The Ministry of Energy will revise Government Regulation No. 35/2005 to adjust the gross scheme split
Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) in the near future will revise the Government Regulation (PP) No. 35/2004 on Upstream Oil and Gas. Revisions were made to adjust the rules gross revenue share split in oil and gas. Revision of the rules it seems to be struggling in Chapter IX of the Utilization of Goods, Services, Technology, and Capability Engineering and Design of the Interior.
Deputy Minister of Energy and Mineral Resources, Arcandra Tahar disclose, in PP 35/2004 was mentioned, if the exploration activities successfully and economically declared the goods imported by the Contractor of Cooperation Contract, or PSC included in cost recovery and the goods will be the property of the state.
Conversely, if the exploration activities otherwise uneconomical, imported goods will also become property of the state for cost recovery. Unfortunately, when the goods are handed over to the country still has to pass a complicated process. up to two to three years, "So when the goods are delivered has become scrap because of unused," said Arcandra, Wednesday (22/2).
Worse, PSC also have to spend money during the process of returning the goods to the country. "It is not commercial in the field, the items are returned to the country, need more money to give it back," he said.
According Arcandra, the truth is, if a company's oil and gas exploration and oil and gas field turned out to not achieve the economic, items already purchased by PSC PSC belong. "When buying also obligatory subject to import duties, it was fair,".
During this time imported goods are not subject to import duties PSC. Arcandra stated, goods which belong to the oil companies, not only can be used in one area of work (WK) but also can be used for further activities in the working area. In contrast to the current rule that goods imported for oil and gas activities should not be used for activities in the next WK. "This is what we want to fix. If you have a loss here, he bought the drilling equipment could be used, useful elsewhere. Do not become the property of the state," he said.
He hoped that these changes will be justice for the state and oil companies. Moreover, the changes will not harm the state. "What's the harm for the country? The state is not spending any money, only if it is returned, which got him (PSC), to pay customs duties. Still, the country may import duties, there is no loss," he said.
The application of the goods returned to the state is no longer relevant. Therefore, the profit-sharing scheme KKKS no longer cost recovery or all production costs, including government procurement replaced. The rule changes will make the PSC efficient in spending on goods that gross revenue share split can be enlarged.
Secretary of the Directorate General of Oil and Gas, Susyanto added, the revision of PP 35/2004 is also done so that bureaucracy is no longer complicated oil and gas activities. Because in addition to changing the rules on imported goods, it will also contain provisions concerning gross split and participating interest (PI) 10% for the producing region in the change of PP 35/2004.
Director of the Indonesian Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah said the policy is positive for upstream oil and gas industry because the government is not burdened with useless items. Oil and gas companies do not achieve commercial in an oil and gas field could also use the goods for other purposes or sold, "It's positive. I think there is no problem," he said.
According to him, the current process is very complicated returns. Though the country is also not necessarily benefit from such goods. "If the item is returned to the investor, it eased the process of administration and investors can use for other purposes
IN INDONESIAN
Impor Alat Migas Harus Bayar Bea Masuk
Kementerian ESDM akan merevisi Peraturan Pemerintah No. 35/2005 untuk menyesuaikan skema gross split
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam waktu dekat akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Revisi dilakukan untuk menyesuaikan aturan gross split dalam bagi hasil migas. Revisi aturan itu nampaknya akan berkutat di BAB IX tentang Pemanfaatan Barang, Jasa, Teknologi, dan Kemampuan Rekayasa dan Rancang Bangun Dalam Negeri.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar membeberkan, dalam PP 35/2004 itu menyebutkan, jika kegiatan eksplorasi berhasil dan dinyatakan ekonomis maka barang yang di impor oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS masuk dalam cost recovery dan barangnya akan menjadi milik negara.
Sebaliknya jika kegiatan eksplorasi dinyatakan tidak ekonomis, barang impor juga akan menjadi milik negara karena cost recovery. Celakanya, ketika barang tersebut diserahkan ke negara masih harus melewati proses rumit. hingga dua sampai tiga tahun, “Sehingga ketika barang diserahkan sudah menjadi rongsokan karena tidak terpakai,” ujar Arcandra, Rabu (22/2).
Lebih parahnya lagi, KKKS pun harus mengeluarkan uang selama proses pengembalian barang ke negara. "Sudah tidak komersial di lapangan, barang dikembalikan ke negara, butuh uang lagi untuk mengembalikannya," ujarnya.
Menurut Arcandra, yang benar adalah, jika sebuah perusahaan migas melakukan eksplorasi dan ternyata lapangan migas tidak mencapai keekonomian, barang yang sudah dibeli oleh KKKS menjadi milik KKKS. "Saat membeli juga wajib dikenai bea masuk, itu yang adil,".
Selama ini barang impor KKKS tidak kena bea masuk. Arcandra menyatakan, barang yang menjadi milik perusahaan migas itu, tidak saja bisa digunakan di satu wilayah kerja (WK) tapi juga bisa digunakan untuk kegiatan di Wilayah kerja selanjutnya. Berbeda dengan aturan saat ini bahwa barang yang di impor untuk kegiatan migas tidak boleh digunakan untuk kegiatan di WK selanjutnya. "Ini yang mau kami perbaiki. Kalau sudah rugi di sini, dia beli peralatan drilling kan bisa digunakan, bermanfaat di tempat lain. Jangan menjadi milik negara," ujarnya.
Dia berharap, perubahan ini maka akan ada keadilan bagi negara dan perusahaan migas. Terlebih lagi perubahan itu tidak akan merugikan negara. "Apa ruginya buat negara? Negara tidak mengeluarkan uang, hanya kalau ini dikembalikan, yang punya dia (KKKS), bayar bea masuk. Tetap saja negara dapat bea masuk, tidak ada yang rugi," katanya.
Penerapan barang dikembalikan ke negara sudah tidak relevan lagi. Sebab, skema bagi hasil KKKS bukan lagi cost recovery atau semua biaya produksi termasuk pengadaan barang diganti pemerintah. Perubahan aturan akan membuat KKKS efesien dalam belanja barang agar bagi hasil gross split bisa membesar.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Susyanto menambahkan, revisi PP 35/2004 ini juga dilakukan agar birokrasi kegiatan migas tidak lagi rumit. Pasalnya selain mengubah aturan mengenai barang impor, pihaknya juga akan memasukan ketentuan mengenai gross split dan participating interest (PI) 10 % untuk daerah penghasil dalam perubahan PP 35/2004.
Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah mengungkapkan, kebijakan tersebut cukup positif bagi pelaku industri hulu migas karena pemerintah tidak terbebani barang yang tidak ada gunanya. Perusahaan migas yang tidak mencapai komersial dalam suatu lapangan migas juga bisa menggunakan barang untuk keperluan lain atau dijual, "lni positif. Saya rasa tak ada masalah," ujarnya.
Menurutnya, saat ini proses pengembalian barang memang sangat rumit. Padahal negara juga belum tentu mendapatkan manfaat dari barang tersebut. "Kalau proses barang dikembalikan ke investor, itu meringankan proses administrasi dan investor bisa gunakan untuk keperluan lain.
Kontan, Page-14, Thursday, Feb, 23, 2017
No comments:
Post a Comment