google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Price Return Escalates - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Saturday, March 18, 2017

Price Return Escalates



OIL SUPPLY DOWN

Crude oil prices have strengthened in line with the reduced supply from the United States and OPEC. In trading on Thursday (16/3) at 17:55 pm, the price of WTI oil contract in April 2017 was US $ 49.19 per barrel, up 0.7% or 0.34 points. Throughout the year, the price fell 11.37%.

At the close of trading on Wednesday (15/3), the price of heating up 2.39%, or 1.14 points, to US $ 48.86 per barrel. Earlier the price was not passionate in seven consecutive sessions. Barnabas Gan, an economist at Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC) in Singapore, delivering crude oil prices fueled by tightening supply from producer countries. Information on efforts to balance the market is still a major sentiment that drives the price.

US Energy Information Administration (EIA) said on Wednesday (14/3) reported that oil inventories Uncle Sam in the week ended on Friday (10/3) declined 237,000 barrels to 528.39 million barrels. This figure fell from the previous week to reach the highest level since the EIA shall record in August 1982.

Earlier on Friday (3/3), US weekly oil stocks rose for four consecutive weeks. That is, within the volume of supplies is always to break new records. As the same time, the level of US oil production rose 21,000 barrels to the 9.1 million barrels per day (bpd), which is the highest level since February 2016. Previously, in December 2016, the US consistently hold production at the level of 8.7 million bpd.

EIA estimates that US oil production in 2017 reached 9 million bpd, up dati last year amounted to 8.9 million bpd. Meanwhile, in the next year, production increased again towards 9.7 million bpd.

In addition, price data releases supported by OPEC. In a report titled Monthly Oil Market Report (MOMR) in March 2017 on Tuesday (14/3), the organization announced the reduction of production in February 2017.

OPEC production volume in the second month down 139; 500 bpd to 31.95 million bpd, from January 2017 amounted to 32.09 million bpd. That is, the realization of the agreement onganisasi production cuts of 1.2 million bpd to 32.5 million bpd.

In total, OPEC and other crude oil producing countries such as Russia and Oman promised to cut the supply of new crude oil in January-June 2017 amounted to 1.8 million bpd.

"The market remains focused on efforts to balance the volume of supply and demand. Hot, drop in US stocks for the first time in 2017 succeeded in supporting prices. investors certainly expect prices to slowly climb higher, "he said, Thursday (16/3).

Olivier Jakob, analyst at Petromatrix consulting firm, delivered in addition to fundamental factors, crude oil prices rose by a weaker US dollar. Federal Reserve meeting expected results unsatisfactory investors, so the currency weakened.

Automatically, the price of US dollar-denominated commodities cheaper for buyers using other currencies. Volume also increased demand for commodities, including crude oil. However, he thinks the US dollar sentiment will only take effect shortly. Market movers greater need that is fundamental.

A weaker dollar will not take long for the effects of purchase, "he said. Citing data from the International Energy Agency (IEA), he said the global market deficit of 500,000 bpd of crude oil in the first half / 2017. These sentiments will support prices in conjunction with OPEC targeting factor cut production of 1, 2 million bpd in the first half of 2017.

Based on data from Bloomberg consensus, the average price of WTI oil in 2017 will increase to US $ 54.75 per barrel, from US $ 43.8 per barrel in 2016. In the last quarter of this year, prices are expected to rise to US $ 57 per barrel

IN INDONESIAN

SUPLAI MINYAK TURUN

Harga Kembali Memanas


Harga minyak mentah mengalami penguatan seiring dengan berkurangnya pasokan dari Amerika Serikat dan OPEC. Pada perdagangan Kamis (16/3) pukul 17:55 WIB, harga minyak WTI kontrak April 2017 berada di US$ 49,19 per barel, naik 0,7% atau 0,34 poin. Sepanjang tahun berjalan, harga melemah 11,37%.

Pada penutupan perdagangan Rabu (15/3), harga memanas 2,39% atau 1,14 poin menjadi US$ 48,86 per barel. Sebelumnya harga tidak bergairah dalam tujuh sesi berturut-turut. Barnabas Gan, ekonom Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC) di Singapura, menyampaikan harga minyak mentah memanas akibat pengetatan suplai dari negara-negara produsen. Informasi mengenai upaya menyeimbangkan pasar masih menjadi sentimen utama yang menggerakkan harga.

     US Energy Information Administration (EIA) pada Rabu (14/3) melaporkan, persediaan minyak Paman Sam dalam sepekan yang berakhir Jumat (10/3) menurun 237.000 barel menjadi 528,39 juta barel. Angka ini jatuh dari pekan sebelumnya yang mencapai rekor tertinggi sejak EIA melakukan pencatatan pada Agustus 1982.

Sebelumnya pada Jumat (3/3), stok mingguan minyak AS mengalami kenaikan selama 4 pekan berturut-turut. Artinya, dalam tempo tersebut volume persediaan selalu memecahkan rekor baru. Adapun dalam waktu yang sama, tingkat produksi minyak AS naik 21.000 barel menuju 9,1 juta barel per hari (bph), yang menjadi level tertinggi sejak Februari 2016. Sebelumnya pada Desember 2016, AS konsisten menahan produksi di level 8,7 juta bph.

EIA memperkirakan produksi minyak AS pada 2017 mencapai 9 juta bph, naik dati tahun lalu sebesar 8,9 juta bph. Sementara itu pada tahun depan, produksi kembali meningkat menuju 9,7 juta bph.

Selain itu, harga ditopang oleh rilis data OPEC. Dalam laporan bertajuk Monthly Oil Market Report (MOMR) Maret 2017 pada Selasa (14/3) , organisasi mengumumkan pengurangan produksi pada februari 2017. 

Volume produksi OPEC pada bulan kedua turun 139;500 bph menjadi 31,95 juta bph, dari Januari 2017 sebesar 32,09 juta bph. Artinya, onganisasi merealisasikan kesepakatan pemangkasan produksinya sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph. 

    Secara total, OPEC dan negara produsen minyak mentah lain seperti Rusia dan Oman berjanji memotong suplai minyak mentah baru pada Januari-Juni 2017 sebesar 1,8 juta bph.

“Pasar masih fokus kepada upaya-upaya menyeimbangkan volume pasokan dan permintaan. Terkini, penurunan stok AS untuk pertama kalinya sepanjang 2017 berhasil menunjang harga. Investor tentunya mengharapkan harga perlahan naik lebih tinggi,” tuturnya, Kamis (16/3).

Olivier Jakob, analis perusahaan konsultan Petromatrix, menyampaikan di samping faktor fundamental, harga minyak mentah terangkat oleh pelemahan dolar AS. Hasil rapat Federal Reserve diperkirakan kurang memuaskan
investor, sehingga mata uang tersebut melemah.

Secara otomatis, harga komoditas berdenominasi dolar AS akan lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Volume permintaan komoditas pun mengalami peningkatan, termasuk minyak mentah. Namun demikian, sentimen dolar AS menurutnya hanya akan berpengaruh sesaat. Pasar butuh penggerak yang lebih besar yakni fundamental. 

Pelemahan dolar tidak akan membawa dampak panjang bagi pembelian,” ujarnya. Mengutip data International Energy Agency (IEA), dia menyebutkan pasar global akan mengalami defisit minyak mentah sebesar 500.000 bph pada semester I/2017. Sentimen tersebut akan menopang harga bersamaan dengan faktor OPEC yang menargetkan memangkas produksi 1 ,2 juta bph dalam paruh pertama 2017.

Berdasarkan data konsensus Bloomberg, rerata harga minyak WTI pada 2017 akan meningkat menjadi US$ 54,75 per barel, dari US$ 43,8 per barel pada 2016. Pada kuartal terakhir tahun ini, harga diperkirakan meningkat ke posisi US$ 57 per barel

Bisnis Indonesia, Page-16, Friday, March, 17, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel