The government continues to encourage exploration activities and increase oil and gas production in the country. On the other hand, the Special Unit for Upstream Oil and Gas Business (SKK Migas) and oil and gas upstream business actors also mentioned the length of time that must be passed from the search period of oil and gas sources (exploration activities) to oil and gas production is so long.
From WoodMackenzie data, since the 2000s era, with the size of the findings of 10 million barrel to oil equivalent / MMboe reserves, it takes time to find new sources and achieve the first production of about 7 years for oil and gas working areas on land.
Meanwhile, in shallow water areas, the process until production reaches 10 years, while for deep-sea 15 years and ultra deep sea up to 25 years. In general, compared to other countries, the process of exploration to the first production in Indonesia takes 10 years.
From data from SKK Migas, from the first year to the 6th year of activities, the contractor still has not benefited. In fact, the contractor's cash flow is the lowest when it reaches the development stage due to a front end engineering design (FEED), preparation of a plan of development (PoD) and physical construction of a production facility.
Beginning in the 7th year, contractors begin to feel the advantage that is when the first production begins. At the exploration stage, the contractor's cash flow could be negative US$ 100 million. Negative numbers continue to grow around US$ 300 million in the development stage.
Cash flow began to turn positive in year 9, ie after 3 years of production. Deputy Chief of SKK Migas Zikrullah said that in the end, the length of time wasted to make the production field must be replaced by a cost recovery scheme (the cost of oil and gas production is borne by the government.) Therefore the sooner a field is commercialized, the contractor gets results fast.
He admitted, the oil and gas production process in some areas is so long. As in East Java for offshore areas takes over 15 years. Riau takes 15 years, off the coast of East Kalimantan 10 years, while in the mainland Maluku and Kalimantan take about 7 years. The reason, each region has a different administration that makes the process longer.
Arifin, Chairman of Commercial, LNG, & Gas Indonesian Petroleum Association (IPA) said the length of time needed to arrive at commercialization eventually raises the selling price of gas upstream. Because the cost to be incurred more and more.
Other factors that also contribute, the smaller the size of the field is getting smaller. In fact, in terms of drilling costs compared to the size of large and small structures may be relatively the same. The longer the discovery and commercialization, the automatic price increases as each year the project team remains, there is a cost. Because the cost is always there.
In addition, the fiscal terms of the cooperation contract also affect. For example, with the application of a PoD basis, the search for new sources in the same work area becomes increasingly difficult.
MANY FACTORS
Upstream Oil & Gas Analyst Asia Pacific WoodMackenzie Johan Utama said the length of the commercialization process is due to several things. From the contractor side, usually due to capital factor. From the side of the structure, gas field tends to take longer because of the buyer's search process due to price and infrastructure.
Other causes of the volume are too small to develop. On the other hand, the factors that make the exploration process until production is longer is the difficulty of land acquisition, the licensing process, the certainty of gas allocation, the procurement process as well as budgeting due to the bad perception of cost recovery that often ends in the state loss opinion.
IN INDONESIAN
Proses Panjang Penemuan Cadangan
Pemerintah terus mendorong kegiatan eksplorasi dan peningkatan produksi minyak dan gas bumi di Tanah Air. Di sisi lain, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan pelaku usaha hulu migas pun menyinggung terkait lamanya waktu yang harus dilewati dari masa pencarian sumber migas (kegiatan eksplorasi) menuju produksi migas begitu panjang.
Dari data WoodMackenzie, sejak era 2000-an, dengan ukuran temuan cadangan 10 million barreloil equivalent/MMboe, diperlukan waktu yang ditempuh untuk mencari sumber baru dan mencapai produksi pertama sekitar 7 tahun untuk wilayah kerja migas di darat.
Sementara itu, di daerah perairan dangkal, proses hingga produksi mencapai 10 tahun, sedangkan untuk laut dalam 15 tahun dan ultra laut dalam hingga 25 tahun. Secara umum, dibandingkan dengan negara lain, proses eksplorasi hingga produksi pertama di Indonesia membutuhkan waktu 10 tahun.
Dari data SKK Migas, dari tahun pertama hingga tahun ke-6 kegiatan, kontraktor masih belum mendapatkan keuntungan. Bahkan, arus kas kontraktor paling rendah ketika menyentuh tahap pengembangan karena melakukan kajian pendefinisian proyek (front end engineering design/FEED), penyusunan rencana pengembangan (plan of development/PoD) dan konstruksi fisik fasilitas produksi.
Mulai tahun ke-7, kontraktor mulai merasakan keuntungan yaitu pada saat produksi pertama dimulai. Pada tahap eksplorasi, arus kas kontraktor bisa negatif US$100 juta. Angka negatif terus bertambah di sekitar US$300 juta pada tahap pengembangan.
Arus kas mulai berubah menjadi positif pada tahun ke-9, yaitu setelah 3 tahun produksi. Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah mengatakan, pada akhirnya, memang lamanya waktu yang terbuang untuk membuat lapangan berproduksi harus diganti melalui skema bagi hasil cost recovery (biaya produksi migas ditanggung pemerintah. Oleh karena itu semakin cepat suatu lapangan dikomersialisasikan, kontraktor cepat mendapatkan hasil.
Dia mengakui, proses produksi migas di beberapa daerah begitu panjang. Seperti di Jawa Timur untuk wilayah lepas pantai membutuhkan waktu di atas 15 tahun. Riau membutuhkan 15 tahun, di lepas pantai Kalimantan Timur 10 tahun, sedangkan di daratan Maluku dan Kalimantan butuh sekitar 7 tahun. Alasannya, masing-masing daerah memiliki administrasi yang berbeda sehingga membuat proses semakin panjang.
Chairman Commercial, LNG, & Gas Indonesian Petroleum Association (IPA) Arifin mengatakan, panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk sampai tahap komersialisasi akhirnya menaikan harga jual gas di hulu. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan semakin banyak.
Faktor lainnya yang juga berkontribusi, semakin kecilnya ukuran lapangan yang semakin kecil. Padahal, dari sisi biaya pengeboran dibandingkan antara ukuran struktur besar dan kecil mungkin relatif sama. Semakin lama discovery dan komersialisasi, otomatis harga naik karena tiap tahun tim proyek itu tetap ada, tetap ada biaya. Karena biaya itu selalu ada.
Selain itu, faktor ketentuan fiskal dalam kontrak kerja sama juga memengaruhi. Sebagai contoh, dengan penerapan PoD basis, pencarian sumber baru di wilayah kerja yang sama menjadi semakin sulit.
BANYAK FAKTOR
Analis Hulu Migas Asia Pasifik WoodMackenzie Johan Utama mengatakan, lamanya proses komersialisasi disebabkan beberapa hal. Dari sisi kontraktor, biasanya karena faktor permodalan. Dari sisi struktur, lapangan gas cenderung membutuhkan waktu lebih panjang karena proses pencarian pembeli karena terkait harga dan infrastruktur.
Penyebab lainnya volume yang terlalu kecil untuk dikembangkan. Dari sisi lainnya, faktor yang membuat proses eksplorasi hingga produksi semakin panjang yakni sulitnya pembebasan lahan, proses perizinan, kepastian alokasi gas, proses pengadaan serta penganggaran akibat persepsi buruk dari cost recovery yang sering berakhir pada opini kerugian negara.
Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, May, 9, 2017
No comments:
Post a Comment