google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 LNG imports Not Required - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Saturday, February 25, 2017

LNG imports Not Required



ELECTRICITY

Imports of liquefied natural gas or liquefied natural gas (LNG) is considered not necessary if exercised in 2019 refers to the rising demand for gas in the country. As is known, the government will open the doors of LNG imports for the electricity sector when the price of LNG regasification terminal level below 11.5% of Indonesian crude oil prices. Meanwhile, the government was preparing a regulation on the price of gas for the industry.

Chief Spokesman Special Unit of Upstream Oil and Gas (SKK Migas) Taslim Z Yunus considers terms of supply, the ability of the gas field in the country is still sufficient to meet the needs of several sectors that require a supply of gas. "The sectors that need a supply of gas, such as industry and electricity. The sector absorbs about 90% of energy, "he said.

The reason, LNG imports will still require other supporting inflastruktur storage and regasification facilities. Meanwhile, the availability in the country that there are only four facilities in Benoa, Bali (PT Generation Java Bali) with a capacity of 50 million cubic feet per day (MMSCFD); in Lampung (owned by PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. with a capacity of 240 MMSCFD.

Furthermore, the facility Arun, Aceh (owned by Pertamina) and West Java (Nusantara Regas) with a capacity of 400 MMSCFD. "Until 2019 is not yet time to import. In terms of regasification still limited. So in the near future if there is no additional regasification, ya can not be imported. "

He added that up to now there are still LNG cargoes that have not absorbed that as many as 28 cargoes of LNG Bontang, East Kalimantan and four cargoes of LNG Tangguh, Papua. Some gas development projects such as Kasuri Field in Papua PTM can not be signed on its development plan because it has not got a buyer. In fact, the plan of the field targeted to produce gas by 235 billion British thermal units per day (BBTUD) in 2019.

Based on data from SKK Migas, there is a gas with a volume of 534 BBTUD of eight work areas that can not be utilized due to the lack of infrastructure. Of gas sales agreement (GSA) any existing only at 1151.06 BBTUD and commitment 1.55233 401.27 BBTUD or still leaves BBTUD gas.

On the same occasion, the Head of the Commercial Division of Oil and Gas Gas SKK Until L Purba said the actual price of LNG in the country is quite cheap. Data from the Ministry of Energy, the price of LNG in the international spot market per MMBtu from Indonesia amounted to US $ 4.64.

The price was lower than Thailand that is $ 5.7; Brazil, at US $ 5.65; India US $ 5.57; Japan and Korea US $ 5.51; and China US $ 5.36. The price is higher than the price of LNG in Malaysia at US $ 4, US $ 2.93 Canada and the United States of US $ 1.89.

He also thinks of LNG imports is not the solution to obtain lower gas prices. Because the end user to touch the LNG must go through the process of shipping, regasification and distribution which requires an additional fee. Therefore, he called LNG imports do not necessarily guarantee that the end consumer can get cheaper gas prices.

IN INDONESIAN

KETENAGA LISTRIKAN

Impor LNG Belum Diperlukan 


Impor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dianggap belum diperlukan meskipun dilakukan pada 2019 mengacu pada naiknya permintaan gas dalam negeri. Seperti diketahui, pemerintah akan membuka pintu impor LNG bagi sektor ketenagalistrikan bila harga LNG di tingkat terminal regasifikasi di bawah 11,5% dari harga minyak mentah Indonesia. Sementara itu, pemerintah pun sedang menyiapkan beleid untuk harga gas bagi industri.

Kepala Juru Bicara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Taslim Z Yunus menganggap segi pasokan, kemampuan lapangan gas dalam negeri masih cukup untuk memenuhi kebutuhan beberapa sektor yang memerlukan pasokan gas. “Sektor yang membutuhkan pasokan gas, seperti industri dan listrik. Sektor itu menyerap sekitar 90% energi itu," katanya.

Alasannya, impor LNG tetap akan membutuhkan inflastruktur penunjang berupa fasilitas penyimpanan dan regasifikasi. Sementara itu, ketersediannya di dalam negeri hanya terdapat empat fasilitas yakni di Benoa, Bali (milik PT Pembangkitan Jawa Bali) berkapasitas 50 juta kaki kubik per hari (MMscfd); di Lampung (milik PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. berkapasitas 240 MMscfd. 

Selanjutnya, fasilitas Arun, Aceh (milik Pertamina) serta di Jawa Barat (milik Nusantara Regas) dengan kapasitas 400 MMscfd. “Hingga 2019 belum waktunya untuk mengimpor. Dari sisi regasifikasi masih terbatas. Jadi dalam waktu dekat kalau belum ada tambahan regasifikasi, ya belum bisa impor.”

Dia menambahkan hingga kini masih terdapat kargo LNG yang belum terserap yakni sebanyak 28 kargo dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan 4 kargo dari Kilang LNG Tangguh, Papua. Beberapa proyek pengembangan gas seperti Lapangan Kasuri di Papua ptm belum bisa diteken rencana pengembangannya karena belum mendapat pembeli. Padahal, rencananya lapangan tersebut ditarget menghasilkan gas sebesar 235 billion british thermal unit per day (BBTUD) pada 2019.

Berdasarkan data SKK Migas, terdapat gas dengan volume 534 BBTUD dari delapan wilayah kerja yang tak bisa dimanfaatkan karena belum adanya infrastruktur. Dari perjanjian jual beli gas (PJBG) existing pun hanya sebesar 1.151,06 BBTUD dan komitmen 1.55233 BBTUD atau masih menyisakan 401,27 BBTUD gas.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Komersial Gas SKK Migas Sampe L Purba mengatakan sebenarnya harga LNG dalam negeri tergolong murah. Dari data Kementerian ESDM, harga LNG di pasar spot internasional per MMBtu dari Indonesia sebesar US$ 4,64.

Harga itu lebih rendah dari Thailand yaitu US$ 5,7; Brasil yakni US$ 5,65; India US$ 5,57; Jepang dan Korea US$ 5,51; serta China US$ 5,36. Harga tersebut memang lebih tinggi dibandingkan dengan harga LNG di Malaysia yakni US$ 4, Kanada US$ 2,93 dan Amerika Serikat US$1,89. 

Dia pun menilai impor LNG bukanlah solusi untuk memeroleh harga gas yang lebih rendah. Karena untuk menyentuh pengguna akhir LNG harus melalui proses pengiriman, regasifikasi dan penyaluran yang membutuhkan biaya tambahan. Oleh karena itu, dia menyebut impor LNG belum tentu memberikan jaminan bahwa konsumen akhir bisa mendapat harga gas yang lebih murah.

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel