CEPU BLOCK LIFTING PROBLEMS
Commission VII of the House of Representatives suggested that ExxonMobil Cepu Ltd., contractor Cepu, using two pipe production to ensure oil distribution process to the handover point is not constrained. Banyu Urip is supporting the production of the Cepu Block cooperation contract signed on September 17, 2005.
The block dioperatori ExxonMobil Cepu Limited with 45% ownership participation rights, PT Pertamina EP Cepu 45%, and the remaining 10% controlled by four regionally owned enterprises (enterprises) in Central Java and East Java, the location of the operation. Deputy Commission VII Satya W Yudha said, for approximately one week, oil production from Banyu Urip down from 200,000 barrels per day (bpd) to 50,000 bpd.
The decline in production from the working area which accounts for about 22% of the production is ready to sell or national oil lifting was due to weather factors which do not allow for the removal of oil in storage facilities and load flow float (floating storage and offloading) Crow Rimang. It led to lowered production by 50,000 bpd to prevent excess load on the storage facility. Reflecting on the experience, it was suggested that the contractor uses two pipe production ended in two different lifting points to anticipate problems in the field.
Another suggested pipe production that used the pipeline pumping oil to the FSO Love Natomas previously used when production at the Banyu Urip still using the initial production facility (early production facility / EPF). But since the central processing facility (central processing facility / CPF) operates, the oil flowed into FSO Crow Rimang. "We do not recommend using only one production pipeline facilities, there should be two that can reduce the risk," he said.
Vice President of Public and Govemment Affair ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto recognize the decline in production is done to prevent the fullness of the tank. Because the bad weather and high waves did not allow lifting.
"Last week for a couple of days we could not lifting of FSO Crow Rimang because of bad weather and big waves so that tankers can not approach her." However, Erwin said since Sunday (5/2), Banyu Urip production has returned to normal. Meanwhile, in recent days are being conducted test production from 185,000 bpd to 100,000 bpd to ensure the working wells and production facilities.
According to him, the ability of the production facility still suitable if production is increased. In anticipation of lifting constraints, it will use the tankers with larger capacity so that a higher production capacity can be accommodated despite not coupled FSO. Meanwhile, Crow FSO Rimang moored offshore Tuban, East Java, it has a capacity of 1.7 million.
IN INDONESIAN
Exxon Diminta Pakai 2 Pipa Produksi
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat menyarankan agar ExxonMobil Cepu Ltd., kontraktor Blok Cepu, menggunakan dua pipa produksi untuk memastikan proses penyaluran minyak ke titik serah tidak terkendala. Lapangan Banyu Urip merupakan penopang produksi dari Blok Cepu yang ditandatangani kontrak kerja samanya pada 17 September 2005.
Blok tersebut dioperatori ExxonMobil Cepu Limited dengan kepemilikan hak partisipasi 45%, PT Pertamina EP Cepu 45 %, dan sisanya 10 % dikuasai empat badan usaha milik daerah (BUMD) Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menjadi lokasi operasi. Wakil Komisi VII DPR satya W Yudha mengatakan, selama kurang lebih sepekan, produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip turun dari 200.000 barel per hari (bph) menjadi 50.000 bph.
Penurunan produksi dari wilayah kerja yang menyumbang sekitar 22% produksi siap jual atau lifting minyak nasional itu terjadi karena faktor cuaca yang tak memungkinkan untuk dilakukan pengangkatan minyak di fasilitas penyimpanan dan alir muat terapung (floating storage and offloading) Gagak Rimang. Hal itu menyebabkan produksi diturunkan menjadi 50.000 bph untuk mencegah kelebihan muat di fasilitas penyimpanan. Berkaca dari pengalaman tersebut, pihaknya menyarankan agar kontraktor menggunakan dua pipa produksi yang berakhir pada dua titik lifting berbeda untuk mengantisipasi masalah di lapangan.
Pipa produksi lain yang disarankan agar dimanfaatkan yakni pipa yang mengalirkan minyak ke FSO Cinta Natomas yang sebelumnya digunakan ketika produksi di Banyu Urip masih menggunakan fasilitas produksi awal (early production facility/EPF). Namun sejak fasilitas pemrosesan pusat (central processing facility/CPF) beroperasi, minyak dialirkan ke FSO Gagak Rimang. “Sebaiknya jangan hanya menggunakan satu fasilitas pipa produksi, sebaiknya ada dua sehingga bisa mengurangi risiko,” ujarnya.
Vice President Public and Government Affair ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto mengakui penurunan produksi dilakukan untuk mencegah kepenuhan tangki. Pasalnya, buruknya cuaca dan tingginya ombak tidak memungkinkan dilakukannya lifting.
“Minggu lalu untuk beberapa hari kami tidak bisa lifting dari FSO Gagak Rimang karena cuaca jelek dan ombak besar sehingga tanker-nya tidak bisa merapat." Namun, Erwin menyebut sejak Minggu (5/2) , produksi Banyu Urip telah kembali normal. Adapun, dalam beberapa hari belakangan sedang dilakukan tes produksi dari 185.000 bph ke 100.000 bph untuk memastikan kerja sumur dan fasilitas produksi.
Menurutnya, kemampuan fasilitas produksi masih sesuai jika produksi dinaikkan. Untuk mengantisipasi kendala lifting, pihaknya akan menggunakan tanker dengan kapasitas lebih besar sehingga produksi yang lebih tinggi bisa tertampung kendati kapasitas FSO tidak ditambah. Adapun, FSO Gagak Rimang yang ditambatkan di lepas pantai Tuban, Jawa Timur itu memiliki kapasitas 1,7 juta.
Bisnis Indonesia, Page-30, Thursday, Feb, 16, 2017
No comments:
Post a Comment