Reshuffle Pertamina Directors
Improved performance and efficiency measures duet appreciation Soetjipto and Ahmad Bambang Dwi PT Pertamina was not enough to positively appreciated by the Ministry of SOEs. Both are now bouncing because they are not solid.
As a result, a large amount of homework in the body of the government-owned oil company is waiting to be solved by the new skipper. At the general meeting of shareholders (AGM) on Friday (3/2), Pertamina president director Dwi Soetjipto and Vice-President, Ahmad Bambang, dismissed with respect, shareholders also decided to remove the post of vice president. Whereas under their command, the company's net profit reached US $ 2.83 billion by the end of the third quarter of 2016, up 209% compared with the same period in 2015 amounted to US $ 914 million. The sacking of the two inevitably invites the question mark.
Commissioner of Pertamina Mr. Abeng call Pertamina leadership duet turned out to have a negative effect. "Filling several positions at the company's relatively sluggish body. One of them, the empty position of chief executive of its subsidiary, PT Pertamina Gas, ". That position, said Tanri, left empty for about four months since September and the newly appointed replacement Hendra Jaya namely Toto Nugroho, the former boss Petral, a subsidiary of Pertamina in crude oil procurement sector. As another example, related to the decision to call Tanri imports of diesel in January 2017 to 1.2 million barrels as refinery maintenance Balongan impact.
According to him, the decision to import should be done at that time because of the condition of the availability of product supply should be maintained for 20 days. However, the approval of the board's decision, it was not as fast as expected. "Of course we can see from the decision making process is very slow. We can see more clearly the impact after the Deputy Director, "said Tanri. In fact, the commissioners were handed a new structure Pertamina reasons for setting up the company as a leader of state-owned holding oil and gas. After about four months of walking, it is a new problem that made the situation worse.
Vice Chairman of Commission II of the House of Representatives Satya W Yudha assess the decision to add to the post of Deputy Director of actually not appropriate because the company makes ungraceful movement. "The decision to place Deputy Managing Director, hasty decision. And now also eliminated, "he said. He hoped that his successor could put forward the national interests rather than the interests of certain groups. Moreover, Pertamina to bear some homework very much.
HOMEWORK
The position of Managing Director of Pertamina would arguably be one of the leaders of government-owned companies of the busiest because it must be able to reach the ambitious target upstream to downstream in 2025. In the upstream sector, Pertamina's ambition to invest US $ 146 billion which is for the development of the upstream sector US $ 89 billion, renewable energy US $ 14 billion, $ 37 billion processing, and marketing of US $ 6 billion. Until 2025 also, Pertamina president should help the company to reduce imports of fuel oil (BBM) as projected in 2025 consumption figures will rise from the current 1.6 million barrels per day (bpd) to around 2 million bpd over six refinery project.
On the other hand, the new national refinery installed capacity is about 900,000 bpd is supported from the old refineries that requires more care. To maintain security of supply refineries, Pertamina can not just rely on oil and gas production in the country continue to fall. Pertamina is now only contributes about 24% of the national oil and gas production of 820,000 bpd which is derived from the assets of parents who have a sharper decline in production.
Therefore, the company is seeking upstream assets in order to carry crude oil to the country. After mastering the assets in Iraq, Malaysia, Algeria and Gabon and Nigeria from the acquisition of the French company Maurel & Prom, Pertamina is targeting oil and gas fields such as Ab-Teymour and Mansouri in Iran to reach 473,000 barrels of oil equivalent per day (barrel oil equivalent per day / boepd) in 2025.
In the gas sector, the challenge of increasing gas prices and gas consumption should be resolved through the development of infrastructure such as gas pipelines and storage facilities and liquefied natural gas negasifikasi / LNG, including being a leader the state-owned holding oil and gas that will streamline the activities of the gas sector PT Pertamina Gas and PT PGN.
According to Satya, with a number of ambitious targets to be achieved, the leader should come from internal Pertamina. The reason, so that synchronization can run fast and do not result in significant changes to performance. In the AGM, the Board of Commissioners of Pertamina has 30 days to find a replacement Dwi. Tanri said commissioners will thrust the internal name of the company. Currently, Pertamina board positions filled by the Finance Director Arief Budiman appointed in conjunction with the Director of New and Renewable Energy Yenni Andayani, Ahmad Bambang Dwi Soetjipto in Government Jokowi-Jusuf Kalla on October 28, 2014.
In addition, there is a Mega Project Director of Processing and Petrochemical Rachmad Hardadi newly assigned in October 2016. Then, there's upstream director Syamsu Alam, Downstream Director M. Iskandar, Director of Processing Toharso and Director of Human Resources, Information Technology and General Dwi Wahyu Daryoto. "Usually when a search of his from outside Pertamina, the affairs of the shareholders. If from within, we give the vote of the board of commissioners, "said Tanri.
Meanwhile, Yenni Andayani appointed as Acting Managing Director of Pertamina ensure subs position will not affect the performance. According to him, the work plan and budget already established and he believes the directors in their respective lines of business has to know his job
IN INDONESIAN
PEROMBAKAN DIREKSI PERTAMINA
Menanti Nakhoda Baru
Peningkatan kinerja apresiasi dan langkah efisiensi duet Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang di PT Pertamina ternyata tak cukup diapresiasi positif oleh Kementerian BUMN. Keduanya kini terpental karena dianggap tak solid.
Akibatnya, sejumlah pekerjaan rumah besar di tubuh perusahaan minyak milik pemerintah ini menunggu untuk diselesaikan oleh nakhoda yang baru. Pada rapat umum pemegang saham (RUPS), Jumat (3/2), Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto dan Wakil Dirut, Ahmad Bambang, diberhentikan dengan hormat, Pemegang saham juga memutuskan untuk menghapus jabatan wakil direktur utama. Padahal di bawah komando mereka, laba bersih perseroan mencapai US$ 2,83 miliar hingga akhir triwulan III 2016, naik 209% dibandingkan dengan periode yang sama 2015 sebesar US$ 914 juta. Pencopotan keduanya tak pelak mengundang tanda tanya.
Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng menyebut duet pimpinan Pertamina ternyata memiliki efek negatif. “Pengisian beberapa posisi di tubuh perseroan tergolong lamban. Salah satunya, kosongnya posisi direktur utama di anak usahanya yakni PT Pertamina Gas,”. Posisi tersebut, kata Tanri, dibiarkan kosong selama sekitar empat bulan sejak September dan baru dilantik pengganti Hendra Jaya yakni Toto Nugroho, mantan bos Petral, anak usaha Pertamina di sektor pengadaan minyak mentah. Contoh lainnya, Tanri menyebut terkait dengan keputusan impor solar pada Januari 2017 sebanyak 1,2 juta barel sebagai dampak perawatan Kilang Balongan.
Menurutnya, keputusan untuk impor harusnya dilakukan saat itu karena kondisi ketersediaan pasokan produk harus terjaga selama 20 hari. Tetapi, persetujuan alas keputusan itu, ternyata tak secepat yang diharapkan. “Tentu ini kami lihat dari proses pengambilan keputusan yang sangat lamban. Kami bisa lihat lebih jelas lagi dampaknya setelah ada Wakil Direktur Utama,” kata Tanri. Padahal, dewan komisaris yang menyodorkan struktur baru Pertamina dengan alasan untuk menyiapkan perusahaan tersebut sebagai pemimpin holding BUMN migas. Setelah sekitar empat bulan berjalan, justru timbul masalah baru yang memperkeruh situasi.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Satya W Yudha menilai keputusan untuk menambah jabatan Wakil Direktur Utama justru tak tepat karena membuat gerak perseroan tak lincah. “Keputusan menempatkan Wakil Dirut, keputusan gegabah. Dan sekarang juga dihilangkan,” ujarnya. Dia berharap, penggantinya bisa lebih mengedepankan kepentingan nasional dibanding kepentingan golongan tertentu. Terlebih, Pertamina menanggung sejumlah pekerjaan rumah yang sangat banyak.
PEKERJAAN RUMAH
Posisi Dirut Pertamina bisa dibilang akan menjadi salah seorang pemimpin perusahaan milik pemerintah tersibuk karena harus bisa mencapai target ambisius di sektor hulu hingga hilir pada 2025. Di sektor hulu, Pertamina berambisi untuk berinvestasi sebesar US$146 miliar yakni untuk pengembangan sektor hulu US$ 89 miliar, energi baru terbarukan US$ 14 miliar, pengolahan US$ 37 miliar, dan pemasaran US$ 6 miliar. Hingga 2025 pun, dirut Pertamina harus membantu perseroan menekan impor bahan bakar minyak (BBM) karena diproyeksikan pada 2025 angka konsumsi akan naik dari posisi saat ini sebesar 1,6 juta barel per hari (bph) menjadi sekitar 2 juta bph melalui enam proyek kilang.
Di sisi lain, kapasitas terpasang kilang nasional baru sekitar 900.000 bph yang didukung dari kilang-kilang tua yang membutuhkan perawatan lebih. Untuk menjaga kepastian pasokan kilang, Pertamina tak bisa begitu saja mengandalkan produksi migas dalam negeri yang terus turun. Pertamina kini hanya berkontribusi sekitar 24% terhadap produksi migas nasional yakni
820.000 bph yang berasal dari aset-aset tua yang memiliki penurunan produksi lebih tajam.
Oleh karena itu, perseroan mencari aset-aset hulu agar bisa membawa minyak mentah ke Tanah Air. Setelah menguasai aset di Irak, Malaysia, Aljazair, serta Gabon dan Nigeria dari akuisisi perusahaan asal Prancis Maurel & Prom, Pertamina masih mentargetkan lapangan migas lainnya seperti Ab-Teymour dan Mansouri di Iran untuk mencapai 473.000 barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd) pada 2025.
Di sektor gas, tantangan harga gas dan semakin tingginya konsumsi gas harus diselesaikan melalui pembangunan infrastruktur berupa jaringan pipa gas serta fasilitas penyimpanan dan negasifikasi gas alam cair/LNG, termasuk menjadi pemimpin dalam holding BUMN migas yang akan mengefisienkan kegiatan sektor gas PT Pertamina Gas dan PT PGN.
Menurut Satya, dengan sejumlah target ambisius yang akan dicapai, sebaiknya pemimpin Pertamina berasal dari internal. Alasannya, agar sinkronisasi bisa berjalan cepat dan tak mengakibatkan perubahan signifikan terhadap kinerja. Dalam RUPS, Dewan Komisaris Pertamina memiliki waktu 30 hari untuk mencari pengganti Dwi. Tanri menyebutkan dewan komisaris akan menyodorkan nama dari internal perseroan. Saat ini, posisi direksi Pertamina diisi oleh Direktur Keuangan Arief Budiman yang ditunjuk bersamaan dengan Direktur Energi Baru dan Terbarukan Yenni Andayani, Ahmad Bambang dan Dwi Soetjipto di Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di 28 Oktober 2014.
Selain itu, terdapat Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi yang baru saja ditetapkan pada Oktober 2016. Kemudian, terdapat Direktur Hulu Syamsu Alam, Direktur Hilir M. Iskandar, Direktur Pengolahan Toharso dan Direktur Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi dan Umum Dwi Wahyu Daryoto. “Biasanya kalau search-nya dari luar lingkungan Pertamina, urusan pemegang saham. Kalau dari dalam, kami dari dewan komisaris beri penilaian,” kata Tanri.
Adapun, Yenni Andayani yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Dirut Pertamina memastikan pergantian posisi tak akan mempengaruhi kinerja. Menurutnya, rencana kerja dan anggaran perusahaan sudah ditetapkan dan dia meyakini direksi di masing-masing lini usaha telah mengetahui tugasnya
Bisnis Indonesia, Page-1, Saturday, Feb, 3, 2017
No comments:
Post a Comment