google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Government & Businessman Not Agree - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Friday, February 10, 2017

Government & Businessman Not Agree


INVESTMENT FEASIBILITY AND GAS

Government gives signal maximum limit oil and gas projects that meet economies of scale if it has a minimum threshold rate of return on capital of 12%.

The economic level of oil and gas field projects will be considered by the government in providing fiscal incentives. Revision of Government Regulation (PP) No.79 / 2010 on Costs and Operating Refundable Income Tax Treatment for Upstream Oil and Gas will be published soon. Based on the revised draft, the government will provide fiscal incentives for oil and gas projects uneconomic: Fiscal incentives will be elaborated in detail in the Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources.

Meanwhile, businesses expect that the return on capital in the upstream oil and gas investment of at least 15%. Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) IGN Wiratmaja Puja said the government will look at the economics of oil and gas fields based on the rates of return on capital (internal rate of return / IRR). From the discussion of the government, Wirat, just mentioned, the economic limits of the field (IRR) is 12%.

From these discussions, a project with an IRR of 12% relatively economical. "It is true IRR, economically it is calculated from the IRR. From discussions around 12%, "he said recently. According to him, after the revision of Government Regulation No. 19/2010 was published, it would issue an EMR regulation that will regulate oil and gas projects that are worthy of fiscal incentives.

Some of the important points in the revision of a regulation that there are additional clauses for tax facilities for the exploration and exploitation of oil and gas. In additional chapters mentioned that the contractor can obtain tax facilities arranged in six new chapters. In exploration, the contractor may be subject to levy duty exemption of goods imported footwear, value addition tax (VAT) and sales tax on luxury goods (GOODS), and his incentives. In addition, the exploration period, the contractor is free of Income Tax Article 22 on the import of goods and reduction of land and building tax (PBB) 100% payable contained in the notice of tax payable (SPPT).

Director of the Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah said the high-risk oil and gas industry. Therefore, he considers that the upstream oil and gas industry has IRR corresponding to the level of project risk.

TWO-DIGIT

     According to him, the IRR in the oil and gas industries typically achieve double digit to match the standard economics of each company. With the condition of oil prices is still recovering, businesses require a minimum of 15% IRR for the project worth the investment and can easily obtain funding. "Standard industry IRR in Indonesia is definitely double digits. Plus the world economic situation has not recovered then to attract funders then IRR should attract attention. I predict the expectations of investors above 15% he said.

     Earlier, the Head of State Revenue Policy Fiscal Policy Office (BKF) Ministry of Finance said Goro Ekanto, tax facilities would not be freely given is equivalent to assume and discharge that ensures the upstream business activities tax is not charged during the contract period runs. According to him, tax facilities will only be given to certain low field economics.

     Tax incentives provided will be given in the exploration and exploitation activities. Taxes borne by the contractor such as income tax, VAT and customs duties will be waived in the particular field. It will be coordinated with the Ministry of Energy as technical ministries know oil and gas fields that are entitled to tax incentives. Meanwhile, the Ministry of Finance will be involved related fiscal incentives given calculation.

IN INDONESIAN

Pemerintah & Pebisnis Belum Sepakat

KELAYAKAN INVESTASI MIGAS

Pemerintah memberikan Sinyal batas maksimal proyek minyak dan gas bumi yang memenuhi skala ekonomi jika memiliki batas minimal tingkat pengembalian modal 12%.

Tingkat keekonomian proyek lapangan migas akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam memberikan insentif fiskal. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi akan segera diterbitkan. Berdasarkan draft revisi, pemerintah akan memberikan insentif fiskal untuk proyek-proyek migas yang tidak ekonomis: Insentif fiskal akan dirinci secara detail dalam Peraturan Menteri ESDM.

Sementara itu, pelaku usaha berharap agar tingkat pengembalian modal dalam investasi hulu migas minimal 15%. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah akan melihat keekonomian lapangan migas berdasarkan angka pengembalian modal (internal rate of return/IRR). Dari diskusi yang dilakukan pemerintah, Wirat,aja menyebutkan, batas keekonomian lapangan (IRR) adalah 12%. 

Dari diskusi tersebut, proyek dengan IRR sebesar 12% tergolong ekonomis. “Memang betul IRR, keekonomian itu dihitung dari IRR. Dari diskusi-diskusi sekitar 12%," katanya belum lama ini. Menurutnya, setelah revisi Peraturan Pemerintah No 19/2010 terbit, pihaknya akan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM yang akan mengatur proyek migas yang pantas mendapatkan insentif fiskal.

Beberapa poin penting dalam revisi beleid tersebut yakni terdapat tambahan pasal yang mengatur fasilitas perpajakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Dalam bab tambahan disebutkan bahwa kontraktor bisa mendapatkan fasilitas perpajakan yang diatur dalam enam pasal baru. Pada kegiatan eksplorasi, kontraktor bisa mendapatkan fasilitas berupa pembebasan pungutan bea masuk alas impor barang, pajak penambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan insentif lalunya. Selain itu, pada masa eksplorasi, kontraktor tidak dipungut PPh Pasal 22 atas impor barang dan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) 100% terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT).

Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan, industri migas berisiko tinggi. Oleh karena itu, dia menganggap bahwa industri hulu migas memiliki IRR yang sesuai dengan tingkat risiko proyek. 

DUA DIGIT

Menurutnya, IRR di industri migas biasanya mencapai dua digit agar sesuai dengan standar keekonomian masing-masing perusahaan. Dengan kondisi harga minyak yang masih belum pulih, pelaku usaha membutuhkan IRR minimal 15% agar proyek layak investasi dan bisa dengan mudah mendapat pendanaan. “Standar IRR di industri Indonesia sudah pasti double digit. Ditambah situasi ekonomi dunia yang belum pulih maka untuk menarik pendana maka IRR-nya harus menarik perhatian. Saya perkirakan harapan investor di atas 15 %  katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto mengatakan, fasilitas perpajakan tak akan diberikan secara bebas setara dengan assume and discharge yang menjamin kegiatan usaha hulu tak dibebankan pajak selama masa kontrak berjalan. Menurutnya, fasilitas perpajakan hanya akan diberikan kepada lapangan tertentu yang rendah keekonomian. 

Fasilitas perpajakan yang diberikan akan diberikan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Pajak-pajak yang ditanggung kontraktor seperti PPh, PPn, dan bea masuk nantinya bisa dibebaskan pada lapangan tertentu. Pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM sebagai kementerian teknis yang mengetahui lapangan migas yang berhak mendapat insentif perpajakan. Sementara itu, Kementerian Keuangan akan terlibat terkait perhitungan insentif fiskal yang diberikan. 

Bisnis Indonesia, Page-30, Monday, Feb, 6, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel