The Managing Body reviews the application of new contracts.
The Aceh Oil and Gas Management Agency (BPMA) will discuss the plan to integrate North Sumatera B (NSB) and North Sumatra Offshore (NSO) management. The head of BPMA said the scheme allows for the efficiency of oil and gas drilling
"I have obtained information from Pertamina. Just how the discussion later. Integration is still possible, "said Marzuki
Marzuki explained that so far both areas are supplying gas for the same consumer, namely PT Pupuk lskandar Muda. The shifting scheme predicted Marzuki would not take time. The proposed merger must be approved by the Special Unit for Upstream Oil and Gas Operations (SKK Migas). Because the agency is authorized to oversee the operation of the NSO Block.
This is different from the operation of the NSB Block whose supervision is carried out by BPMA. The current block contractor is PT Pertamina Hulu Energi (PHE), a subsidiary of PT Pertamina. Negotiations for the merger of the bloc must wait for the Aceh government's decision that has just finished electing the regional head.
"We are waiting for the succession process to be completed, maybe the new discussion will start in July," said Marzuki. The negotiations will also decide the fate of the NSB Block contract after the enactment of Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 8 Year 2017 which regulates the gross split scheme. Marzuki said the new regulation is indeed beneficial to the state because the revenue share will be larger, but the contractor needs clarity on the return of oil and gas field restoration fund.
In a gross split system, the cost of recovery becomes a full manager burden. If the NSB Block does not use a gross split system, merging blocks will be more difficult. The reason, the government decided a new contract management of NSO Block by using the new rules.
The NSB block includes an old working area that produces oil and gas since 1977. The NSO has been in production since 1996: Both blocks were previously managed by ExxonMobil. Current gas production of NSB and NSO Blocks is 115.5 million standard cubic feet per day (MMSCFD).
In addition to the NSO block, the government decided on the working areas of the Tuban Block, Sanga-Sanga Block, South East Sumatra Block, Ogan Komering Block, North Sumatera Offshore Block (NSO), Central Block, East Kalimantan Block and Attaka Block using gross split. Energy Minister Ignatius Jonan handed over the management of all blocks to Pertamina after 2018.
President Director of PHE Gunung Sardjono Hadi expects profit sharing from the new contract. This is because Pertamina's expenses are incremented by having to bear the investment cost of the previous contractor, in accordance with Regulation of the Minister of Energy No. 26 of 2017. The company is calculating the project's economic value if using a gross split scheme. "We try, is it possible gross split can make net present value and contractor's part does not differ much with the old scheme.
IN INDONESIAN
Aceh Usulkan lntegrasi Dua Blok Migas
Badan Pengelola mengkaji ulang penerapan kontrak baru.
Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA) akan membahas rencana integrasi pengelolaan Blok North Sumatera B (NSB) dan North Sumatera Offshore (NSO). Kepala BPMA mengatakan skema ini memungkinkan untuk efisiensi pengeboran migas
“Saya sudah mendapatkan informasi dari Pertamina. Tinggal pembahasannya bagaimana nanti. Integrasi masih memungkinkan,” ujar Marzuki
Marzuki menjelaskan selama ini kedua area itu memasok gas untuk konsumen yang sama, yakni PT Pupuk lskandar Muda. Peralihan skema diprediksi Marzuki tidak akan membutuhkan waktu. Proposal penggabungan harus mendapat persetujuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Sebab lembaga itu yang berwenang mengawasi operasi Blok NSO.
Ini berbeda dengan operasi Blok NSB yang pengawasannya dilakukan oleh BPMA. Kontraktor blok saat ini adalah PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina. Perundingan penggabungan blok harus menunggu keputusan pemerintah Aceh yang baru saja selesai menggelar pemilihan kepala daerah.
“Kami tunggu proses suksesi selesai, mungkin pembahasan baru mulai bulan Juli nanti,” kata Marzuki. Perundingan juga akan memutuskan nasib kontrak Blok NSB setelah berlakunya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2017 yang mengatur skema bagi hasil kotor (gross split). Marzuki menuturkan regulasi baru itu memang menguntungkan bagi negara karena bagi hasil yang diperoleh akan lebih besar, tapi kontraktor membutuhkan kejelasan soal pengembalian dana restorasi lapangan migas.
Dalam sistem gross split, biaya pemulihan menjadi beban pengelola sepenuhnya. Jika Blok NSB tidak memakai sistem gross split, penggabungan blok akan lebih sulit. Pasalnya, pemerintah memutuskan kontrak baru pengelolaan Blok NSO dengan memakai aturan baru.
Blok NSB termasuk wilayah kerja tua yang memproduksi migas sejak 1977. Adapun NSO befrproduksi sejak 1996: Kedua blok sebelumnya dikelola ExxonMobil. Saat ini produksi gas Blok NSB dan NSO sebesar 115,5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Selain blok NSO, pemerintah memutuskan wilayah kerja Blok Tuban, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera, Blok Ogan Komering, Blok North Sumatera Offshore (NSO), Blok Tengah, Blok East Kalimantan, dan Blok Attaka menggunakan gross split. Menteri Energi Ignasius Jonan menyerahkan pengelolaan seluruh blok kepada Pertamina setelah 2018.
Presiden Direktur PHE Gunung Sardjono Hadi mengharapkan bagi hasil yang menguntungkan dari kontrak baru. Sebab, beban Pertamina bertambah karena harus menanggung biaya investasi kontraktor sebelumnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Nomor 26 Tahun 2017. Perusahaan sedang menghitung nilai keekonomian proyek jika menggunakan skema gross split. “Kami mencoba, mungkinkah gross split bisa membuat net present value dan bagian kontraktor tidak berbeda jauh dengan skema yang dulu.
Koran Tempo, Page-21, Friday, May 19, 2017
No comments:
Post a Comment