The Ministry of Finance (MoF) recognizes the state revenue from oil and gas (oil) decreased significantly in recent years. If earlier the sector was able to contribute more than Rp 300 trillion, today could drop to less than Rp 100 trillion.
Director General of Budget, Ministry of Finance Askolani explain the decline of state revenue from oil and gas drawn from the data of Ministry of Finance 2012-2016 period. In 2012-2014 the oil and gas sector revenue reached Rp 300 trillion. However, in 2016, the contribution of the oil and gas sector is only about Rp 80 trillion to Rp90 trillion.
Due to the oil and gas sector is currently the driver of the national economy, the decline in this sector give great influence to the state government budget (APBN) this country. Askolani add true total revenues in the oil and gas sector in 2012-2014 is not much different from the numbers subsidized fuel oil (BBM) and electricity provided by the government reached Rp350 trillion. When the government does not change in energy in 2015, of the burden of subsidies will erode state budget figures.
"Fortunately in 2015, the government subsidy policy change and electrical energy. If not changed, we are exhausted, "said Askolani, in the event of Economic Challenges, Special Energy Outlook Series on Energy Building, Jakarta
In addressing the decline in oil and gas sector, the Minister of Energy and Mineral Resources Ignatius Jonan found oil and gas industry, from upstream to downstream, rated to make efficiency. "The paradigm must exist adjustments. Now the oil and gas industry is no longer merely to sustain economic growth. The most important thing for the country, to encourage equitable economic growth and increased purchasing power, "said Jonan.
The cost efficiency of operations, said Jonan, is one way that can be done industrialists in the face of world oil prices. The reason, no party can predict oil prices world-awaited rose by businesses. "I want to ask, who set the price of oil and gas? No one could specify. Which can only global market. If not, we can determine the cost efficiency.
IN INDONESIAN
Pendapatan Migas Menyusut Drastis
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas) menurun signifikan beberapa tahun belakangan. Jika sebelumnya sektor itu mampu berkontribusi lebih dari Rp 300 triliun, saat ini bisa anjlok ke bawah Rp 100 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani memaparkan penurunan penerimaan negara dari sektor migas tergambar dari data Kemenkeu periode 2012-2016. Pada 2012-2014 penerimaan sektor migas mencapai Rp 300 triliun. Namun, di 2016, kontribusi dari sektor migas hanya sekitar Rp 80 triliun-Rp90 triliun.
Karena sektor migas sampai Saat ini merupakan pendorong ekonomi nasional, penurunan di sektor ini memberikan pengaruh besar bagi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) negeri ini. Askolani menambahkan sejatinya total penerimaan di sektor migas pada 2012-2014 sudah tidak jauh berbeda dengan angka subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik yang diberikan pemerintah mencapai Rp350 triliun. Ketika pemerintah tidak melakukan perubahan energi di 2015, tentu beban subsidi akan menggerus angka APBN.
“Untungnya pada 2015, pemerintah ubah kebijakan subsidi energi dan listrik. Kalau tidak diubah, habis kita,” ujar Askolani, dalam acara Economic Challenges, Special Energy Outlook Series, di Energy Building, Jakarta
Dalam menyikapi penurunan di sektor migas, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan berpendapat pelaku industri migas, mulai hulu hingga hilir, dinilai harus melakukan efisiensi. “Paradigma harus ada penyesuaian. Sekarang industri migas tidak lagi semata-mata untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Yang paling penting bagi negara, mendorong pertumbuhan ekonomi merata dan daya beli meningkat,” ucap Jonan.
Efisiensi biaya operasional, kata Jonan, ialah salah satu cara yang bisa dilakukan industrialis dalam menghadapi harga minyak dunia. Penyebabnya, tidak ada pihak yang bisa memprediksi harga minyak dunia yang dinanti-nanti
naik oleh pelaku usaha. “Saya mau tanya, harga migas siapa yang tentukan? Tidak ada yang bisa tentukan. Yang bisa hanya market global. Kalau tidak bisa, yang kita bisa tentukan efisiensi biaya.
Media Indonesia, Page-17, Saturday, March, 25, 2017
No comments:
Post a Comment