PT Pertamina again adds commitment to import liquefied natural gas / LNG with a maximum volume of 1.1 million tons per year. The LNG is supplied by trading company Woodside Petroleum Ltd, an Australian oil and gas company. Woodside, through its subsidiary Woodside Energy Trading Singapore Ltd., said that it has signed a sale and purchase agreement (SPA) with Pertamina.
The Woodside gas supply can be increased from 0.6 million tons per year to 1.1 million tons per year. In detail, Pertamina can obtain LNG of 0.6 million tons per year in the period of 2022-2034. Alternatively, the company may request a maximum supply of 1.1 million tons per year for the period from 2024 to 2038. The gas source comes from Woodside's global assets.
Gas Director of Pertamina Yenny Andayani confirmed the import agreement with Woodside. The LNG import is said to be tailored to national gas needs in the future, where it has been declared by the government to be dealing with gas supply in the country.
"We can not say that Pertamina's import needs to be seen as a national necessity because we are buying not only Pertamina's needs, but also national needs," he said in Jakarta on Thursday (8/6).
Woodside CEO Peter Coleman welcomed the signing of the SPA with Pertamina. "Our track record as a reliable LNG supplier and the proximity of our LNG sources with Indonesia are key to obtaining this agreement. Along with the increasing number of buyers in the market, we become the right choice, "he said.
In Australia, Woodside has three assets that have entered the production phase, two of which produce LNG. North West Shelf Project with LNG export capacity reaches 16.9 million tons per year and LNG Pluto Project with a production capacity of 4.3 million tons per year. In addition, Woodside is also working on several LNG projects at once.
In detail, Sunrise LNG with 5.13 trillion cubic feet of gas reserves offshore between East Timor and Darwin, Australia, Wheatstone with a production capacity of 1.16 million tonnes per year in Australia, Grassy Point LNG in Canada and Kitimat LNG in Vancouver, Canada with reserves of 10.5 trillion cubic feet.
Australian Ambassador to Indonesia Paul Grigson said the LNG supply agreement is a major new investment in bilateral economic relations between the two countries. As energy needs increase in Indonesia, this agreement contributes to energy security in Indonesia, supporting economic growth, employment and development.
"As a neighbor and friend, the long-term closeness and cooperation make Indonesia and Australia a natural strategic partner. Ongoing negotiations within the Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA) will create more equal opportunities for business and consumers in both countries, "Ambassador Grigson said in his official statement.
Not Excessive
Previously, Pertamina had a LNG import deal of 2.52 million tons per year with various companies. Pertamina signed a contract with Cheniere Energy Inc. subsidiary, Corpus Christi Liquefaction Liability Company, to supply LNG of 0.76 million tons per year for 20 years starting 2019. Pertamina has also contracted with Cheniere Energy with the same volume for 20 years, but Starting in 2018.
Later, Pertamina recently signed an LNG import agreement with ExxonMobil. Under this deal, ExxonMobil will supply LNG from 2025 to 1 million tons per year for 20 years. On the other hand, Indonesia still has gas projects under construction, such as the Masela Block Project, Deepwater Development (IDD), and East Natuna Block.
When it starts production, these projects will add to domestic gas supply. However, Yenny stated, there will be no oversupply when LNG imports start to enter. The reason, when the government declared a future gas deficit, the schedule and scale of production of these gas projects have been taken into account. So there will be no unabsorbed gas supply.
"It is impossible that nothing is absorbed. Why deficit, this is because the amount supplied is not enough with the required amount, "said Yenny
Previously, Head of Communication, Public Information Service and Cooperation Bureau of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Sujatmiko said that gas imports are needed to anticipate the growth of national gas needs in the future. Because the national gas demand is predicted to continue to increase given the increasing number of gas-fired power plants that operate. Thus, the gas supply must be optimized both from within and outside the country.
Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources, domestic gas needs will skyrocket above national gas production starting 2019. At that time, despite rising, domestic gas supply will be lower than requirement. Specifically, gas supply is estimated at only 7,651 mmscfd, lower than the requirement of 9,323 mmscfd. This estimate assumes that potential demand in 2019 reaching 1,436 nunscfd is actually realized.
IN INDONESIA
Pertamina Impor LPG 1,1 Juta Ton Per Tahun dari Australia
PT Pertamina kembali menambah komitmen impor gas alam cair/LNG dengan volume maksimal 1,1 juta ton per tahun. LNG ini dipasok oleh perusahaan dagang Woodside Petroleum Ltd, perusahaan migas asal Australia. Dalam keterangan resminya, Woodside melalui anak usahanya, Woodside Energy Trading Singapore Ltd, menyatakan telah meneken perjanjian jual beli (sale and purchase agreement/ SPA) dengan Pertamina.
Pasokan gas dari Woodside ini dapat ditingkatkan dari 0,6 juta ton per tahun menjadi 1,1 juta ton per tahun. Rincinya, Pertamina bisa memperoleh LNG sebesar 0,6 juta ton per tahun dalam periode 2022-2034. Pilihan lainnya, perseroan bisa meminta pasokan maksimal sebesar 1,1 juta ton per tahun untuk jangka waktu dari 2024 sampai 2038. Sumber gas berasal dari aset-aset global milik Woodside.
