google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Mengurai Dana Pemulihan Lingkungan - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, December 5, 2016

Mengurai Dana Pemulihan Lingkungan


    Dalam sembilan tahun ke depan yaitu hingga 2025, ada 35 blok minyak dan gas bumi yang masa kontraknya berakhir. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), beberapa kontrak kerja sama pengelolaan wilayah kerja mulai dari Aceh hingga Papua akan segera berakhir. Misalnya Blok B, North Sumatera Offshore (NSO) di Aceh akan berakhir pada 2018. Blok Salawati di Papua akan berakhir masa kontraknya pada 2020. Wilayah kerja kakap seperti Blok Rokan yang dikelola oleh Chevron akan berakhir pada 2021.

    Persoalan masa habis kontrak tidak saja soal masa transisi agar produksi migas bisa terjaga. Namun, masih terdapat persoalan lain yang harus diselesaikan yakni penanggung dana pemulihan lingkungan pasca operasi atau abandonment and site restoration (ASR). Adapun, ASR mencakup beberapa kegiatan seperti pembongkaran anjungan lepas pantai, penutupan sumur secara permanen hingga pengembalian fungsi lahan. Padahal, kontrak kerja sama terdahulu tak menyebut kewajiban untuk melakukan kegiatan pascaoperasi tersebut.

    Meskipun secara moral, bila perusahaan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG), akan disisihkan dana pencadangan untuk pemulihan lingkungan. Namun, bila hanya menjaminkan moral masing-masing perusahaan terhadap tanggung jawabnya atas lahan pascaoperasi maka tidak semua perusahaan memiliki kesadaran soal lingkungan. Pasalnya, kegiatan pemulihan lingkungan dilakukan berdasarkan inisiatif bukan suatu kewajiban sebelum meninggalkan wilayah kerja mereka.

    Penyisihan dana ASR bagi kontrak kerja sama yang ditandatangani di pertengahan 1990, tak disebut sebagai kewajiban. Dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani setelahnya, baru terdapat kewajiban terkait ASR. Pemerintah baru mengatur penyisihan dana ASR pada rekening bersama pemerintah dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan menjadikannya salah satu biaya yang bisa dikembalikan melalui pengembalian biaya operasi atau cost recovery dalam Peraturan Pemerintah No.79/2010.

    Sebagai contoh, pada Blok Offshore North West Java ketika beralih operator dari BP ke PT Pertamina Hulu Energi, akhirnya kontraktor baru yang harus menanggung beban dana pemulihan lingkungan tersebut. Kini, Pertamina menolak untuk menanggung dana ASR atas Blok East Kalimantan yang telah dikembalikan Chevron kepada pemerintah pada awal 2016. Dengan demikian, penanggung jawab dana ASR tak bisa begitu saja diserahkan kepada kontraktor sebelumnya maupun operator baru. Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan, pemerintah tak bisa menunjuk secara kaku siapa yang harus menanggung beban dana ASR.

    Penunjukkan bisa menimbulkan konflik bila terdapat pihak yang tak sepakat. Pada Waktu penagihan yang singkat, kontraktor tak memiliki cukup uang untuk menunaikan kewajiban menyetor dana pemulihan Iingkungan. Terlebih, bila pada wilayah kerja tersebut terdapat ribuan sumur atau banyak fasilitas yang harus di non-aktifkan secara permanen. Umumnya, kontraktor memiliki beberapa sumur yang dinonaktifkan sementara karena masih potensial, tetapi belum memenuhi skala ekonomi bila dikembangkan.

    Penutupan secara menyeluruh semua sumur, harus didasarkan pada data apakah sumur tersebut tak lagi menyimpan cadangan yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. Di sisi lain, kontraktor saat ini (existing) tak memiliki kewajiban untuk menyetor dana ASR karena tak disebut dalam kontrak kerja sama sehingga mewajibkan penyetoran dana lingkungan bertentangan dengan kontrak kerja sama. Bagi kontraktor baru, pembebanan dana ASR secara penuh akan menurunkan skala ekonomi pengembangan wilayah kerja tersebut. Biaya operasi dan investasi di wilayah kerja tersebut bisa melambung karena umumnya untuk mengembangkan wilayah kerja yang sudah beroperasi 30 tahun atau 50 tahun membutuhkan komitmen.

    Butuh upaya yang lebih besar seperti penggunaan teknologi enhanced oil recovery (EOR), metode peningkatan cadangan minyak, guna menambah produksi. Dengan begitu, mungkin saja tak akan ada kontraktor baru yang melirik wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya karena dibebankan dana ASR yang membuat pengembangan tak sesuai skala ekonomi. Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, persoalan ASR untuk beberapa wilayah kerja yang akan beralih operatornya seperti Blok East Kalimantan dan Blok Mahakam masih dalam pembahasan terkait penyetoran dana pemulihan lingkungan.

     Adapun, Blok Mahakam berakhir masa kontraknya pada 2017 dan Blok East Kalimantan berakhir pada 2018. Sedang dibicarakan gimana caranya, gimana scheme-nya,” kata Wakil Komisaris Utama Pertamina itu. Bila mengacu pada Peraturan Menteri No. 15/2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja yang Habis Masa Kontraknya, terdapat masa pembahasan terkait transisi juga penanggung jawab ASR karena kontraktor bisa mengajukan perpanjang kontrak paling cepat 10 tahun atau paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir. Seharusnya, nasib wilayah kerja yang akan berakhir kontraknya bisa ditetapkan pada masa di antara 10 tahun itu.

     Pasalnya, dua tahun waktu yang terlalu singkat untuk membicarakan transisi juga penanggung jawab dana ASR kendati pemerintah memiliki batas penentuan nasib wilayah kerja tersebut paling lambat satu tahun sebelum kontrak habis. Masih tersisa tiga hingga sembilan tahun bagi pemerintah untuk membicarakan penyetoran dana pemulihan lingkungan kegiatan operasi migas bagi kontrak yang berakhir pada 2019 hingga 2025. Baik kontraktor lama maupun baru tidak perlu ribut mengenai penanggung jawab dana pemulihan lingkungan ketika kontrak berakhir.

IN ENGLISH

Unravel Environmental Restoration Fund


    In the next nine years, namely until 2025, there are 35 oil and gas blocks which his contract expires. Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), some cooperation contract management working area from Aceh to Papua will soon be over. For example Block B, North Sumatra Offshore (NSO) in Aceh will end in 2018. Salawati block in Papua contract will expire in 2020. The working area of ​​the snapper as Rokan Block managed by Chevron will end in 2021.

    The issue of the expiration of the contract is not only a matter of a transition period so that oil and gas production can be maintained. However, there are other issues that must be resolved that the party fund environmental restoration postoperative or abandonment and site restoration (ASR). Meanwhile, the ASR includes several activities such as demolition of offshore platforms, well closing permanently until restoration of the land. In fact, the cooperation contract does not mention the prior obligation to conduct the post-operative.

    Although morally, when companies implement good corporate governance or good corporate governance (GCG), will be set aside reserve funds for environmental restoration. However, if only a moral ensure each company against its responsibilities for land postoperative then not all companies have the awareness of environmental concerns. Because the environmental restoration activities carried out by the initiative is not an obligation before leaving their work area.

    ASR sinking fund for the cooperation contract signed in mid-1990, was called as a liability. In cooperation contract signed after that, there are new obligations related to ASR. The new government set aside funds in a joint account ASR government and contractor cooperation contract (PSC) and making it one of the costs that can be returned through the return of the operating costs or cost recovery in Government Regulation No.79 / 2010.

    For example, in the Offshore North West Java when switching operator of BP to PT Pertamina Hulu Energi, the new contractor must ultimately bear the burden of the environmental restoration fund. Now, Pertamina refused to bear the ASR funds on Block East Kalimantan Chevron has been returned to the government in early 2016. Thus, the responsible funding ASR can not just handed to the previous contractor and the new operator. IPA Executive Director Marjolijn Wajong said the government could not appoint rigidly who should bear the burden of funding ASR.

    The appointment could lead to conflict if there are parties who do not agree. On the billing short time, the contractor does not have enough money to fulfill the obligation to deposit funds Iingkungan recovery. Moreover, if the working areas there are thousands of wells, or a lot of facilities that should be disabled permanently. Generally, the contractor has several wells are temporarily disabled because it still has potential, but do not meet the economies of scale when it is developed.

    Closure thoroughly all the wells, should be based on the data whether the well is no longer keep sufficient reserves uneconomical to develop. On the other hand, the current contractors (existing) do not have an obligation to deposit the funds ASR is not mentioned in the contract for the cooperation so require depositing funds contrary to the environmental cooperation contract. For the new contractor, ASR full load fund would reduce the economies of scale of the development of the working area. Operating costs and investment in working areas could soar due mainly to develop the working area that has been in operation 30 years or 50 years requires commitment.

    Need for greater efforts such as the use of technology enhanced oil recovery (EOR), methods of increasing oil reserves, in order to increase production. By doing so, it is possible there will be no new contractor who glanced at the work area will be out of contract since the fund charged ASR makes no corresponding development of economies of scale. Earlier, Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar said, ASR problem for some areas of work that will switch the operator as Block East Kalimantan and the Mahakam block is still under discussion related to depositing funds environmental restoration.

    Meanwhile, the Mahakam block contract expired in 2017 and Block East Kalimantan ended in 2018. While talking about how to do, how about scheme, "said Deputy Commissioner of Pertamina. When referring to the Ministerial Decree No. 15/2015 on the Management of Working Expiration contract, there is a discussion related to the transition period was also responsible ASR because the contractor can submit renew the contract sooner than 10 years, or no later than two years before the contract expires. Supposedly, the fate of the working area and expiring contract could be set in the period between 10 years.

    Because the two-year period is too short to discuss the transition is also responsible ASR fund although the government has a limit of self-determination of the working area no later than one year before the contract runs out. The remaining three to nine years for the government to talk about depositing funds environmental restoration activities for the oil and gas operations contract that expires in 2019 until 2025. Both the old and new contractors do not have to fuss about the person in charge of environmental restoration funds when the contract expires.

Bisnis Indonesia, Page-30, Monday, Dec,5,2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel