Thursday, December 8, 2016
Pemberian Privilege untuk Untuk Pertamina Tak Langgar Konstitusi
Pemberian keistimewaan (privilege) kepada PT Pertamina khususnya di sektor hulu minyak dan gas bumi nasional tidak menyalahi konstitusi, karena perusahaan adalah badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi sebagai representasi negara. Apalagi dominasi pengelolaan hulu migas oleh Pertamina sebagai national oil company (NOC) saat ini masih rendah dibandingkan dengan NOC negara lain “Akan lebih bagus dalam revisi UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pertamina diberikan semua privilege, tapi tidak menjadikannya sebagai regulator,” ujar Anggota Komisi VII DPR Satya Yudha. Saat ini, porsi Pertamina sekitar 20%, sementara negara lain seperti Brazil 81%,Aljazair 78%, Norwegia 58%, dan Malaysia 47%.
Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 36 Tahun 2012, terdapat 14 pasal UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang inkonstitusional. Pertamina tidak berperan sebagai tuan di negara sendiri, sebagaimana berlaku bagi NOC negara lain yang porsi produksi domestiknya besar karena dominasi pengelolaan hulu migas oleh perseroan cukup rendah. Berlakunya UU No 22 Tahun 2001 membuat hak eksklusif BUMN mengelola migas dalam UU No 44 Prp/1960 dan UU No 8/ 1971 hilang. Pengelolaan migas beralih kepada kontraktor asing melalui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang Sekarang berganti nama menjadi SKK Migas.
Menurut Satya pentingnya memberikan keistimewaan kepada Pertamina sebagai NOC sehingga ke depannya Pertamina menjadi punya nilai lebih daripada saat ini. Contoh privilese yang diberikan antara lain setiap kontrak yang akan habis (expired) Pertamina diberikan first right of refusal. Bisa juga semua blok-blok yang bagus dibelikan ke Pertamina, sementara sisanya baru diberikan kepada kontraktor bagi hasil (production sharing contract/PSC) dengan yang lain.“Banyak cara untuk menjadikan Pertamina besar,” katanya. DPR menurut Satya masih mendiskusikan revisi UU Migas. Salah satu klausul yang dimasukkan dalam revisi UU Migas adalah soal tata kelola sektor hulu migas. “Ada kelompok yang menginginkan Pertamina seperti Zaman dulu, operator sekaligus regulator. Kalau ini terjadi, kasihan Pertamina-nya,” kata Satya.
Anggota Dewan Energi Nasional Syamsir Abduh mendukung agar revisi UU Migas nanti dapat memperkuat posisi Pertamina sebagai NOC dan menjadikan Pertamina sebagai representasi negara dalarn penguasaan dan pengusahaan migas sehingga fungsi dan kewenangan SKK Migas diserahkan ke Pertamina. “Percepatan penyelesaian RUU Migas akan memberi solusi komprehensif untuk menjawab persoalan migas dari hulu ke hilir dalam upaya mendukung kedaulatan energi,” ujarnya. Menurut Syamsir, peraturan pengganti UU (perpu) dapat menjadi solusi atas kedudukan SKK Migas yang belum jelas, bahkan berpotensi ilegal dan tentunya bisa membahayakan kelangsungan pengelolaan migas di tanah air.
Dalam Revisi UU Migas, Pertamina diusulkan menggantikan SKK Migas menjadi regulator, pengawas dan operator kegiatan usaha hulu migas di Tanah Air. Kewenangan perumusan kebijakan dan strategi tetap berada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Perubahan kelembagaan SKK Migas dinilai lebih sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Sementara itu, mantan annggota Tim Refomasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi sebelumnya mengatakan revisi UU Migas harus memberikan privilege kepada Pertamina.
Keistimewaan yang diberikan kepada Pertamina itu meliputi pemberian hak utama dalam penawaran lahan migas yang baru (new black offered), hak utama untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract), dan hak utama untuk mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract).
IN ENGLISH
Granting Privilege for Pertamina Not To Violate Constitution
Granting privileges to PT Pertamina, especially in the upstream sector of the oil and of natural gas does not violate the constitution, because the company is state-owned enterprises in the energy sector is integrated as a representation of the state. Moreover, the dominance of the management of upstream oil and gas by Pertamina as the national oil company (NOC) is still low compared with the NOCs of other countries "would be great in the revision of Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas initiated by the House of Representatives (DPR), Pertamina given all privileges, but did not make it as a regulator, "said House Commission VII member Satya Yudha. Currently, Pertamina portion of approximately 20%, while other countries such as Brazil 81%, Algeria 78%, Norway 58%, and Malaysia 47%.
Corresponding decision of the Constitutional Court (MK) No. 36 of 2012, there are 14 chapters of Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas unconstitutional. Pertamina does not act as a master in his own country, as applicable to the NOC other countries large portion of domestic production due to the dominance of upstream oil and gas by the company's management is quite low. The enactment of Law No. 22 of 2001 made the exclusive right to manage state-owned enterprises in the oil and gas Law No. 44 Prp / 1960 and Law No. 8/1971 missing. Oil and gas management is transferred to foreign contractors through the Executive Agency for Upstream Oil and Gas (BP Migas) is now renamed SKK Migas.
According to Satya importance privileges for Pertamina as the NOC so that the front Pertamina to have more value than it currently is. Examples of privileges granted include any contracts that will expire (expired) Pertamina is given first right of refusal. Can also all the good blocks bought to Pertamina, while the remainder is given to the contractor for the results (production sharing contract / PSC) with the others. "There are many ways to make a big Pertamina," he said. DPR according to Satya still discussing a revision of the Oil and Gas Law. One of the clauses included in the revision of oil and gas law is a matter of governance of the upstream oil and gas sector. "There is a group that wants Pertamina like the old days, operator and regulator. If this happens, Pertamina sorry for her, "says Satya.
National Energy Board Member Abduh Siregar support that the revision of oil and gas law can strengthen their future Pertamina as the NOC and make Pertamina as a state representation dalarn mastery and exploitation of oil and gas so that the functions and authority of SKK Migas submitted to Pertamina. "Accelerating the completion of oil and gas bill will provide a comprehensive solution to address the issue of oil and gas from upstream to downstream in an effort to support energy sovereignty," he said. According to Siregar, regulation in lieu of law (perpu) can be a solution to SKK Migas position is not yet clear, and even potentially illegal and certainly could jeopardize the management of oil and gas in the country.
In the revised Law on Oil and Gas, Pertamina proposed replacing SKK Migas as a regulator, supervisor and operator upstream oil and gas activities in the country. The authority of the formulation of policies and strategies remain in the Ministry of Energy and Mineral Resources. Institutional change SKK Migas assessed more in line with the mandate of the 1945 Constitution and the Constitutional Court's decision. Meanwhile, former annggota Governance Reform Team Migas Fahmy Radhi said earlier revision of oil and gas law should give privilege to Pertamina.
Privileges granted to Pertamina include major entitlement in the offer of new oil and gas fields (new black offered), the primary right to acquire a participation interest (existing contract), and the primary right to manage land whose contract has expired (expiring contract).
Investor Daily, Page-9,Tuesday, Dec,6,2016
Kuli Google Adsense, Admob, Android Developer, ternak tuyul online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment