The government expects to sign a new contract of seven oil and gas blocks whose contract finishes and assigned its management to PT Pertamina in May. Director General of Oil and Gas of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja say, of eight oil and gas blocks were submitted to Pertamina, only seven are targeted to be signed in May.
For North Sumatra Block Offshore have yet to be signed in May because it was in Aceh which is the authority of the Oil and Gas Agency business Aceh (BPMA). Currently, the institute together with Pertamina intensively preparing this new contract. "May be signed by all the (contract) at the IPA Convention in May," he said.
As is known, the Government commissioned the Pertamina to manage eight blocks out of contract in 2018. The new contract is a whole block set will use the cooperation contracts (production sharing contract / PSC) scheme for gross proceeds (gross split). This is the eighth block Tuban Block, Ogan Ogan, Sanga-Sanga, South East Sumatra, Central, North Sumatra Offshore, East Kalimantan, and Attaka.
According Wiratmaja, some blocks were prioritized for immediate contract finalized. "To ONWJ (Offshore North West Java) has been signed. Now the priority of both Sanga-Sanga, after the South East Sumatra, "he said.
He explained that the two blocks is a priority because the current contract will be completed in the near future. Besides the field is quite complex so that the terms and conditions of the contract will be more complicated. Another consideration that these two fields of oil and gas production is large enough. "Great Production included as a priority. But it is clear because the complexity of the field and the distance contract expired in the near future, "said Wiratmaja.
Pertamina Upstream Director Syamsu Alam've said, it has begun to discuss the contract these blocks with the Special Unit of Upstream Oil and Gas (SKK Migas). The new contract must be signed to admit that the company can begin to prepare for the transition of the management of the existing contractor.
"Soon it should (signing the contract) due out next transition. Like the Mahakam block, for example, contracts signed since 2015, and after that we talked with Total E & P Indonesie, "he said. Post contract is signed, it plans to hand over management of eight oil and gas blocks to subsidiaries.
Block East Kalimantan, Sanga-Sanga, and Attaka will be managed by a new subsidiary, namely Pertamina Hulu Indonesia. PT Pertamina Hulu Mahakam will be under Pertamina Hulu Indonesia. While North Sumatra Block Offshore, South East Sumatra, and Central America will be undertaken by PT Pertamina Hulu Energi. "So PHE manage the block adjacent to the region, to make it more efficient. It further facilitate operational coordination with it, "said Alam.
Transition period
Parallel to the discussion of the contract, the Ministry of Energy and Mineral Resources are also finalizing a ministerial regulation regarding the return on investment without the mechanism of depreciation (depreciation of assets) is not accelerated. He explained this policy to prevent oil and gas production in depleted oil and gas fields decreased significantly contract. "Kan if this (existing contracts) runs out, if not replace, the existing contractor later stop investment and production dropped," said Wiratmaja.
He briefly explained the rules about the depreciation is mainly to smooth the transition from the gas block contract cost recovery to gross PSC split. It is now being intensively discussed the ministerial regulation, especially how to depreciation of fixed acquired Contractor Contract (PSC) PSC's existing without burdening the subsequent work on the block.
"We are intensively once discuss how accelerated depreciation or depreciation can be carried over to the contractor the next," he said. He said he still had to discuss this policy with the Fiscal Policy Office. The discussion included the impact of the application of these two options. If accelerated depreciation, oil and gas contractors can be reluctant to invest in the times ahead of its oil and gas block contract is completed.
This could have an impact on the continuity of oil production in the block. Though the government wants to shift the oil and gas contractor does not cause a decrease in production.
"Or it's options, is being discussed, the costs carried over to the next contractor. It is being discussed whether it could be done legally, "he said. Problem transition, Nature admits not yet begun to be discussed. Because there needs to be PSC prior to start setting up the transitional management of oil and gas blocks.
Although informal, the company has begun to get involved. "We have not discussed the transition, because there must be a basis we can do together with their engagement existing contractors. Actually, there should be a new first PSC we can talk, ".
He hoped the maximum mid next year can begin the transition. Related to accelerated depreciation, will assist the existing contractor. But if it will be carried over, it is necessary to think about mechanisms of accounting and taxation.
"There was a change of operator or ownership share (shares) in the block," he said.
He said he himself has now started to prepare for the transition to eight oil and gas blocks assigned by the government. Preparation is primarily based on experience in the Mahakam block transition operator Total E & P Indonesie.
Though, he admitted eight blocks transitions are more complicated because there are changes to the contract of PSC gross cost recovery be split. Thus, it must conduct an evaluation beforehand to make sure the whole block is quite economical to deploy. According to him, Pertamina has a number of options for the transition so that the operatorship of production to eight oil and gas blocks have not fallen dramatically.
IN INDONESIAN
BLOK TERMINASI
Kontrak Baru dengan Pertamina Ditargetkan Diteken Mei
Pemerintah menargetkan dapat menandatangani kontrak baru dari tujuh blok migas yang kontraknya selesai dan ditugaskan pengelolaannya kepada PT Pertamina pada Mei ini. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, dari delapan blok migas yang diserahkan kepada Pertamina, hanya tujuh yang ditargetkan diteken pada Mei ini.
Untuk Blok North Sumatera Offshore belum akan diteken pada Mei karena berada di wilayah Aceh yang merupakan kewenangan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Saat ini, pihaknya bersama Pertamina intensif menyiapkan kontrak baru ini. “Semoga bisa ditandatangani semua (kontraknya) pada saat IPA Convention pada Mei ini,” kata dia.
Seperti diketahui, Pemerintah menugaskan Pertamina untuk mengelola delapan blok yang selesai kontraknya pada 2018. Kontrak baru seluruh blok ini ditetapkan akan menggunakan kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) skema bagi hasil kotor (gross split). Kedelapan blok ini adalah Blok Tuban, Ogan Komering, Sanga-Sanga, South East Sumatera, Tengah, North Sumatera Offshore, East Kalimantan, dan Attaka.
Menurut Wiratmaja, ada beberapa blok yang diprioritaskan untuk segera dirampungkan kontraknya. “Untuk Blok ONWJ (Offshore North West Java) sudah diteken. Sekarang prioritas keduanya Blok Sanga-Sanga, setelah itu South East Sumatera,” ujar dia.
Dia menjelaskan, dua blok ini menjadi prioritas lantaran kontrak yang berlaku saat ini akan selesai dalam waktu dekat. Selain itu kedua lapangan ini cukup kompleks sehingga term and condition dalam kontrak akan lebih rumit. Pertimbangan lainnya yakni produksi migas dua lapangan ini yang cukup besar. “Produksi besar juga termasuk prioritas. Tetapi yang jelas karena kekompleksan lapangan dan jarak habisnya kontrak dalam waktu dekat,” kata Wiratmaja.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam pernah menuturkan, pihaknya sudah mulai membahas kontrak blok-blok ini dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Kontrak baru diakuinya harus segera diteken sehingga perseroan dapat mulai menyiapkan transisi pengelolaan dari kontraktor eksisting.
“Secepatnya mestinya (penandatanganan kontrak) karena tahu depan transisi. Seperti Blok Mahakam misalnya, kontrak ditandatangani sejak 2015 dan setelah itu kami bicara dengan Total E&P Indonesie,” ujar dia. Pasca kontrak diteken, pihaknya berencana menyerahkan pengelolaan delapan blok migas ini ke anak perusahaan.
Blok East Kalimantan, Sanga-Sanga, dan Attaka akan dikelola anak perusahaan baru, yakni Pertamina Hulu Indonesia. PT Pertamina Hulu Mahakam akan berada di bawah Pertamina Hulu Indonesia. Sementara Blok North Sumatera Offshore, South East Sumatera, dan Tengah akan digarap PT Pertamina Hulu Energi. “Jadi PHE mengelola blok yang berdekatan dengan daerahnya, agar lebih efisien. Ini lebih memudahkan koordinasi dengan operasional saja,” papar Alam.
Masa Transisi
Paralel dengan pembahasan kontrak, Kementerian ESDM juga sedang merampungkan peraturan menteri mengenai pengembalian investasi tanpa mekanisme depresiasi (penyusutan aset) tidak dipercepat. Dijelaskannya beleid ini untuk mencegah produksi migas di lapangan migas habis kontrak terjadi penurunan signifikan. “Kan kalau ini (kontrak eksisting) habis, kalau tidak digantikan, nanti kontraktor eksisting berhenti investasi dan produksi turun,” tutur Wiratmaja.
Dia sempat menjelaskan, aturan soal depresiasi ini utamanya guna memuluskan masa peralihan blok migas dari kontrak PSC cost recovery ke gross split. Pihaknya kini sedang secara intensif membahas peraturan menteri tersebut, utamanya bagaimana agar depresiasi tetap diperoleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) eksisting tanpa membebani KKKS berikutnya yang menggarap blok tersebut.
“Kami intensif sekali membahas bagaimana depresiasi dipercepat atau depresiasi bisa di carry over ke kontraktor berikutnya," kata dia. Pihaknya masih harus membahas beleid ini dengan Badan Kebijakan Fiskal. Pembahasan termasuk dampak dari penerapan kedua opsi tersebut. Jika depresiasi dipercepat, kontraktor migas bisa menjadi enggan berinvestasi pada masa-masa jelang kontrak blok migasnya selesai.
Hal ini bisa berdampak pada kelangsungan produksi migas di blok tersebut. Padahal pemerintah menginginkan peralihan kontraktor blok migas ini tidak menyebabkan penurunan produksi.
“Atau opsinya, ini sedang dibahas, biayanya di carry over ke kontraktor berikutnya. Ini sedang dibahas secara legal apakah bisa dilakukan,” katanya. Soal transisi, Alam mengakui belum mulai dibahas. Karena perlu ada PSC terlebih dahulu untuk mulai menyiapkan peralihan pengelolaan blok migas.
Walaupun secara informal, perseroan sudah mulai terlibat. “Kami belum membahas transisi, karena harus ada dasar kami bisa melakukan engagement bersama mereka para kontraktor eksisting. Sebetulnya harus ada PSC dulu baru kami bisa bicara,”. Dia berharap maksimal pertengahan tahun depan sudah bisa mulai transisi.
Terkait percepatan depresiasi, akan membantu kontraktor eksisting. Namun jika akan di carry over, maka perlu dipikirkan mekanisme akunting dan perpajakannya.
“erjadi perubahan operator atau kepemilikan share (saham) di blok tersebut,” kata dia.
Pihaknya sendiri kini sudah mulai menyiapkan transisi delapan blok migas yang ditugaskan oleh pemerintah. Persiapan ini utamanya berdasarkan pengalaman transisi operator di Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie.
Walaupun, diakuinya transisi delapan blok itu lebih rumit karena ada perubahan kontrak dari PSC cost recovery menjadi gross split. Sehingga, pihaknya harus melakukan evaluasi terlebih dahulu untuk memastikan seluruh blok ini cukup ekonomis untuk dikembangkan. Menurutnya, Pertamina telah memiliki sejumlah opsi untuk transisi operatorship sehingga produksi ke delapan blok migas ini tidak turun drastis.
Investor Daily, Page-9, Thursday, Apr, 6, 2017
No comments:
Post a Comment