google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Gas Prices and Supply Constraints into Industrial Development Zone - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Tuesday, February 14, 2017

Gas Prices and Supply Constraints into Industrial Development Zone



A number of issues constrain the development of industrial areas, especially those residing outside Java. One is the price of gas is still expensive and the availability of electricity supply is not adequate. As stated in a Focus Group Event Discus $ ion (FGD) held Committee on Economic and Industry (KEIN) themed to Achieve Industrial Development Zone Industry Development in Island Affairs Java, Jakarta, Thursday (9/2).

Head of the Special Economic Zone Management Board Sei Mangke Rinaldi revealed that the average price of gas to be purchased offender Sei Mangke industry averaged US $ 12.76 per mmbtu. "Price High gas becomes a problem when we would bring investors to Sei Mangke. We're hard to convince them to enter. Gas prices of course high production costs to be high, "said Rinaldi.

He said although the government is lowering the price of gas for industry, particularly in North Sumatra, reaching approximately US $ 9 per mmbtu, the fact that prices are still high on the field. "If the fuel can only be applied one price throughout Indonesia, as well as electricity tariffs, why this
is not applied also on the price of gas. In Batam alone costs reached US $
6's per mmbtu, "he said.

Earlier, Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja said that the government lower the price of gas for industry players to US $ 9.95 per million British thermal units (MMBTU) started February 1, 2017.

The decline in gas prices one of which is obtained from changes in the gas source, the beginning of the regasification of liquefied natural gas / LNG into gas field in North Sumatra and Aceh. Therefore, the entire gas industry comes from the gas pipeline, while gas for electricity generation from LNG regasification.

According Wiratmaja, the plan to reduce gas prices for industrial North Sumatra has actually been rolling since 2015 ago. Wiratmaja explained, the length of the realization of this gas reductions because originally it was waiting for the regulation 40/2016 concerning the price of natural gas for certain industries.

However, it turns out North Sumatra industry did not receive a recommendation gas reductions by such a regulation. "That (initial plan) using the Presidential Decree 40/2016, but its recommendations can not be. So we try from the side of the Ministry of Energy, he said.

The government has also issued Ministerial Regulation of Energy Mineral Resources (EMR) EMR No. 40 of 2016 on Price Gas For Specific Industries. The existence of this rule to lower gas prices in effect from January 1, 2017 for the three types of industry that is the petrochemical industry, fertilizer industry and the steel industry, to around US $ 6 per MMBTU.

According to Rinaldi, investors need clarity and certainty. Because The provision had no impact on the pitch. he even reveals that investors are willing to build the pipeline itself and given the right to import gas to meet their needs.

Another experienced Bantaeng South Sulawesi who are building many smelters. Of the plan 7 smelter to be built, a new two smelters that get the assurance of power supply, while the other 5 is unclear; "It's like getting in a thicket. How could we invite investors, while the infrastructure is just not there, "said the representative Bantaeng.

In response, the Deputy Chairman of the Economic Committee and the National Industrial (KEIN) Arif Budimanta reveals are still many challenges to be addressed in the development of industrial zones, at least six challenges the institutional problems and the apparatus, details of the structure of incentives, infrastructure support, market access and domestic internationally, the issue of land, and labor issues.

Given the importance of the existence of an industrial park as an instrument of economic growth and equitable development outside Java, then these challenges should be taken seriously by the government.

Various problems in the field and some of the entries as well as complaints from industry players is expected to be scheduled to be summarized and formulated to be submitted to the government KEIN.

IN INDONESIAN

Harga Gas dan Pasokan menjadi Kendala Pengembangan Kawasan Industri


Sejumlah masalah menjadi kendala pengembangan kawasan industri, khususnya yang berada di luar Pulau Jawa. Salah satunya adalah harga gas yang masih mahal serta ketersediaan pasokan listrik yang belum memadai. Demikian terungkap dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) bertema Pengembangan Kawasan Industri untuk Mewujudkan Pembangunan Industri di Luar Pulau Jawa, di Jakarta, Kamis (9/2).

