Petrochemical Integrated Gas Fields

    Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) IGN Wiratmaja say, gas field development still faces many challenges. From the upstream side as a gas pipeline infrastructure or regasification facilities are not ready. On the downstream side, he said, yet many buyers are ready to absorb gas. According to him, the government encourages the gas can be utilized to enhance the petrochemical industry. This is in accordance with the plan in the Ministry of Industry to make an industrial area in Bintuni Bay, Papua.

    The government plans to build a methanol plant with a capacity of 1 million tonnes worth US $ 900 million. The plant produced the final product such as polyethylene and polypropylene, which is still imported about 50% of total demand in the country. The government is promoting the use of integrated petrochemical complex. He admits, be some commercial factors often become barriers to the development of domestic gas.

    Approval of the field development plan (plan of development / PoD) an oil and gas field will take some time due to commercial factors that constrained because it is difficult to get prospective buyers. not finished. As a development plan or PoD l Block Kasuri, Papua, which until now could not be approved by the Minister for buyers that are not ready to absorb gas from oil and gas blocks operated by Genting Oil Kasuri Pte Ltd.

    Chief Spokesman Special Unit of Upstream Oil and Gas (SKK Migas) Taslim Z. Yunus said Kasuri Block is still looking for potential buyers of gas. Previously, SKK Migas will give you the option of exchange or swap between Kasuri and gas from Tangguh Train lll. However, it failed to do because of a petrochemical plant to be built by PT Pupuk Indonesia completed in 2022 or later than scheduled Kasuri first gas production in 2019.

    He mentioned, there are other options that gas buyers Ferrostaal that will be used for petrochemical raw materials and hire a floating gas liquefaction facilities. With a selling price of US $ 6 per MMBtu, he said, there has been no commitment from the buyer. As a result, approval Kasuri Block PoD I can not be completed in this year. "Buyers [gas] wrote unclear. He estimates, POD 1 Kasuri approved by the Minister of Energy and Mineral lgnasius Jonan January 2017. Kasuri Block is projected to produce 285 MMSCFD gas from the investment of US $ 900 million. Masela are still facing problems.

    In another development, the Coordinating Minister for maritime Luhut Binsar Pandjaitan said, from several points into the discussion, there are two things that have not been agreed between Inpex and the government to develop the Abadi field, Masela in Maluku. According to him, the demand for replacement operator ten-year contract term that has been used to study the construction of refineries Floating Liquefied Natural Gas / FLNG as well as increase the production capacity of 7.5 million tonnes per annum / mtpa to 9.5 mtpa is still under discussion. "Regarding Masela, they [Inpex] asked for 10 years, but we see a realistic figure is seven years.

    In addition, the related costs incurred during the study period FLNG worth US $ 1.2 billion, according to Luhut, they may be returned through cost recovery. However, he cited the return would not be in accordance with the proposed nominal having to go through the audit process first. "Regarding cost recovery they requested US $ 1.2 billion, subject to audit our responsibility. We need fairness also about it.

    Jonan lgnasius Minister of Energy and Mineral Resources said it has provided answers on several points proposed Inpex project will be run in accordance with the economies of scale. According to the former Minister of Transportation, the government has insisted that not all the points you want Inpex be granted. Some of the points that is expected to create economies of scale projects are on the increase in production capacity from 7.5 mtpa to 9.5 mtpa, suspension of the contract for ten years has been used to conduct a study for an offshore plant.

    Inpex also requested the ratio of return on investment (internal rate of return / IRR) of 15%, return on operating costs since the contract was signed in 1998, help accelerate the licensing process so that the project is progressing on schedule.

IN INDONESIAN

Lapangan Gas Terintegrasi Petrokimia

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja mengatakan, pengembangan lapangan gas masih menghadapi berbagai tantangan. Dari sisi hulu seperti infrastruktur pipa gas atau fasilitas regasifikasi belum siap. Di sisi hilir, lanjutnya, belum banyak pembeli yang siap menyerap gas. Menurutnya, pemerintah mendorong agar gas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan industri petrokimia. Hal tersebut sesuai dengan rencana di Kementerian Perindustrian untuk membuat kawasan industri di Teluk Bintuni, Papua.

     Pemerintah berencana membangun pabrik metanol dengan kapasitas 1 juta ton senilai US$ 900  juta. Pabrik tersebut memproduksi produk akhir seperti polietilena dan polipropilena yang saat ini masih diimpor sekitar 50% dari total kebutuhan di Tanah Air. Pemerintah sedang mendorong pemanfaatan untuk komplek petrokimia terintegrasi. Dia mengakui, beberap faktor komersial kerap menjadi hambatan pengembangan gas di dalam negeri.

    Persetujuan rencana pengembangan lapangan (plan of development/PoD) suatu lapangan minyak dan gas bumi pun membutuhkan waktu lama karena faktor komersial yang terkendala karena sulit mendapatkan calon pembeli. belum terselesaikan. Seperti rencana pengembangan atau PoD l Blok Kasuri, Papua yang hingga saat ini belum bisa disetujui oleh Menteri ESDM karena belum memperoleh pembeli yang siap menyerap gas dari blok migas yang di operasikan oleh Genting Oil Kasuri Pte  Ltd.

    Kepala Juru Bicara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Taslim Z. Yunus mengatakan, Blok Kasuri hingga saat ini masih mencari calon pembeli gas. Sebelumnya, SKK Migas akan memberikan opsi tukar atau swap antara gas dari Kasuri dan Tangguh Train lll. Namun, hal itu urung dilakukan karena pabrik petrokimia yang akan dibangun oleh PT Pupuk Indonesia rampung 2022 atau lebih lambat dari jadwal produksi gas pertama Kasuri pada 2019.

    Dia menyebut, ada opsi lain pembeli gas yakni Ferrostaal yang akan digunakan untuk bahan baku petrokimia dan menyewa fasilitas pencairan gas terapung. Dengan harga jual US$ 6 per MMBtu, dia menuturkan, belum terdapat komitmen dari pembeli. Alhasil, persetujuan PoD I Blok Kasuri belum bisa dirampungkan pada tahun ini. “Pembeli [gas] aja belum jelas. Dia memperkirakan, POD 1 Kasuri mendapat persetujuan Menteri ESDM lgnasius Jonan pada Januari 2017. Blok Kasuri diproyeksikan akan menghasilkan gas 285 MMscfd dari investasi senilai US$ 900 juta.  Blok Masela juga masih menghadapi persoalan.

    Dalam perkembangan lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dari beberapa poin yang menjadi pembahasan, masih terdapat dua hal yang belum disepakati antara Inpex dan pemerintah untuk mengembangkan Lapangan Abadi, Masela di Maluku. Menurutnya, permintaan operator untuk penggantian masa kontrak sepuluh tahun yang telah digunakan untuk melakukan kajian pembangunan kilang Floating Liquefied Natural Gas/FLNG serta menambah kapasitas produksi dari 7,5 million ton per annum/mtpa menjadi 9,5 mtpa masih dalam pembahasan. “Mengenai Masela, mereka [Inpex] minta 10 tahun, tetapi kami melihat angka realistis adalah tujuh tahun.

     Selain itu, terkait biaya yang telah dikeluarkan selama masa kajian FLNG senilai US$1,2 miliar, menurut Luhut, masih mungkin dikembalikan melalui cost recovery. Namun, dia menyebut pengembalian tak akan sesuai dengan nominal yang diajukan karena harus melalui proses audit terlebih dahulu. “Mengenai cost recovery yang mereka minta US$ 1,2 miliar, kami jawab subyek kepada audit. Kami harus fairness juga mengenai hal itu.

    Menteri ESDM lgnasius Jonan mengatakan, pihaknya telah memberikan jawaban terkait beberapa poin yang diusulkan Inpex agar proyek bisa berjalan sesuai dengan skala keekonomian. Menurut mantan Menteri Perhubungan itu, pemerintah telah menegaskan bahwa tidak semua poin yang diinginkan Inpex dapat dikabulkan. Beberapa poin yang diharapkan bisa membuat proyek berjalan sesuai skala ekonomi yakni peningkatan kapasitas produksi dari 7,5 mtpa menjadi 9,5 mtpa, penangguhan masa kontrak selama sepuluh tahun yang telah digunakan untuk melakukan kajian pembangunan kilang terapung.

     Inpex juga meminta rasio pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) sebesar 15%, pengembalian biaya operasi sejak masa kontrak diteken pada 1998, bantuan percepatan proses perizinan agar proyek berjalan sesuai jadwal.

Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Dec, 27,2016