google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Don't Dissolved Euphoria Moment - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, February 27, 2017

Don't Dissolved Euphoria Moment



Arguably, the central government is executing its target for economic equality, especially for oil and gas producing regions of the earth. A blessing in the form of the release of Decree No. 37/2016.

In the regulation mentions participation shares (participating interest) on oil and gas blocks in certain areas by 10% shall be given to local owned enterprises (BUMN). No doubt, there has been a complaint from the region in the form of payment relief participation rights. The complaint was eventually heard and answered by such a regulation.

Enterprises are allowed to put the burden on the shoulders first operator of the block. Only when the working area is starting to produce oil and gas, the area can enjoy a little results. The trick, they (enterprises) can menyicil the load becomes longer though his time in the year when the results are plucked directly used to pay debts.

Producing region may have just celebrated the acquisition of 10% participation share it. However, do not forget that the result of the shareholding participation can not be regarded as a money shock. Spirit of the government to equalize the stalled economy is not limited to the ownership rights of participation. The area should be able to use these funds to build a strategic sector that directly influence local economic growth and encouraged.

In any case each work area have expiration respectively. That is, oil and gas in the bowels of the earth that could have stopped flowing at any time and stop getting income areas. Therefore, the area must be able to prepare not only for a good condition but also in even the worst conditions.

National Coordinator of Publish What You Pay (PYWP) Indonesia, Maryati Abdullah said the area which became the oil and gas production activities should take advantage of the circumstances when rolling in revenue. He said, although the area got a revenue-sharing (DBH) oil and gas sector is big enough, the problem of poverty can not be resolved. The key, Local Government establish the endowment fund derived from oil and gas revenues.

The funds are used to prepare the area when the working area in the region stopped producing oil and gas. The reason, of indicators of oil and gas producing local governments do not look like a human development index up to the poverty level.

"The capacity of regional spending it can not necessarily accept the peak production (peak production) with a revenue windfall (high income). He could have the option of endowment fund (endowment). Want saving alone or invested, "he said.

Chairman of the Association of Oil and Gas Producing Regions Faroek Awang said it was preparing enterprises to absorb a 10% participating interest on three areas of work that will be out of contract. The third block is the Central Block, Block East Kalimantan and Sanga-Sanga.

Inaugural occasion, said Awang who also served as governor of East Kalimantan, to absorb the participation shares 10% over the Mahakam block in East Kalimantan through public enterprises Migas PT Mandiri Pratama. "Already. This [BUMD his] Gas Mandiri Pratama for the Mahakam block, "he said.

According to him, the enterprises will continue programs to use the downstream sector as an example for the electricity sector, energy needs for households and industry. He did not deny the ability of oil and gas fields of energy supply will continue to decline. Therefore, it utilizes earnings and other sectors, such as oil palm.

"Revenue-sharing, reduced equalization funds. We tried out the oil and gas and coal development of new renewable energy, the development of the palm oil industry and so on corresponding potential of the region, "he said.

Suyoto Bojonegoro Regent said it had made preparations towards increased production Banyu Urip, Cepu in order not to face problems from both the technical and social aspects. From the aspect of the budget, it also has been preparing for when the additional production does not match the targets set. Meanwhile, in 2017 estimated that the allocation of funds for results (DBH) Bojonegoro oil received Rp 900 billion.

Learning of DBH in 2016, the realization and the target is not suitable for the production of peak Banyu Urip retreat and plan the end of 2015 and deterioration "in oil prices.

As a result, of the Rp 1.1 trillion, the realization of DBH is only about Rp 700 billion. He said he was already preparing for what activities should be suspended when the targeted smaller reception realization.

Meanwhile, ExxonMobil Cepu Limited as operator has a 45% share in Banyu Urip, PT Pertamina EP Cepu has 45%, as well as four regional-owned enterprises, namely PT Blora Patragas Hulu 2.18%, PT Petrogas Jatim
Top Cendana 2.24%, PT Asri Dharma Sejahtera 4.48% and PT Sarana Patra Hulu Cepu has 1.09%.

He also estimates that the new participation shares payment to be completed around 7 years since production first began. "This year, from Rp 1.1 trillion, just him [realized] Rp 700 billion. Do not just look at the plan, budget elasticity that we have got. "

He also is preparing a regulation to establish the endowment fund. Thus, profits and ownership participation also revenue sharing funds could be set aside to prepare the area when no longer receive the benefits of oil and gas. "We are also preparing a Local Regulation for the endowment so that our children can feel the results of the oil and gas sector," he said.

IN INDONESIAN

Jangan Terlarut Euforia Sesaat


Boleh dibilang, pemerintah pusat kini mengeksekusi targetnya untuk pemerataan ekonomi khususnya bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi. Berkah itu berupa keluarnya Peraturan Menteri No. 37/2016.

Dalam regulasi itu menyebutkan saham partisipasi (participating interest) atas blok migas di daerah tertentu sebesar 10% wajib diberikan kepada badan usaha milik daerah (BUMD). Tidak dipungkiri, selama ini ada keluhan dari daerah penghasil yakni berupa keringanan pembayaran hak partisipasi. Keluhan itu akhirnya didengar dan terjawab melalui beleid tersebut.

BUMD diperbolehkan menaruh bebannya terlebih dahulu di pundak operator blok tersebut. Barulah ketika wilayah kerja tersebut mulai menghasilkan migas, daerah bisa menikmati sedikit hasilnya. Caranya, mereka (BUMD) bisa menyicil beban tersebut meskipun masanya menjadi lebih panjang bila di tahun tersebut hasil yang dipetik langsung digunakan untuk membayar utang.

Daerah penghasil boleh saja merayakan perolehan saham partisipasi sebesar 10% itu. Namun, jangan lupa bahwa hasil dari kepemilikan saham partisipasi tak bisa dianggap sebagai uang kaget. Semangat pemerintah untuk memeratakan perekonomian tidak terhenti sebatas pada kepemilikan hak partisipasi. Daerah harus bisa memanfaatkan dana tersebut untuk membangun sektor strategis yang berpengaruh langsung terhadap terdorongnya pertumbuhan ekonomi daerah. 

Bagaimana pun juga setiap wilayah kerja memiliki masa kadaluarsanya masing-masing. Artinya, minyak dan gas yang di dalam perut bumi itu bisa saja berhenti mengalir sewaktu-waktu dan daerah berhenti mendapat pemasukan. Oleh karena itu, daerah harus bisa mempersiapkan diri tidak saja untuk kondisi baik tapi juga pada kondisi terburuk sekalipun. 

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PYWP) Indonesia, Maryati Abdullah mengatakan daerah yang menjadi tempat kegiatan produksi migas harus memanfaatkan keadaan ketika bergelimang pendapatan. Dia menyebut, meskipun daerah mendapat dana bagi hasil (DBH) sektor migas yang cukup besar, masalah kemiskinan belum bisa terselesaikan. Kuncinya, Pemerintah Daerah membentuk dana abadi yang diambil dari pendapatan sektor migas.

Dana tersebut digunakan untuk mempersiapkan daerah jika wilayah kerja di daerahnya berhenti menghasilkan migas. Pasalnya, indikator capaian pemerintah daerah penghasil migas belum terlihat seperti indeks pembangunan manusia hingga tingkat kemiskinan.

“Kapasitas belanja daerah itu tidak bisa serta merta menerima peak production (produksi puncak) dengan revenue windfall (pendapatan tinggi). Dia bisa punya pilihan untuk endowment fund (dana abadi). Mau nabung saja atau di investasikan," katanya.

Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas Awang Faroek mengatakan pihaknya sedang menyiapkan BUMD untuk menyerap hak partisipasi 10% atas tiga wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya. Ketiga blok itu adalah Blok Tengah, Blok East Kalimantan dan Blok Sanga-Sanga.

Kesempatan perdananya, ujar Awang yang juga menjabat sebagai gubernur Kalimantan Timur itu, untuk menyerap saham partisipasi 10% atas Blok Mahakam melalui BUMD Kalimantan Timur yakni PT Migas Mandiri Pratama. “Sudah. Ini [BUMD-nya] Migas Mandiri Pratama untuk Blok Mahakam," katanya.

Menurutnya, BUMD itu akan meneruskan program-program pemanfaatan ke sektor hilir sebagai contoh untuk sektor ketenagalistrikan, pemenuhan energi bagi rumah tangga dan industri.  Dia tak memungkiri kemampuan lapangan migas menyediakan energi akan terus menurun. Oleh karena itu, pihaknya memanfaatkan pendapatan dan sektor lainnya, seperti kelapa sawit.

“Dana bagi hasil, dana perimbangan berkurang. Kita berusaha di luar migas dan batubara pengembangan energi baru terbarukan, pengembangan industri kelapa sawit dan sebagainya sesuai potensi daerah," katanya.

Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan pihaknya telah melakukan persiapan menuju penambahan produksi Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu agar tidak menghadapi masalah baik dari aspek teknis dan sosial. Dari aspek anggaran, pihaknya pun telah mempersiapkan bila penambahan produksi tidak sesuai target yang ditetapkan. Adapun, pada 2017 diperkirakan alokasi dana bagi hasil (DBH) migas yang diterima Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 900 miliar.

     Belajar dari DBH pada 2016, realisasi dan target tidak sesuai karena produksi puncak Banyu Urip mundur dan rencana yakni akhir 2015 serta merosotnya" harga minyak.

     Akibatnya, dari pagu Rp 1,1 triliun, realisasi DBH hanya sekitar Rp 700 miliar. Pihaknya pun telah mempersiapkan kegiatan apa saja yang harus ditunda bila penerimaan yang ditarget lebih kecil realisasinya. 

Adapun, ExxonMobil Cepu Limited sebagai operator memiliki 45% saham Lapangan Banyu Urip, PT Pertamina EP Cepu Memiliki 45%, serta empat Badan Usaha Milik Daerah, yaitu PT Blora Patragas Hulu 2,18%, PT Petrogas Jatim
Utama Cendana 2,24%, PT Asri Darma Sejahtera 4,48% dan PT Sarana Patra Hulu Cepu memiliki 1,09%.

Dia pun memperkirakan pembayaran saham partisipasi baru bisa selesai sekitar 7 tahun sejak produksi pertama dimulai. “Tahun ini, dari Rp 1,1 triliun, tahunya cuma [terealisasi] Rp 700 miliar.  Jangan cuma lihat rencananya, kekenyalan anggaran itu harus kita punya."

Dia pun sedang mempersiapkan beleid untuk membentuk dana abadi. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dan kepemilikan saham partisipasi juga dana bagi hasil bisa disisihkan untuk mempersiapkan daerah ketika tidak lagi menerima manfaat migas. “Kami juga sedang siapkan Peraturan Daerah untuk dana abadi agar anak-cucu kita bisa merasakan hasil dari sektor migas,” katanya.

Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Feb, 21, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel