New contracts using a gross shareholding contract scheme are not necessarily signed this week at the 47th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition.
President Director of PT Pertamina Hulu Energi Gunung Sardjono Hadi said it had discussed a new cooperation contract clause for eight expired working areas. However, he is pessimistic that the discussion of a new contract with gross split can be resolved and the signing of the contract can be done this week.
The gross split scheme came into effect earlier this year in place of the government's cost recovery scheme (cost recovery). He agreed that it would be better if the new contract of cooperation could be signed quickly, especially before the old contract expires.
However, there are things that require further review. Particularly related to the new policy issued by the government that is about the return on investment in the contract which will end in Ministerial Regulation no. 26/2017.
In January 2017, the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignatius Jonan has determined the fate of eight working areas that expire in 2017 and 2018. Meanwhile, the eight working areas are assigned to PT Pertamina after the contract expires. The seven new cooperation contracts are targeted to be signed soon in the 2017 Fourth Indonesia Petroleum Association (IPA) Exhibition and Convention Convention. The seven working areas will shift their contracts from contracts for cost recovery to gross split.
Therefore, it is necessary to calculate the cost burden of the previous contract which will be undepreciated cost as well as the split based on the variable part based on the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation no. 8/2017 on Gross Split Contracts to keep the field economy up.
Through gross split, the government offers a more flexible revenue sharing system with 57% government composition and 43% contractor for 52%: 48% oil and gas structure. The contractor can also get a bigger profit share in accordance with the challenge in the field.
In addition, there are still factors for the progressive outcome of the price and accumulated production that can hoist the contractor's share of the seven working areas namely Tuban Block, East Java (JOB Pertamina-PetroChina East Java), Ogan Komering Block, South Sumatra (JOB Pertamina-Talisman ), Sanga-Sanga Block, East Kalimantan (Saka Energi), Southeast Sumatra Block (SES), Lampung (CNOOC SES Limited), Central Block, East Kalimantan (Total E & P Indonesie), East Kalimantan Block, East Kalimantan (Chevron Indonesia Company) , And Attaka Block, East Kalimantan (Chevron).
Meanwhile, the North Sumatera Offshore Block, Aceh (Pertamina) will be signed separately as it is under the authority of the Aceh Oil and Gas Management Agency (BPMA) due to its location factor.
"I want the government to sign as soon as possible. That is, we are already running the discussion. The expectation when the termination has not been completed. Indeed hope to be signed on IPA convex this, but not ready, "said Mount on the sidelines of the 41st Convention and Exhibition Indonesian Petroleum Association, Wednesday (17/5).
He considered that the implementation of the policy is still simulated first on the Offshore North West Java (ONWJ) Block which first uses gross split. In the meantime, the practice applied to ONWJ will be applied to Pertamina's termination blocks.
The mountain considers this 4 months too fast to judge whether there are any changes on the ONWJ Block. He said it took at least 1 year to see the impact of the implementation of gross split in ONWJ. In general, the company actually has a plan up to 2030 in terms of managing block-out block contracts.
The company has predicted several aspects such as operating costs, technology also efforts to maintain production. However, the plan has not yet considered new government policies ranging from gross profit-sharing contracts as well as the mechanism of investment returns for block-outs.
"For example for the Ogan Komering block workover, it already has its portfolio. We already have aspirations until 2030. However, back again when we implement gross split with the minister's regulation should see again whether it is economical yet? "
DISCUSSED AGAIN
On the same occasion, Pertamina Upstream Director of Syamsu Alam said it needed further discussion with the government. Because all the calculations are still based on the assumption that Pertamina uses production sharing contract (PSC) with cost recovery scheme.
As a result, all activities and cost calculations including policies to pay undepreciated costs on new contracts that Pertamina will manage must be calculated as it will affect the net present value or the calculation of investment referring to the current value.
"Earlier in our scenario for that conventional PSC. Now given Pertamina with GS [gross split]. With this GS we evaluate what kind of good NPV [net present value], "he said.
Therefore, he considered no need to rush to sign a new contract and the entire working area that will expire his contract. It is better to examine in detail the terms of the contract so that the development of the field is still running according to the economy on the new contract signed. "Why do we hasten the contract if all this is not clear. This should be explained first. "
IN INDONESIA
Kontrak Baru 8 Blok Belum Disepakati
Kontrak baru yung menggunakan skema kontrak bagi hasil kotor atau gross split belum tentu diteken pada minggu ini dalam acara Konvensi dan Pameran Ke-47 Indonesian Pefroleum Association.
Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi Gunung Sardjono Hadi mengatakan, pihaknya telah membahas klausul kontrak kerja sama baru untuk delapan wilayah kerja yang habis masa kontraknya. Namun, dia pesimistis bila pembahasan kontrak baru dengan gross split bisa diselesaikan dan penandatanganan kontrak bisa dilakukan pada pekan ini.
Skema gross split berlaku mulai awal tahun ini menggantikan skema biaya produksi migas yang ditanggung pemerintah (cost recovery). Dia sepakat bahwa akan lebih baik jika kontrak kerja sama baru bisa diteken secepatnya terutama sebelum kontrak lama berakhir.
Namun, terdapat hal yang memerlukan tinjauan lebih lanjut. Khususnya terkait dengan kebijakan baru yang diterbitkan pemerintah yakni tentang pengembalian investasi pada kontrak yang akan berakhir di Peraturan Menteri No. 26/2017.
Pada Januari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah menetapkan nasib delapan wilayah kerja yang habis masa kontraknya pada 2017 dan 2018. Adapun, delapan wilayah kerja tersebut ditugaskan kepada PT Pertamina setelah kontrak berakhir. Tujuh kontrak kerja sama baru itu ditargetkan bisa segera diteken pada dalam acara Pameran dan Konvensi Ke 41 Indonesian Petroleum Association (IPA) 2017. Tujuh wilayah kerja tersebut akan beralih kontrak kerja samanya dari kontrak bagi hasil cost recovery menjadi gross split.
Oleh karena itu, perlu dihitung beban biaya dari kontrak sebelumnya yang akan menjadi undepreciated cost juga bagi hasil (split) berdasarkan bagian variabel berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 8/2017 tentang Kontrak Gross Split agar keekonomian lapangan tetap terjaga.
Melalui gross split, pemerintah menawarkan sistem bagi hasil yang lebih fleksibel dengan komposisi pemerintah 57% dan kontraktor 43% untuk struktur minyak dan gas 52%:48%. Kontraktor pun bisa mendapat bagi hasil lebih besar sesuai dengan tantangan di lapangan.
Selain itu, masih terdapat faktor bagi hasil progresif berupa harga dan akumulasi produksi yang bisa mengerek bagi hasil kontraktor Tujuh wilayah kerja tersebut yakni Blok Tuban, Jawa Timur (JOB Pertamina-PetroChina East Java), Blok Ogan Komering, Sumatra Selatan (JOB Pertamina-Talisman), Blok Sanga-Sanga, Kalimantan Timur (Saka Energi), Blok Southeast Sumatera (SES), Lampung (CNOOC SES Limited), Blok Tengah, Kalimantan Timur (Total E&P Indonesie), Blok East Kalimantan, Kalimantan Timur (Chevron Indonesia Company), dan Blok Attaka, Kalimantan Timur (Chevron).
Sementara itu, Blok North Sumatera Offshore, Aceh (Pertamina) nantinya akan ditandatangani terpisah karena di bawah otoritas Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) karena faktor lokasinya.
“Maunya pemerintah sesegera mungkin menandatangani. Artinya, kita sudah berjalan pembahasannya. Harapannya pada saat belum terminasi sudah selesai. Memang harapannya mau ditandatangan pada IPA convex ini, tetapi belum siap," kata Gunung di sela acara Konvensi dan Pameran Ke-41 Indonesian Petroleum Association, Rabu (17/5).
Dia menilai, penerapan kebijakan itu masih disimulasi terlebih dahulu pada Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang terlebih dulu menggunakan gross split. Sementara itu, praktik yang diterapkan pada ONWJ nantinya akan diterapkan pada blok-blok terminasi yang dikelola Pertamina.
Gunung menganggap 4 bulan ini terlalu cepat untuk menilai apakah terdapat perubahan pada Blok ONWJ. Dia menyebut, pihaknya membutuhkan paling tidak 1 tahun untuk bisa melihat dampak penerapan gross split di ONWJ. Secara umum, sebenarnya perseroan telah memiliki rencana hingga 2030 dalam hal pengelolaan blok-blok habis kontrak.
Perusahaan telah memprediksi beberapa aspek seperti biaya operasi, teknologi juga upaya untuk mempertahankan produksi. Namun, rencana tersebut belum mempertimbangkan kebijakan- kebijakan baru pemerintah mulai dari kontrak bagi hasil kotor juga mekanisme pengembalian investasi blok habis kontrak.
“Misalnya untuk workover blok Ogan Komering, itu sudah punya portfolionya. Kita sudah punya aspirasi sampai 2030. Namun, kembali lagi pada saat kita implementasikan gross split dengan peraturan menteri tersebut harus lihat lagi apakah sudah ekonomis belum?"
DIBAHAS LAGI
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, pihaknya perlu diskusi lebih lanjut dengan pemerintah. Pasalnya, semua perhitungan yang ada masih berdasarkan asumsi bahwa Pertamina menggunakan kontrak bagi hasil (production shaiing contract/PSC) dengan skema cost recovery.
Alhasil, seluruh kegiatan dan dikalkulasi biaya termasuk kebijakan untuk membayar biaya yang belum terdepresiasi [undepreciated cost) pada kontrak baru yang nantinya dikelola Pertamina harus dihitung karena akan mempengaruhi net present value atau perhitungan investasi mengacu pada nilai saat ini.
“Sebelumnya dalam skenario kita untuk itu PSC konvensional. Sekarang diberikan Pertamina dengan GS [gross split]. Dengan GS ini kita evaluasi seperti apa baik itu NPV [net present value],” katanya.
Oleh karena itu, dia menilai tak perlu terburu-buru untuk meneken kontrak baru dan seluruh wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya. Lebih baik mengkaji secara detail ketentuan dalam kontrak agar pengembangan lapangan masih berjalan sesuai keekonomian pada kontrak baru yang diteken. “Mengapa kami buru-buru teken kontrak kalau semua ini belum jelas. lni harus dijelaskan dulu.”
Bisnis Indonesia, Page-30, Thursday, May 18, 2017
No comments:
Post a Comment