google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 As Soon As Upstream Investment - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, January 30, 2017

As Soon As Upstream Investment



The government began enforcing a scheme of production sharing contracts (PSC) based gross gross production (gross split) for exploration and production in the upstream oil and gas in 2017 which replaced the previous revenue sharing models, namely the return costs (cost recovery). When the costs incurred models investor returns completely replaced the government, the system prompted investors for gross proceeds to finance the entire investment in the upstream EP.

The magnitude of gross revenue share split no refund. The level of government and investor determined a number of changes, the price of oil and gas wells Territory, carbon dioxide and sulfur since it determines the quality of the oil, the use of local content, up to the production stage. The government imposed, the first split in the gross system contract extension block of the Offshore North West Java (ONWJ).

PT Pertamina Hulu Energi ONWJ got all of the shares after the contract term joint activities implemented it runs out in Januari, 18, 2017. The Government also submitted eight other oil and gas blocks to Pertamina so out of contract this year and next year. The goal, a big boost oil and gas production in the national production. However, the biggest challenge and fundamental in establishing national energy security is to find new oil wells in the country.

Domestic oil production continues to fall, while the need arose. Currently, only half of those needs met from domestic oil production is currently at around 800,000 barrels. Indonesia is slowly replacing the decline in oil and gas production. Between 2012 and 2016, reserve replacement was only slightly above 20 percent. On the other hand, the data show WoodMackenzie consultant, the time required for exploration and production in Indonesia is getting old. If in 1970 only occasionally of five years, in the 2000s to a range of 13-15 years. Therefore, investments in new wells upstream in the immediate urge to do

In global markets, the improvement in crude oil prices in 2017 to an average of around 60 dollars per barrel for Brent crude last year following an OPEC agreement to limit production, making global investment in upstream EP increased 3 percent this year. WoodMackenzie estimate the value of 450 billion US dollars. However, investment shifted from a mega project to project that surely soon produced. The project in North America in the form of shale oil and gas with more efficient technology. Investors avoid risky and expensive project. At this time, a potential oil fields in eastern Indonesia there is no supporting infrastructure and in the deep sea.

Government gross change the model PSC be split to cut takes 2-3 years for a permit from exploration to production in SKK Migas. However, the question still remains the same, the new model would attract investors? Conversations with researchers WoodMackenzie and some oil and gas industry shows, the difference between gross split and cost recovery is not too much influence a decision to invest EP

Even more concern is the certainty that assessed the weaknesses Indonesia compared with other countries. Weaknesses include a long bureaucratic, government portion of 71 percent, while in the Asia Pacific average of 67 per cent and 58 per cent of the world, regulation is easy to change, to interest groups in the policy. Research Director Asia Pacific Oil and Gas Upstream Wood Mackenzie Andrew Harwood said, the Indonesian government has done much, including changing the profit-sharing scheme as a model gross split. However, it was not enough. Urgent is to give business certainty, particularly the revision of oil and gas law is still hanging.

IN INDONESIAN

Segerakan Investasi Hulu


Pemerintah mulai memberlakukan skema kontrak bagi hasil (PSC) kotor berdasarkan produksi bruto (gross split) untuk eksplorasi dan produksi di hulu migas pada tahun 2017 yang menggantikan model bagi hasil sebelumnya, yaitu pengembalian biaya (cost recovery). Bila pada model pengembalian biaya yang dikeluarkan investor sepenuhnya diganti pemerintah, pada sistem bagi hasil bruto investor diminta membiayai seluruh investasi EP di hulu.

Besaran bagi hasil gross split tidak ada pengembalian biaya. Bagian pemerintah dan investor ditentukan sejumlah perubahan, antara   harga migas, Wilayah sumur, kandungan karbon dioksida dan sulfur karena menentukan kualitas minyak, pemakaian konten lokal, hingga tahapan produksi. Pemerintah memberlakukan, sistem gross split pertama pada kontrak perpanjangan blok Offshore North West Java (ONWJ).

PT Pertamina Hulu Energi ONWJ mendapat seluruh saham setelah masa kontrak kegiatan yang dilaksanakan patungan itu habis pada 18 .Ianuari 2017. Pemerintah juga menyerahkan delapan blok migas lain kepada Pertamina begitu habis masa kontraknya tahun ini dan tahun depan. Tujuannya, meningkatkan besar produksi migas dalam produksi nasional. Meski demikian, tantangan terbesar dan mendasar dalam membangun ketahanan energi nasional adalah menemukan sumur-sumur minyak baru di dalam negeri.

Produksi minyak dalam negeri terus turun, sementara kebutuhan meningkat. Saat ini, hanya separuh kebutuhan tersebut dipenuhi dari dalam negeri dengan produksi minyak saat ini pada kisaran 800.000 barel. Indonesia terhitung lambat mengganti penurunan produksi migas. Antara tahun 2012 dan 2016, penggantian cadangan hanya sedikit di atas 20 persen. Pada sisi lain, data konsultan WoodMackenzie memperlihatkan, waktu yang dibutuhkan untuk eksplorasi hingga produksi di Indonesia semakin lama. Bila pada tahun 1970-an hanya kadang dari lima tahun, pada tahun 2000-an menjadi berkisar 13-15 tahun. Oleh karena itu, investasi sumur baru di hulu mendesak segera di lakukan

Pada pasar global, membaiknya harga minyak mentah 2017 menjadi rata-rata sekitar 60 dollar AS per barrel untuk jenis Brent menyusul kesepakatan OPEC tahun lalu untuk membatasi produksi, membuat investasi global dalam EP di hulu meningkat 3 persen tahun ini. WoodMackenzie memperkirakan nilainya 450 miliar dollar AS. Namun, investasi bergeser dari megaproyek ke proyek yang pasti segera menghasilkan. Proyek tersebut ada di Amerika Utara berupa minyak dan gas serpih dengan teknologi yang semakin efisien. Investor menghindari proyek berisiko tinggi dan mahal. Saat ini, ladang minyak potensial Indonesia ada di timur yang minim infrastruktur dan di laut dalam.

Pemerintah mengubah model PSC menjadi gross split untuk memotong waktu 2-3 tahun untuk pengurusan izin mulai dari eksplorasi hingga produksi di SKK Migas. Namun, pertanyaan masih tetap sama, akankah model baru itu menarik investor? Percakapan dengan peneliti WoodMackenzie dan beberapa pelaku industri migas memperlihatkan, perbedaan antara gross split dan cost recovery tidak terlalu banyak memengaruhi keputusan melakukan investasi EP

Yang lebih menjadi perhatian adalah kepastian berusaha yang dinilai menjadi kelemahan Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Kelemahan itu antara lain birokrasi panjang, porsi pemerintah 71 persen, sementara di Asia Pasifik rata-rata 67 persen dan dunia 58 persen, peraturan yang mudah berubah, hingga kepentingan kelompok dalam kebijakan. Direktur Riset Asia Pasifik Hulu Migas Wood Mackenzie Andrew Harwood mengatakan, Pemerintah Indonesia sudah berbuat banyak, termasuk mengubah skema bagi hasil menjadi model gross split. Namun, hal itu tidak cukup. Yang mendesak adalah memberi kepastian berusaha, terutama revisi Undang-Undang Migas yang masih menggantung.

 Kompas, Page-17, Monday, Jan, 30, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel