The total value of debt that is still difficult to collect reached US $ 350 million
Special Unit for Upstream Oil and Gas Upstream Activities (SKK Migas) has difficulty collecting 40 contractor cooperation contracts (KKKS) totaling US $ 400 million. The debt comes from the signature bonus and firm commitment from the first year to the third year of the exploration work area.
According to Parulian Sihotang, Deputy of Finance and Monetization of SKK Migas, this intansi until now can only collect the position of debt in US $ B 50 million only. Means that there is still outstanding debt of US $ 350 million again. In fact, it has sent a letter to the KKKS delinquent debt. In fact, SKK Migas itself has requested assistance to the embassy from where the origin of the KKKS originated, namely the United States Embassy and the Embassy of Canada.
Unfortunately, Parulian did not specify the identity of the KKKS in arrears. Whereas the total debt that must be collected is quite large. What is clear, it is indeed difficult to collect the debt. Because, the obligation comes from a long contract. That is during the early years of exploration.
For that it must collect data and review all production sharing contracts aka PSC already signed. "Obviously this is a legal aspect, how the production sharing contract as well as the rights and obligations and we are currently reviewing legally," he said.
Rule of collecting debts
Secretary of the Directorate General of Oil and Gas (Ditjen Migas) of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Susyanto mentioned that according to Government Regulation No. 35/2004 on Upstream Oil and Gas Business Activities, SKK Migas is entitled to collect the debt. He claims this government institution is helping the agency by involving state collection agencies.
He said, the difficulty of collecting these debts makes sense. Therefore, the contractor of cooperation contract (KKKS) which has spent a lot of funds that failed to get optimal oil and gas output, "Then termination, but have to pay commitments that have not been implemented, this must be difficult,"
Therefore, it is currently thinking of appropriate steps to be able to resolve the issue. One of them is by issuing Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources Number 30/2017 on the way of Imposition, Collection and Payment / Depositment of Non-Tax State Revenue (PNBP) Applicable to the Directorate General of Oil and Gas of the Ministry of ESDM.
ESDM Minister Ignatius Jonan has signed the bid on April 13, 2017. Susyanto said the regulation was made not to collect KKKS debt. But set the billing procedure. So far the way billing has never been set. For example the procedure of oil and gas PNBP and collection by SKK Migas. One of them is about signature bonus paid before contract signing.
There is another KKKS must provide guarantees to the government related exploration activities. If there is termination, the company must also fulfill its obligations as a contractor.
IN INDONESIAN
SKK Migas Kesulitan Menagih Utang ke KKKS
Total nilai utang yang masih sulit tertagih mencapai US$ 350 juta
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kesulitan menagih utang sebanyak 40 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), yang totalnya mencapai US$ 400 juta. Utang tersebut berasal dari signature bonus dan firm commitmen dari tahun pertama hingga tahun ketiga wilayah kerja eksplorasi.
Menurut Parulian Sihotang, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, intansi ini hingga kini hanya bisa menagih posisi utang di angka US$B 50 juta saja. Berarti masih ada sisa utang belum tertagih sebesar US$ 350 juta lagi. Padahal, pihaknya sudah mengirim Surat ke KKKS yang menunggak utang. Malah, SKK Migas sendiri sudah meminta bantuan ke kedutaan besar dari tempat asal KKKS tersebut berasal, yakni Kedubes Amerika Serikat dan Kedubes Kanada.
Sayang, Parulian tidak merinci identitas dari KKKS yang menunggak utang tersebut. Padahal total utang yang mesti ditagih tergolong besar. Yang jelas, pihaknya memang kesulitan menagih utang tersebut. Sebab, kewajiban itu berasal dari kontrak yang sudah lama. Yakni pada saat tahun-tahun awal eksplorasi.
Untuk itu pihaknya harus mengumpulkan data dan menelaah seluruh kontrak bagi hasil atau production sharing contract alias PSC yang sudah diteken. "Tentunya ini ada aspek legal, bagaimana bunyi kontrak bagi hasil serta hak dan kewajibannya dan kami saat ini lagi mengkaji secara legal," katanya.
Aturan menagih utang
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susyanto menyebut sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, SKK Migas memang berhak menagih utang tersebut. Dia mengklaim institusi pemerintah ini membantu lembaga tersebut dengan melibatkan lembaga penagihan negara.
Ia bertutur, kesulitan penagihan utang tersebut memang masuk akal. Sebab, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit ternyata gagal mendapatkan hasil migas yang optimal, "Lalu terminasi, tapi harus membayar komitmen yang belum dilaksanakan, ini pasti susah,"
Oleh Karena itu, saat ini pihaknya sedang memikirkan langkah yang tepat untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 30/2017 tentang cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran/Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.
Menteri ESDM Ignatius Jonan telah meneken beleid tersebut pada 13 April 2017 lalu. Susyanto bilang peraturan ini dibuat bukan untuk menagih utang KKKS. Namun mengatur tatacara penagihan. Selama ini cara penagihan belum pernah diatur. Misalnya tata cara PNBP migas dan penagihannya oleh SKK Migas. Salah satunya soal signature bonus yang dibayar sebelum penandatangan kontrak.
Ada lagi KKKS harus memberikan jaminan ke pemerintah terkait kegiatan eksplorasi. Kalau ada terminasipun, perusahaan juga harus sudah memenuhi kewajiban sebagai kontraktor.
Kontan, Page-14, Saturday, May 27, 2017
No comments:
Post a Comment