Substitution Director of PT Pertamina momentum to show the seriousness of the state-owned business enterprise. Do again no deposit political interest or individual is inserted in the working agenda of the new managing director. The skipper Pertamina should focus on making a profit for the sake of filling the state coffers, boost production of oil, sufficient for domestic fuel, to shrink the door imports.
Pertamina CEO this time is also expected to "feel at home" office. Because, in the last 14 years has been seven turns occupying the position. Substitution managing director often occurs along with the passing of the national leadership of the regime. This indicates the strong political content development companies make jam.
Pertamina was hit on the side of the structural and functional. Erosion of the structural side visible from the addition of the position of vice-president in October 2016, which eventually creates a "solar twins". Silliness occurs because the duties and functions of the vice president in tandem with the managing director, though later in the clear position. Plus the government's plan to establish a holding (parent) state-owned enterprises, including Pertamina, which is not necessarily capable of making a sparkling performance of state enterprises.
From the functional side, political interests or individuals seem of oil imports to the procurement project / asset sales that ultimately hurt the company and smelled of corruption. Imports of diesel suddenly in January, for example, forcing Pertamina issued a larger budget because they have to pay a higher price. Attorney General's Office is also investigating allegations of corruption in the procurement of offshore support vessel activities allegedly involving Ahmad Bambang, former Deputy CEO.
There are three candidates vying for the seat vacant Pertamina president director Dwi Sutjipto since removed on February 3 last. They are the former Managing Director of Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin; Pertamina Gas Director who is also executive director of the main tasks, Yenni Andayani; And the Director of Processing and Petrokhnia Pertamina Rachmad Hardadi.
Whoever is elected from among the internally or externally should be aware Pertamina is the only company states that "grasping" the people's livelihood. Therefore, leaders must be professional, assertive, transparent, and focused as the conductor of the rhythm of work in the company that manages the assets of Rp 700 trillion.
Show leadership, immediately complete the friction inside, decide who should occupy a strategic position in the ranks of internal, maximize oil production at six refineries, ensure fuel supply, and doing business expansion in the future.
IN INDONESIAN
Pertamina: Berharap Nakhoda Bersih
Pergantian Direktur Utama PT Pertamina menjadi momentum untuk menunjukkan kesungguhan berbisnis perusahaan pelat merah itu. Jangan lagi ada titipan kepentingan politik atau perorangan yang disisipkan dalam agenda kerja direktur utama yang baru. Nakhoda Pertamina harus fokus meraup untung demi mengisi kas negara, menggenjot produksi minyak, mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri, hingga menyusutkan pintu impor.
CEO Pertamina kali ini juga diharapkan “betah” menjabat. Sebab, dalam 14 tahun terakhir sudah tujuh orang silih berganti menduduki posisi tersebut. Pergantian direktur utama kerap terjadi seiring dengan bergulirnya rezim kepemimpinan nasional. Kondisi ini menunjukkan kentalnya muatan politik yang bikin macet pengembangan perusahaan.
Pertamina dihantam dari sisi struktural maupun fungsional. Penggerogotan dari sisi struktural terlihat dari penambahan posisi Wakil direktur utama pada Oktober 2016, yang akhirnya menciptakan “matahari kembar”. Kekonyolan terjadi karena tugas pokok dan fungsi wakil direktur utama beriringan dengan direktur utama, meski kemudian posisi tersebut di hapus. Ditambah rencana pemerintah membentuk holding (induk) badan usaha milik negara, termasuk Pertamina, yang belum tentu mampu membuat kinerja perusahaan negara berkilau.
Dari sisi fungsional, kepentingan politik ataupun perorangan tampak dari proyek impor minyak hingga pengadaan/penjualan aset yang ujung-ujungnya merugikan perusahaan dan berbau korupsi. Impor solar secara tiba-tiba pada Januari lalu, misalnya,memaksa Pertamina mengeluarkan anggaran lebih besar karena harus membayar dengan harga lebih tinggi. Kejaksaan Agung juga sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan kapal pendukung kegiatan lepas pantai yang diduga melibatkan Ahmad Bambang, bekas Wakil Direktur Utama Pertamina.
Ada tiga kandidat yang bersaing memperebutkan kursi Direktur Utama Pertamina yang kosong sejak Dwi Sutjipto dicopot pada 3 Februari lalu. Mereka adalah mantan Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin; Direktur Gas Pertamina yang juga pelaksana tugas direktur utama, Yenni Andayani; Serta Direktur Pengolahan dan Petrokhnia Pertamina Rachmad Hardadi.
Siapa pun yang terpilih dari kalangan internal ataupun eksternal hendaknya menyadari Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan negara yang “menggenggam” hajat hidup rakyat. Karena itu, pemimpinnya harus profesional, tegas, transparan, dan fokus sebagai dirigen irama kerja di perusahaan yang mengelola aset Rp 700 triliun itu.
Tunjukkan jiwa kepemimpinan, segera tuntaskan friksi di dalam, putuskan siapa yang layak menempati posisi strategis di jajaran internal, maksimalkan produksi minyak di enam kilang, pastikan ketersediaan pasokan bahan bakar, dan lakukan ekspansi bisnis ke depan.
Koran Tempo, Page-11, Friday, March, 3, 2017
No comments:
Post a Comment