa dilakukan tanpa OPEC. Dan, bergabung dengan OPEC, tidaklah gratis. Untuk Indonesia, iurannya mencapai 2 juta euro atau Rp 28,7 miliar per tahun. Ini dibebankan kepada Pertamina.
IN ENGLISH
Indonexit II in Vienna
Indonesia left OPEC's decision was correct. I wonder why you rejoin OPEC. Who is the first that provides advice to Indonesia. You do not need to join OPEC. Thus the opinion of an OPEC governor of one of the country's largest oil producer Middle East a day after Indonesia decided to suspend its membership in the Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC).
On another occasion, the Minister of Energy of Saudi Arabia Khalid al Falih told the Minister of Energy and Mineral Resources Ignatius Jonan said Indonesia's decision is good for OPEC. It was also nice to Indonesia itself. Jonan decided to suspend the membership of OPEC on the 171 session of OPEC ministers in Vienna, Austria, November 30. The reason, Indonesia objected to participate in a shared commitment to cut oil production ready for sale. OPEC agreed to cut oil production by 1.2 million barrels per day, from 33.7 million barrels to 32.5 million barrels. Indonesia get quota cuts as much as 37,000 barrels per day.
For Indonesia whose production is small, the cuts will be directly implicated in the national economy. This, for example, will hit the fiscal, balance of trade, and national energy security. In the short term perspective, the OPEC membership suspension decision be favorable to the rational choice and Indonesia. However, in the perspective of national interests of medium to long-term, follow-up question arises: whether Indonesia is still relevant to rejoin OPEC in the coming years?
Indonesia joined OPEC in 1962. In 2008, Indonesia decided to suspend its membership following the status that turned into a net importer of oil. In December 2015, Indonesia is active again until finally suspend its membership for the second time as of 30 November. OPEC is an organization of oil exporting countries with the mission to coordinate and unify the petroleum policies of member countries to ensure the stability of the oil market Indonesia is not in the appropriate class.
In the reserves and production of oil, Indonesia is far below the 12 other OPEC countries. Indonesia only superior in oil production compared to Ecuador. However, for production per capita, Ecuador nearly 10-fold production Indonesia. That is, Indonesia is minimal influence in OPEC. If the reason for joining was for access to information and endeavor to establish cooperation, a number of people considered it irrelevant.
Oil deals in the end is the business of business is not based on sentiment organization. As for future cooperation, especially in order to ensure security of supply, bilateral meetings are the main bridge. This can be done without OPEC. And, joining OPEC, is not free. For Indonesia, the fee was 2 million euros, or USD 28.7 billion per year. It is charged to Pertamina.
Kompas, Page-17,Wednesday, Dec,7,2016
Kuli Google Adsense, Admob, Android Developer, ternak tuyul online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment