google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Oil Prices Up, Downstream Effort Corrected - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, May 29, 2017

Oil Prices Up, Downstream Effort Corrected



The increase in crude oil price caused Pertamina's downstream business performance in the first quarter of 2017 to be corrected. Unlike what happened in the same period last year when oil prices touched the lowest figure in the range of US $ 30 per barrel.

On the performance of the company in the first quarter of 2017, the price of oil has climbed to the level of US $ 51.03 per barrel. Meanwhile, in the same period of 2016, oil prices were still at US $ 30.20 per barrel. Rising oil prices have made the downstream sector's performance decline. Earnings before interest, taxes, depreciation and amortization (EBITDA) fell 13.3% from US $ 2.18 billion to US $ 1.89 billion.

Meanwhile, 50% of EBITDA comes from upstream. Net income in the first quarter of 2017 was also 24 percent lower compared to the same period of 2016 of US $ 1.01 billion to US $ 0.76 billion. Nevertheless, in terms of sales, revenue rose 19% compared to the same period last year, ie US $ 10.15 billion from the original US $ 8.55 billion.

Finance Director of PT Pertamina Arief Budiman said that rising oil prices have a positive impact on upstream oil and gas business sector which contributes 50% to EBITDA; In terms of revenue, he assessed the company's performance relies on non-subsidized products. Because the distribution of fuel oil (fuel) type of diesel and premium is below the price economy.

In fact, fuel sales rose 5% compared to the first quarter of 2016. In total, fuel sales touched 15.85 million kilo liters (kl) or 5% higher than 15.05 million kl in the same period last year. In terms of production, for oil in this period reached 337,000 barrels per day (bpd), up 10% compared to 1/2016 quarter of 312,000 bpd. Meanwhile, gas production is 2.010 million standard cubic feet per day / MMscfd, up 2% compared to the 1/2016 quarter of 1,975 MMscfd. "A lot of revenue is actually from non-subsidized," he said.

From the formula set by the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), the difference between the current selling price is lower than the economy. For premium, the current selling price is lower around Rp 450 to Rp500 per liter. Meanwhile, the larger difference in the distribution of diesel fuel subsidy is Rp 1.150 lower than the price should be.

Meanwhile, until now the premium is still sold Rp 6.450 per liter and diesel Rp 5.150 per liter. For diesel, since June 2016 has shown a higher price than the government set. As for the type of premium, in September to December 2016 had experienced a decline and back up in the period January to May 2017.

"The difference is the premium of Rp 450 to Rp500 under the formula and diesel Rp 1.150 per liter under the formula." From the realization of capital expenditure of US $ 1.1 billion, greater than the same period last year of US $ 0 , 36 billion, which was triggered by the realization of 2016 project financing financing disbursed in the first 3 months of 2017, which is dominated by upstream investment.

The reason, with capital expenditure of about US $ 1 billion, it should be able to achieve the target profit of US $ 3 billion. Therefore, the company is tightening and focusing on refinery development projects. He mentioned that the credit rating of S & P positive does not necessarily make the company issue bonds because project funding can be obtained with several schemes such as in collaboration with vendor originated banks involved in refinery projects.

Opportunity Increase
Marketing Director of PT Pertamina Muchamad Iskandar said when the price of crude oil is sold more than US $ 40 per barrel, fuel oil (BBM) is sold below the market price. Meanwhile, in early 2017 crude oil prices are in the range of USSS47 to US $ 50 per barrel. In addition, Iskandar said there is still an opportunity for oil price increases from the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) meeting to reduce production.

Therefore, it will propose a fuel price adjustment for the period from July to September. Because the price of diesel and premium is currently not adjusted since April 2016.

"Our expectation is in June, after Lebaran there is evaluation again.According to data from Pertamina, the realization of solar distribution in January 2017 provides income deficit of Rp 1.09 trillion, while estimated in February there are additional deficit Rp 1.1 trillion and March Rp 1 , 2 trillion.

When it is totaled and paid using the balance of 2016, the income deficit decreased to Rp 601 billion for the distribution of diesel in the first 3 months of 2017. It is estimated that the income deficit due to the 3-month premium distribution amounted to Rp 1.6 trillion and diesel Rp5.8 trillion. The estimate is based on an oil price of US $ 45 per barrel. Meanwhile, if the premium selling price remains until the end of this year, the income deficit is estimated at Rp6.5 trillion and a bigger deficit in the diesel supply of Rp18.3 trillion.

Separately, Director General of Oil and Gas at the Ministry of ESDM IGN Wiratmaja Puja admitted that diesel and premium prices show higher price trends compared to the period of September-December 2016 referring to mean of platts Singapore (MOPS). As is known, currently the government still provides a fixed subsidy of Rp 500 per liter for diesel fuel.

"In January-May there was an increase compared to September-December last year," he said.But, for the period from July to September, the government has not been able to decide whether to re-adjust the price of diesel and premium.

IN INDONESIAN

Harga Minyak Naik, Usaha Hilir Terkoreksi


Kenaikan harga minyak mentah menyebabkan kinerja usaha hilir Pertamina pada kuartal I/2017 terkoreksi. Berbeda dengan yang terjadi pada periode yang sama tahun lalu saat harga minyak menyentuh angka terendah yakni di kisaran US$30 per barel.

Pada kinerja perseroan di kuartal I/2017, harga minyak telah naik ke level US$51,03 per barel. Sementara itu, pada periode yang sama 2016, harga minyak masih di angka US$ 30,20 per barel. Naiknya harga minyak ini membuat kinerja sektor hilir terkoreksi. Pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) turun 13,3% dari US$ 2,18 miliar menjadi US$1,89 miliar.  

Adapun, 50% EBITDA berasal dari hulu. laba bersih pada kuartal I/2017 juga lebih rendah 24% dibandingkan dengan periode yang sama 2016 sebesar US$1,01 miliar menjadi US$0,76 miliar. Kendati demikian, dari sisi penjualan, revenue perseroan naik 19% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni US$10,15 miliar dari semula US$8,55 miliar.

Direktur Keuangan PT Pertamina Arief Budiman mengatakan kondisi naiknya harga minyak membawa dampak positif terhadap sektor usaha hulu minyak dan gas bumi yang berkontribusi sebesar 50% terhadap EBITDA; Dari sisi revenue, dia menilai kinerja perseroan mengandalkan produk non-subsidi. Pasalnya, penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium berada di bawah harga keekonomian. 

Padahal, penjualan BBM naik 5% dibandingkan dengan kuartal I/2016. Secara total, penjualan BBM menyentuh angka 15,85 juta kilo liter (kl) atau lebih tinggi 5% dari 15,05 juta kl pada periode yang sama tahun lalu. Dari sisi produksi, untuk minyak pada periode ini mencapai 337.000 barel per hari (bph) atau naik 10% dibandingkan kuartal 1/2016 sebesar 312.000 bph. Sementara itu, produksi gas 2.010 million standard cubic feet per day/MMscfd atau naik 2% dibandingkan dengan kuartal 1/2016 sebesar 1.975 MMscfd. "Banyak revenue sebenarnya dari yang nonsubsidi," ujarnya.

Dari formula yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), selisih harga jual saat ini lebih rendah dari keekonomian. Untuk premium, harga jual saat ini lebih rendah sekitar Rp 450 hingga Rp500 per liter. Sementara itu, selisih lebih besar pada penyaluran solar subsidi yakni Rpl.150 lebih rendah dari harga seharusnya.

Adapun, hingga kini premium masih dijual Rp6.450 per liter dan solar Rp5.150 per liter. Untuk solar, sejak Juni 2016 telah menunjukkan harga yang lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Adapun jenis premium, pada September hingga Desember 2016 sempat mengalami penurunan dan kembali naik pada periode Januari hingga Mei 2017.

"Selisihnya, premium Rp 450 sampai Rp 500 di bawah formula dan solar Rp1.150 per liter di bawah formula,“ katanya. Dari sisi realisasi belanja modal sebesar US$1,1 miliar, lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 0,36 miliar. Peningkatan dipicu oleh realisasi pembiayaan investasi proyek 2016 yang dicairkan pada 3 bulan pertama 2017, yang didominasi investasi hulu.

Pasalnya, dengan belanja modal sekitar US$1 miliar, pihaknya harus bisa mencapai target laba US$ 3 miliar. Oleh karena itu, perseroan melakukan pengetatan dan fokus pada proyek pembangunan kilang. Dia menyebut credit, rating dari S&P positif, tidak lantas membuat perseroan menerbitkan bond karena pendanaan proyek bisa diperoleh dengan beberapa skema di antaranya bekerja sama dengan bank asal vendor yang terlibat dalam proyek kilang.

PELUANG KENAIKAN

Direktur Pemasaran PT Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan ketika harga minyak mentah dijual lebih dari US$40 per barel, bahan bakar minyak (BBM) dijual di bawah harga pasar. Sementara itu, di awal 2017 ini harga minyak mentah berada di kisaran USSS47 hingga US$50 per barel. Ditambah, Iskandar menyebut masih terdapat peluang kenaikan harga minyak dari pertemuan organisasi negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) untuk mengurangi produksi.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengajukan penyesuaian harga BBM untuk periode Juli-September. Pasalnya, harga solar dan premium saat ini tidak mengalami penyesuaian sejak April 2016.

"Harapan kami pada bulan Juni, setelah lebaran ada evaluasi lagi. Berdasarkan data dari Pertamina, realisasi penyaluran solar pada Januari 2017 memberikan defisit pendapatan sebesar Rp 1,09 triliun, sedangkan diestimasikan pada Februari terdapat tambahan defisit Rp 1,1 triliun dan Maret Rp 1,2 triliun.

Bila ditotal dan dibayarkan menggunakan saldo 2016, defisit pendapatan memurun jadi Rp 601 miliar untuk penyaluran solar pada 3 bulan pertama 2017. Diperkirakan, defisit pendapatan akibat penyaluran premium 3 bulan ke depan sebesar Rp 1,6 triliun dan solar Rp5,8 triliun. Perkiraan itu berdasarkan harga minyak US$45 per barel. Adapun, bila harga jual premium tetap hingga akhir tahun ini, defisit pendapatan diperkirakan Rp6,5 triliiun dan defisit lebih besar pada penyaluran solar yakni Rp18,3 triliun.

Terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengakui harga solar dan premium menunjukkan tren harga yang lebih tinggi dibandingkan periode September-Desember 2016 mengacu pada mean of platts Singapore (MOPS). Seperti diketahui, saat ini pemerintah masih memberikan subsidi tetap sebesar Rp500 per liter untuk BBM jenis solar.

"Januari-Mei memang ada kenaikan dibandingkan dengan September-Desember tahun lalu,“ katanya. Kendati demikian, untuk periode Juli-September, pemerintah belum bisa memutuskan apakah akan kembali melakukan penyesuaian harga solar dan premium.

Bisnis Indonesia, Page-30, Friday, May 26, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel