With the remaining reserves of 3 billion barrels of crude oil in Indonesia is estimated to run out in less than 12 years. The discovery of new reserves becomes more difficult as the location of the sea Iokasi to need a big capital and high technology. The success rate of less than 50 percent.
Oil prices tumbled more than US $ 100 a barrel to currently around 50 dollars per barrel, even early in 2016 had less than 30 US dollars, giving a heavy blow to the upstream oil and gas. There has been no good news in Indonesia's energy sector. Some things touted as progress still needs proof. Statement quoted one energy analyst, Indonesia was on the verge of an energy crisis, but the crisis awareness is low.
Matter
of energy security, some efforts have been made by the government and
PT Pertamina as the only state that is responsible for the procurement
of energy, especially oil and gas in Indonesia. The government has issued a number of policies, one of which is quite popular is the policy of the price of fuel oil (BBM). Efforts to build a new refinery through assignment to Pertamina already done. Likewise, the increased capacity and complexity of the refinery has been done.
Currently, national fuel consumption of around 1.6 million barrels per day. The ability to produce fuel only about 800,000 barrels per day so the rest come from imports. Pertamina is committed to raise the capacity of the refinery that can produce fuel to 2 million barrels per day by no later than 2025. That is, Indonesia in the future no longer need to import fuel, enough crude oil only. What about natural gas? Compared with oil that never reached the target in recent years, gas production is ready for sale is still better.
Data from SKK Migas per 30 November 2016, the target of 6.4 billion cubic feet per day (BCFD) achieved 6.6 BCFD. Chart for domestic consumption compared to exports is also larger: 55 percent versus 45 percent. However, when viewed more discussion about energy security, diversification and conversion program involving natural gas virtually stalled. The Government's intention to expand the program of kerosene to LPG 3 kilograms in Papua, Maluku and Nusa Tenggara, good.
Model closed distribution is still limited test Try Tarakan, North Kalimantan. Discourse of this model has been repeated since many years ago, but the slow realization. The case of mixing LPG gas subsidy due to the price disparity with non-subsidized wide has often occurs. That is, around Rp 200 trillion in subsidies to LPG 3 kilograms since 2009 until 2016 frequently leak alias not on target, Diversification, Kinship with the conversion, energy diversification policy in terms of gas consumption for transportation is also no significant progress.
This policy is actually good, which is to reduce oil dependency and replace it with gas to fuel vehicles. Data from the Association of CNG (compressed natural gas) Indonesia, from 8 gas refueling stations (SPBGs) in Jakarta, only 2 stations to survive. The rest did not continue due to the sale of gas for vehicles uneconomical, in addition to lower demand figures. Pertamina even mention there are currently 33 SPBGs already built, but can not be operated further due to a number of things, namely licensing issues.
Slowing down of this program can be seen from the data ReforMiner Institute. In 2000, there were approximately 3,000 natural gas vehicles. The numbers dropped sharply to about 300 units in 2012. In the end, this sector is necessary seriousness to implement policies that have been compiled. Pata existing roads, planning documents already stacked, supporting policies have been repeatedly born, live consistency of implementation alone, No less important is the leadership factor. Do not forget, the development of renewable energy should still be carried out in earnest. Later, fossil energy will run out and we certainly would stutter when renewable energy has stalled.
IN INDONESIAN
Jalan Panjang Ketahanan Energi
Dengan cadangan tersisa 3 miliar barrel minyak mentah di Indonesia diperkirakan habis dalam waktu kurang dari 12 tahun. Penemuan cadangan baru semakin sulit seiring letak Iokasi yang di laut hingga butuh modal besar dan teknologi tinggi. Tingkat keberhasilan kurang dari 50 persen.
Harga minyak yang anjlok lebih dari 100 dollar AS per barrel menjadi saat ini sekitar 50 dollar AS per barrel, bahkan awal 2016 sempat kurang dari 30 dollar AS, memberi pukulan berat bagi industri hulu minyak dan gas bumi. Belum ada kabar baik sektor energi di Indonesia. Sejumlah hal yang disebut-sebut sebagai kemajuan masih perlu pembuktian. Mengutip salah satu pernyataan pengamat energi, Indonesia berada di ambang krisis energi, tetapi kesadaran krisisnya rendah.
