Saudi Arabia will control the world fuel market.
Saudi Aramco is now the sole owner of Port Arthur Refinery, the largest oil processing facility in the United States, after taking over the Royal Dutch Shell Company's shares.
CNN Money said Aramco, which previously controlled 50 percent of Motiva Enterprises LLC, the manager of Port Arthur Refinery, bought the remaining shares held by Shell.
With this acquisition, Aramco controls the 600,000 barrels per day refinery as well as an impressive fuel sales network. Through the statement on its website, Shell management stated, in addition to refineries, Aramco is now the sole owner of 24 fuel distribution terminals operated by Motiva.
"Coupled with Shell's exclusive rights to gasoline and diesel brands in Georgia, North Carolina, South Carolina, Virginia, Maryland, Washington, DC, and the eastern parts of Texas and Florida," Shell said.
The release of Motiva shares is part of Shell's and Aramco's "peace plan". Previously, the two companies were involved in the dispute and decided to separate ownership of assets in Motiva in 2016. Shell's management decided to terminate the partnership with Aramco and release their ownership of the operation of the Port Arthur Refinery, along with the fuel distribution network underneath.
The acquisition comes exactly two months after President Donald Trump met with Saudi Crown Prince's Deputy Prince Mohammed bin Salman at the White House. In a statement on March 14, Prince Mohammed said the meeting improved relations between the two countries in the political, military, security and economic sectors. Port Arthur's mastery paves the way for Aramco and Arab -Saudi to become the main supplier of crude oil to the United States,
During this time, Saudi Arabia is the second largest supplier of crude oil to the United States after Canada. Based on data from the United States Agency for Energy and Energy Administration (EIA), the United States imported crude oil from Saudi Arabia at 1.3 million bpd in February.
Its import volume increased 32 percent compared to the same period the previous year. Quoted from the Washington Times, Saudi Aramco Products Trading Co. chief executive Ibrahim Al Buainain said the control of refineries in Asia and America is Aramco's effort to boost fuel production and sales by 2 million barrels per day. The Aramco oil trading unit mentioned the assets of these refineries as weapons and their determinants to fight with oil traders, who have mastered supply and demand information.
"For traders, to control the current market is not enough just to master the information, because everyone has the same access. The key to winning is by mastering assets or supply, "said Al Buainain.
In total, Aramco holds a 5.4 million barrels per day refinery, located in Saudi Arabia, the United States, and South Korea. This royal-owned company is targeting to double production in the next decade, in order to capture the world's crude oil market share. One way they capitalize expansion is by holding a stock offering in one of the world's stock exchanges. Aramco's management targets to obtain funds from the capital market of US $ 2 trillion.
MULTIPLE JOIN OF VARIOUS COUNTRIES
The Port Arthur oil refinery has an interesting story, once dominated by various countries. The oil processing facility located east of Texas, precisely in the Gulf of Mexico, was first built by the local company, Texas Company, which later turned into Texaco, in 1902.
In 1989, Saudi Refining, a subsidiary of Aramco, bought a 50 percent stake in this plant from Texaco. Both of them then formed a joint venture called Star Enterprise to manage the Port Arthur Refinery. In 2001, when Texaco was controlled by Chevron, the refinery switched ownership.
Chevron then sold its stake in Port Arthur to Shell, the Dutch oil company, in February 2002, which later established Motiva with Aramco. On May 31, 2012, the Port Arthur refinery was completed and reached the highest production level in the United States, which is 600 thousand barrels per day.
Previous. The refinery processes oil up to 275 thousand barrels per day. In May 2016, the maximum production of 636-3.5 thousand barrels per day reached. These refineries are able to process various crude oil, and shale oil or rocky crushed rocks to high acid oil. The result is gasoline, diesel fuel diesel, aviation fuel, and high-octane fuel. Now, Port Arthur occupies the position of 6 of the 10 largest oil refineries in the world.
IN INDONESIAN
Aramco Kuasai Kilang Terbesar di Amerika Serikat
Arab Saudi akan mengontrol pasar bahan bakar dunia.
Saudi Aramco kini menjadi pemilik tunggal Kilang Port Arthur, fasilitas pengolahan minyak terbesar di Amerika Serikat, setelah mengambil alih saham milik Royal Dutch Shell Company.
CNN Money mengabarkan Aramco yang sebelumnya menguasai 50 persen saham Motiva Enterprises LLC, pengelola Kilang Port Arthur, membeli sisa saham yang dikuasai oleh Shell.
Dengan akuisisi ini, Aramco menguasai kilang berkapasitas 600 ribu barel per hari tersebut sekaligus jaringan penjualan bahan bakar terbesan Melalui keterangan di situsnya, manajemen Shell menyatakan, selain kilang, Aramco kini menjadi pemilik tunggal 24 terminal distribusi bahan bakar yang dioperasikan oleh Motiva.
“Ditambah lagi dengan hak eksklusif penjualan bensin dan solar merek Shell di Georgia, North Carolina, South Carolina, Virginia, Maryland, Washington, DC, serta bagian timur Texas dan Florida,” demikian pernyataan Shell.
Pelepasan saham Motiva adalah bagian dari “rencana damai” Shell dan Aramco. Sebelumnya, kedua perusahaan ini terlibat sengketa dan memutuskan untuk memisahkan kepemilikan aset di Motiva pada 2016. Manajemen Shell kemudian memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan Aramco dan melepas kepemilikan mereka atas pengoperasian Kilang Port Arthur, beserta jaringan distribusi bahan bakar di bawahnya.
Akuisisi ini terjadi tepat dua bulan setelah Presiden Donald Trump bertemu dengan Wakil Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, di Gedung Putih. Dalam pernyataannya pada 14 Maret lalu, Pangeran Mohammed mengatakan pertemuan tersebut memperbaiki hubungan kedua negara dalam sektor politik, militer, keamanan, dan ekonomi. Penguasaan Port Arthur membuka jalan bagi Aramco dan Arab -Saudi untuk menjadi pemasok utama minyak mentah bagi Amerika Serikat,
Selama ini, Arab Saudi adalah pemasok minyak mentah terbesar kedua bagi Amerika Serikat setelah Kanada. Berdasarkan data dari Badan Inforrnasi dan Administrasi Energi Amerika Serikat (EIA), Amerika mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi sebanyak 1,3 juta banel per hari pada Februari lalu.
Volume impornya meningkat 32 persen dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dikutip dari Washington Times, Kepala Eksekutif Saudi Aramco Products Trading Co, Ibrahim Al Buainain, mengatakan penguasaan kilang di Asia dan Amerika menjadi upaya Aramco untuk menggenjot produksi dan penjualan bahan bakar hingga 2 juta barel per hari. Unit perdagangan minyak Aramco tersebut menyebutkan aset-aset kilang ini menjadi senjata dan penentu posisi mereka untuk bertarung dengan trader minyak, yang selama ini menguasai informasi suplai dan permintaan.
“Bagi trader, untuk mengontrol pasar saat ini tidak cukup hanya dengan menguasai informasi, karena setiap orang memiliki akses yang sama. Kunci untuk menjadi pemenang ialah dengan menguasai aset atau pasokan,” kata Al Buainain.
Secara total, Aramco menguasai kilang berkapasitas 5,4 juta barel per hari, yang berlokasi di Arab Saudi, Amerika Serikat, hingga Korea Selatan. Perusahaan milik kerajaan ini menargetkan untuk melipatgandakan produksi dalam satu dekade ke depan, demi merebut pangsa pasar minyak mentah dunia. Salah satu cara mereka memodali ekspansi adalah dengan menggelar penawaran perdana saham di salah satu bursa efek dunia. Manajemen Aramco menargetkan perolehan dana dari pasar modal sebesar US$ 2 triliun
KILANG PATUNGAN BERBAGAI BANGSA
Kilang minyak Port Arthur memiliki kisah menarik, yakni pernah dikuasai oleh berbagai negara. Fasilitas pengolahan minyak yang berlokasi di sebelah timur Texas, tepatnya di Teluk Meksiko, ini pertama kali dibangun oleh perusahaan lokal, Texas Company, yang kemudian berubah menjadi Texaco, pada 1902.
Pada 1989, Saudi Refining, anak usaha Aramco, membeli 50 persen saham kilang ini dari Texaco. Keduanya Iantas membentuk perusahaan patungan bernama Star Enterprise untuk mengelola Kilang Port Arthur. Pada 2001, saat Texaco dikuasai Chevron, kilang ini pun berpindah kepemilikan.
Chevron lalu menjual sahamnya di Port Arthur kepada Shell, perusahaan minyak Belanda, pada Februari 2002, yang kemudian mendirikan Motiva bersama Aramco. Pada 31 Mei 2012, Kilang Port Arthur selesai dipermak dan mencapai tingkat produksi tertinggi di Amerika Serikat, yakni 600 ribu barel per hari.
Sebelumnya. kilang ini mengolah minyak hingga 275 ribu barel per hari. Pada Mei 2016, produksi maksimum sebanyak 636-3,5 ribu barel per hari iercapai. Kilang ini mampu mengolah berbagai minyak mentah, dan shale oil atau minyak serpihan bebatuan hingga minyak berkandungan asam tinggi. Hasil produksinya adalah bensin, solar alias minyak diesel, avtur, dan bahan bakar beroktan tinggi. Kini, Port Arthur menempati posisi 6 dari 10 kilang minyak terbesar di dunia.
Koran Tempo, Page-22, Wednesday, May, 3, 2017
No comments:
Post a Comment