Direktur Gas Pertamina Yenny Andayani membenarkan adanya kesepakatan impor dengan Woodside ini. Impor LNG ini disebutnya disesuaikan dengan kebutuhan gas nasional di masa mendatang, di mana telah dinyatakan pemerintah akan terjadi deisit pasokan gas di dalam negeri.
“Kami tidak bisa bilang kebutuhan impor Pertamina, harus dilihat kebutuhan nasional karena kami beli bukan hanya untuk kebutuhan Pertamina, tetapi kebutuhan nasional seperti apa,” kata dia di Jakarta, Kamis (8/6).
CEO Woodside Peter Coleman menyambut baik penandatanganan SPA dengan Pertamina ini. “Track record kami sebagai pemasok LNG yang dapat diandalkan dan kedekatan sumber LNG kami dengan Indonesia adalah kunci untuk memperoleh kesepakatan ini. Seiring dengan semakin banyaknya pembeli di pasar, kami menjadi pilihan yang tepat,” kata dia.
Di Australia, Woodside memiliki tiga aset yang telah masuk tahap produksi, dua diantaranya menghasilkan LNG. North West Shelf Project dengan kapasitas ekspor LNG mencapai 16,9 juta ton per tahun dan Proyek Pluto LNG dengan kapasitas produksi 4,3 juta ton per tahun. Selain itu, Woodside juga seadng mengerjakan beberapa proyek LNG sekaligus.
Rincinya, Sunrise LNG dengan cadangan 5,13 triliun kaki kubik gas di lepas pantai antara Timor Leste dan Darwin, Australia, Wheatstone dengan kapasitas produksi 1,16 juta ton per tahun di Australia, Grassy Point LNG di Kanada, dan Kitimat LNG di Vancouver, Kanada dengan cadangan 10,5 triliun kaki kubik.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan, kesepakatan pasokan LNG ini merupakan investasi baru yang besar dalam hubungan bilateral ekonomi kedua negara. Seiring meningkatnya kebutuhan energi di Indonesia, kesepakatan ini memberi kontribusi bagi keamanan energi di Indonesia, mendukung pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, dan pembangunan.
“Sebagai tetangga dan teman, kedekatan dan kerjasama jangka panjang membuat Indonesia dan Australia menjadi mitra strategis yang alami. Negosiasi yang sedang berlangsung dalam Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) akan menciptakan kesempatan-kesempatan serupa yang lebih banyak bagi pebisnis dan konsumen di kedua negara,” kata Duta Besar Grigson dalam keterangan resminya.
Tidak Berlebih
Sebelumnya, Pertamina telah memiliki kesepakatan impor LNG sebesar 2,52 juta ton per tahun dengan berbagai perusahaan. Pertamina meneken kontrak dengan anak usaha Cheniere Energy Inc, yakni Corpus Christi Liquefaction Liability Company, untuk pasokan LNG sebesar 0,76 juta ton per tahun selama 20 tahun mulai 2019. Pertamina juga sudah berkontrak dengan Cheniere Energy dengan volume yang sama selama 20 tahun, namun dimulai pada 2018.
Kemudian, belum lama ini Pertamina juga meneken perjanjian impor LNG dengan ExxonMobil. Dalam kesepakatan ini, ExxonMobil akan memasok LNG mulai 2025 sebesar 1 juta ton per tahun selama 20 tahun. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki proyek-proyek gas yang masih dalam pengerjaan, seperti Proyek Blok Masela, Indonesia Deepwater Development (IDD), dan Blok East Natuna.
Ketika mulai produksi, proyek-proyek ini bakal menambah pasokan gas dalam negeri. Meski demikian, Yenny menyatakan, tidak akan ada kelebihan pasokan ketika impor LNG mulai masuk. Pasalnya, ketika pemerintah menyatakan adanya defisit gas di masa mendatang, jadwal dan besaran produksi proyek-proyek gas ini sudah diperhitungkan. Sehingga tidak akan ada pasokan gas yang tidak terserap.
“Tidak mungkin tidak ada yang serap. Kenapa defisit, ini karena jumlah yang dipasok tidak cukup dengan jumlah yang dibutuhkan,” kata Yenny
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan, impor gas dibutuhkan untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan gas nasional di masa mendatang. Pasalnya, kebutuhan gas nasional diprediksi akan terus meningkat mengingat semakin banyaknya pembangkit listrik berbahan bakar gas yang beroperasi. Sehingga, pasokan gas harus dioptimalkan baik dari dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kebutuhan gas dalam negeri akan melejit di atas produksi gas nasional mulai 2019. Pada saat itu, meskipun naik, pasokan gas dalam negeri akan lebih rendah dari kebutuhan. Rincinya, pasokan gas diperkirakan hanya sebesar 7.651 mmscfd, lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan yang mencapai 9.323 mmscfd. Perkiraan itu dengan mengasumsikan potential demand pada 2019 yang mencapai 1.436 nunscfd benar-benar terealisasi.
Investor Daily, Page-6, Friday, June 9, 2017
No comments:
Post a Comment