Soal ketahanan energi, beberapa usaha sudah dilakukan pemerintah dan PT Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang bertanggung jawab dalam hal pengadaan energi, khususnya minyak dan gas bumi di Indonesia. Pemerintah sudah menerbitkan sejumlah kebijakan, salah satunya yang cuktip populer adalah kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM). Upaya membangun kilang baru lewat penugasan kepada Pertamina sudah dilakukan. Begitu pula peningkatan kapasitas dan kompleksitas kilang sudah dilakukan.
Saat ini, konsumsi BBM nasional sekitar 1,6 juta barrel per hari. Kemampuan memproduksi BBM hanya sekitar 800.000 barrel per hari sehingga sisanya didapat dari impor. Pertamina berkomitmen menaikkan kapasitas kilangnya sehingga dapat memproduksi BBM menjadi 2 juta barrel per hari pada selambatnya 2025. Artinya, Indonesia pada masa mendatang tak perlu lagi impor BBM, cukup minyak mentahnya saja. Bagaimana dengan gas bumi? Dibandingkan dengan minyak yang tidak pernah mencapai target dalam beberapa tahun terakhir, produksi gas siap jual masih lebih baik.
Data dari SKK Migas per 30 November 2016, target 6,4 miliar kaki kubik per hari (BCFD) berhasil dicapai 6,6 BCFD. Bagan untuk kebutuhan domestik dibandingkan untuk ekspor juga lebih besar, yaitu 55 persen berbanding 45 persen. Namun, apabila melihat lagi bahasan soal ketahanan energi, program diversifikasi dan konversi yang melibatkan gas bumi boleh dikata jalan di tempat. Niat pemerintah memperluas program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilogram di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara, bagus.
Model pendistribusian tertutup saat ini masih sebatas uji Coba di Tarakan, Kalimantan Utara. Wacana model ini sudah diulang sejak bertahun-tahun lalu, tetapi realisasinya lamban. Kasus pencampuran elpiji akibat disparitas harga gas subsidi dengan nonsubsidi yang lebar sudah kerap terjadi. Artinya, sekitar Rp 200 triliun subsidi untuk elpiji 3 kilogram ini sejak 2009 sampai 2016 sering bocor alias tak tepat sasaran, Diversifikasi , Senasib dengan konversi, kebijakan diversifikasi energi dalam hal pemakaian gas untuk transportasi juga belum ada kemajuan berarti.
Kebijakan ini sejatinya baik, yaitu mengurangi ketergantungan minyak dan menggantinya dengan gas untuk bahan bakar kendaraan. Data dari Asosiasi Perusahaan CNG (gas alam terkompresi) Indonesia, dari 8 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di DKI Jakarta, hanya 2 stasiun yang bertahan. Sisanya tak berlanjut lantaran penjualan gas untuk kendaraan tidak ekonomis, di samping angka permintaannya rendah. Pertamina bahkan menyƩbut saat ini ada 33 SPBG yang sudah dibangun, tetapi belum bisa dioperasikan lantaran terganjal sejumlah hal, yaitu masalah perizinan.
Lesunya program ini bisa dilihat dari data ReforMiner Institute. Pada 2000, tercatat ada sekitar 3.000 kendaraan berbahan bakar gas. Angkanya merosot tajam menjadi sekitar 300 unit saja pada 2012. Pada akhimya, sektor ini memang perlu kesungguhan melaksanakan kebijakan yang sudah disusun. Pata jalan sudah ada, dokumen perencanaan sudah bertumpuk-tumpuk, kebijakan pendukung sudah berulang-ulang kali lahir, tinggal konsistensi pelaksanaannya saja, Yang tak kalah penting adalah faktor kepemimpinannya. Jangan lupa, pengembangan energi terbarukan tetap harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Kelak, energi fosil pasti bakal habis dan kita akan tergagap-gagap apabila energi terbarukan jalan di tempat.
Kompas, Page-20, Tuesday, Dec, 27,2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment