Indonesia needs investment of up to US $ 70-80 billion to build an integrated gas infrastructure. The infrastructure development is required in order to meets the domestic energy needs growing 4-5% per year. Chairman of Indonesia Gas Society as well Acting Director of PT Pertamina Yenni Andayani say, increase in energy demand driven by growing middle class population and gross domestic product.
Indonesia's energy needs growth rates of 4-5% is higher than the global trend. "About 15% of energy needs will be supplied with gas, while the rest is supplied by petroleum, coal, and others," he said in the opening of the 2017 International Indonesia Indo Gas Gas Conference & Exhibition in Jakarta, Tuesday (7/2).
According to him, the role of natural gas for Indonesia's economic future will be quite significant. This was triggered by growing demand from PT PLN to Pnoyek 35 Thousand Megawatt (MW) and six Pertamina refinery project. In addition, growth will also be supported by additional capacity fertilizer plant and the transport sector. With the high demand for gas, the next challenge is how to meet the request from upstream to downstream. On the upstream side, Indonesia requires new investments in order to explore and develop new sources of gas.
On the downstream side, Indonesia must build infrastructure to drain gas supply to the end consumer. "To build gas infrastructure thoroughly Indonesia require new investments around US $ 70-80 billion," said Yenny. Count investing is a long-term need about 30 years.
Infrastructure development is confirmed not merely meet the needs of domestic gas. This step is necessary so that Indonesia is able to compete with other countries to become an investment destination. This requires the coordination of all stakeholders, incentives, competitive prices, and the investment climate in the country is good. "So an investment of $ 70-80 billion, also means creating thousands of jobs, fueling the growth of the industry, and also spur the growth of the GDP of Indonesia," he explained.
Pertamina as the pioneers of gas and LNG business on a global scale, has made efforts to develop gas infrastructure in the entire gas value chain. Pertamina continuously develop upstream gas, build gas infrastructure such as pipelines and LNG regasification facilities, and has secured LNG supply from within and outside the country. "Pertamina is ready to become an agent to stimulate the growth of infrastructure and consumption of gas in Indonesia," said Yenny.
Indonesia is a country with a fairly abundant gas resources. Since the 1970s, has become one of Pertamina LNG exporter in the world and is involved in the construction of infrastructure such as LNG world class LNG facilities in Arun, Bontang, and Donggi Senoro. In addition, Pertamina also has a network of gas transmission and distribution pipelines, as well as a large gas fields include the Mahakam block and Corridor.
Gas Sales
Pertamina signed a purchase agreement for the supply of gas filling stations Fuel Gas (SPBGs) and Domestic Gas Networks government assignment in London. The gas supply comes from fields suppliers, namely Chevron Indonesia Company with a volume of 1.5 MMSCFD in force until 2018. The agreement was signed by Pertamina Gas Natural VP, and VP Commercial Wiko Migantoro Chevron Indonesia John White and witnessed by Vice Minister Arcandra Tahar ,
From the supply, 1 MMSCFD reserved for SPBGs Mother Station Rapak Balikpapan and 0.5 MMSCFD intended for domestic gas network in Balikpapan. There are around 3,849 household connections that will get gas supply from the network operated by PT Pertagas Commerce.
IN INDONESIAN
Membangun Infrastruktur Gas, Indonesia Perlu US$ 70-80 M
Indonesia butuh investasi hingga US$ 70-80 miliar untuk membangun infrastruktur gas secara terintegrasi. Pembangunan infrastruktur diperlukan guna memenuni kebutuhan energi dalam negeri yang tumbuh 4-5% per tahun. Chairman Indonesia Gas Society sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pertamina Yenni Andayani mengatakan, peningkatan kebutuhan energi didorong oleh pertumbuhan populasi kelas menengah dan produk domestik bruto.
Angka perturnbuhan kebutuhan energi Indonesia 4-5% ini lebih tinggi dibanding tren global. “Sekitar 15% kebutuhan energi tersebut dipasok dengan gas, sedangkan sisanya dipasok dengan minyak bumi, batubara, dan lainnya,” kata dia dalam pembukaan Indo Gas 2017 International Indonesia Gas Conference & Exhibition di Jakarta, Selasa (7/ 2).
Menurutnya, peran gas alam untuk ekonomi Indonesia ke depan akan cukup signifikan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan permintaan dari PT PLN untuk Pnoyek 35 Ribu Megawatt (MW) dan enam proyek kilang Pertamina. Selain itu, pertumbuhan juga akan didukung oleh penambahan kapasitas pabrik pupuk dan sektor transportasi. Dengan tingginya kebutuhan gas, tantangan selanjutnya adalah bagaimana memenuhi permintaan tersebut dari hulu ke hilir. Di sisi hulu, Indonesia membutuhkan investasi baru guna mengeksplorasi dan mengembangkan sumber-sumber gas baru.
Di sisi hilir, Indonesia harus membangun infrastruktur gas untuk mengalirkan pasokan hingga konsumen akhir. “Untuk membangun infrastruktur gas secara menyeluruh Indonesia memerlukan investasi baru sekitar USS 70-80 miliar,” tutur Yenny. Hitungan investasi itu merupakan kebutuhan jangka panjang sekitar 30 tahun.
Pembangunan infrastruktur ditegaskan bukan semata-mata memenuhi kebutuhan gas domestik. Langkah ini diperlukan agar Indonesia mampu berkompetisi dengan negara lain untuk menjadi negara tujuan investasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi seluruh stakeholder, insentif, harga yang kompetitif, dan iklim investasi dalam negeri yang baik. “Jadi investasi USS 70-80 miliar tersebut juga berarti menciptakan ribuan lapangan kerja, memicu pertumbuhan industri, dan juga memacu pertumbuhan GDP Indonesia,” jelasnya.
Pertamina sebagai pioner bisnis gas dan LNG dalam skala global, telah melakukan upaya pengembangan infrastruktur gas di seluruh mata rantai bisnis gas. Pertamina secara terus menerus melakukan pengembangan gas hulu, membangun infrastruktur gas berupa pipa dan fasilitas regasifikasi LNG, serta telah mengamankan pasokan LNG dari dalam dan luar negeri. “Pertamina siap menjadi agen untuk memacu pertumbuhan infrastruktur dan konsumsi gas di Indonesia,” kata Yenny.
Indonesia merupakan negara dengan sumber gas yang cukup berlimpah. Sejak tahun 1970an, Pertamina telah menjadi salah satu exporter LNG di dunia dan terlibat dalam pembangunan infrastruktur LNG yang berkelas dunia seperti fasilitas LNG di Arun, Bontang, dan Donggi Senoro. Disamping itu, Pertamina juga telah memiliki jaringan pipa gas transmisi dan distribusi, serta lapangan-lapangan gas besar antara lain Blok Mahakam dan Corridor.
Jual Beli Gas
Pertamina menandatangani perjanjian jual beli gas untuk pasokan Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) dan Jaringan Gas Rumah Tangga penugasan pemerintah di Balikpapan. Pasokan gas bersumber dari lapangan-lapangan pemasok, yaitu Chevron Indonesia Company dengan volume sebesar 1,5 MMSCFD yang berlaku hingga 2018. Penandatanganan dilakukan oleh VP Natural Gas Pertamina, Wiko Migantoro dan VP Commercial Chevron Indonesia John White dan disaksikan oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Dari pasokan tersebut, 1 MMSCFD diperuntukkan bagi SPBG Mother Station Rapak Balikpapan dan 0,5 MMSCFD diperuntukkan bagi jaringan gas rumah tangga di Balikpapan. Ada sekitar 3.849 sambungan rumah tangga yang akan mendapatkan pasokan gas dari jaringan yang dioperasikan oleh PT Pertagas Niaga.
Investor Daily, Page-9, Wednesday, 8, Feb, 2017
No comments:
Post a Comment