Kepala Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke Rinaldi mengungkapkan bahwa harga gas rata-rata yang harus dibeli pelaku industri di Sei Mangke rata-rata mencapai US$ 12,76 per mmbtu. “Harga gas yang tinggi menjadi kendala saat kami akan mendatangkan investor ke Sei Mangke. Kami sulit meyakinkan mereka untuk masuk. Harga gas yang tinggi tentu saja menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi,” kata Rinaldi.

Dia menyatakan, meski pemerintah menurunkan harga gas untuk industri, khususnya di Sumut, hingga mencapai sekitar US$ 9 per mmbtu, faktanya di lapangan harga masih tinggi. “Kalau BBM saja bisa diterapkan satu harga di seluruh Indonesia, demikian pula tarif listrik, kenapa ini tidak diterapkan juga pada harga gas. Di Batam saja harganya mencapai US$ 6-an per mmbtu,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja menuturkan bahwa pemerintah menurunkan harga gas untuk pelaku industri menjadi US$ 9,95 per juta british thermal unit, (MMBTU) mulai 1 Februari 2017.

Penurunan harga gas salah satunya diperoleh dari perubahan sumber gas, awal dari re-gasifikasi liquefied natural gas/ LNG menjadi lapangan gas di Sumatera Utara dan Aceh. Sehingga, seluruh gas industri berasal dari gas pipa, sementara gas untuk pembangkit listrik dari re-gasifikasi LNG.

Menurut Wiratmaja, rencana menurunkan harga gas untuk industri Sumatera Utara ini sebenarnya telah bergulir sejak 2015 lalu. Wiratmaja menjelaskan, lamanya realisasi penurunan gas ini lantaran awalnya pihaknya menunggu Perpres 40/2016 soal harga gas bumi untuk industri tertentu. 

Namun, ternyata industri Sumatera Utara ini tidak memperoleh rekomendasi penurunan gas berdasarkan beleid tersebut. “Yang itu (rencana awal) menggunakan Peraturan Presiden 40/2016, tetapi rekomendasinya tidak dapat. Jadi kami usahakan dari sisi Kementerian ESDM saja, katanya.

Pemerintah juga sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) ESDM Nomor 40 Tahun 2016 tentang Harga Gas Bumi Untuk Industri Tertentu. Adanya aturan ini untuk menurunkan harga gas yang berlaku mulai 1 Januari 2017 untuk tiga jenis industri yakni industri petrokimia, industri pupuk dan industri baja, menjadi sekitar US$ 6 per MMBTU.

Menurut Rinaldi, investor butuh kejelasan dan kepastian. Pasalnya ketentuan tersebut sama sekali tidak berdampak di lapangan. Dia bahkan mengungkapkan bahwa investor bersedia membangun pipa sendiri dan diberi hak mengimpor gas untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Lain lagi yang dialami Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan yang sedang membangun banyak smelter. Dari rencana 7 smelter yang akan dibangun, baru 2 smelter yang mendapatkan kepastian pasokan listrik, sementara 5 lainnya belum ada kejelasan; “Ini seperti masuk di semak belukar. Bagaimana mungkin kami mengundang investor, sementara infrastruktur-nya saja tidak ada,” ujar perwakilan Bantaeng.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengungkapkan memang masih banyak tantangan yang harus dijawab dalam pengembangan kawasan industri, Setidaknya ada 6 tantangan yakni masalah kelembagaan dan aparatur, rincian struktur insentif, infrastruktur pendukung, akses pasar domestik dan internasional, isu lahan, dan isu ketenagakerjaan.

Mengingat pentingnya keberadaan sebuah kawasan industri sebagai salah satu instrumen pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di luar Jawa, maka hendaknya tantangan tersebut menjadi perhatian serius dari pemerintah.

Berbagai persoalan di lapangan serta beberapa masukan serta keluhan dari para pelaku industri ini rencananya akan rencananya akan dirangkum dan dirumuskan untuk disampaikan KEIN kepada pemerintah. 

Investor Daily, Page-9, Friday, Feb, 10, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel