Balikpapan Refinery And Tuban Refinery
PT Pertamina is seeking funding for the capacity building project of Balikpapan Refinery and Tuban Refinery.
Pertamina Finance Director Arief Budiman said it has conducted socialization or market sounding for the Balikpapan Refinery and Tuban Refinery project. The company uses the financing scheme of project financing so that internal can supply capital around 30% -40%.
Balikpapan's Refinery Project requires approximately US $ 4.6 billion of funds, all of which must be borne by the company because no partners contributed to the project. As a result, to increase refinery capacity from 260,000 barrels per day (bpd) to 360,000 bpd, the company spent around US $ 1.8 billion.
Meanwhile, at the Tuban refinery project, Pertamina is partnering with Rosneft with a 55% shareholder in the hands of the company. To build a new refinery with a capacity of 300,000 bph, Pertamina must provide capital of about US $ 2.8 billion. However, he does not want to mention which parties are interested to participate to fund the project.
The increase in Balongan Refinery capacity requires US $ 1.27 billion, Balikpapan refinery of US $ 5.3 billion, Cilacap Refinery US $ 4.5 billion, Tuban Refinery about US $ 13 billion, and Bontang Refinery about US $ 8 billion. "The Balikpapan Refinery has been our sound sounding, Tuban refinery has also been," he said in the House of Representatives, Tuesday (13/6).
He said the change in refinery targets refers to the assumption of the company's debt ratio as measured by comparison of earnings and income before taxes, interest, depreciation and amortization (EBITDA).
With a debt limit of 3.5, it is difficult for companies to keep their numbers lower when running a refinery project in accordance with the initial target. In fact, ideally for companies that are still developing such as Pertamina, debt ratio
Kept below 3.
From material presentation of company's performance in quarter IV / 2016, Balikpapan refinery phase 1 is targeted to be completed in 2019. Then, Balongan and Balikpapan phase 2 is completed by 2020. Meanwhile, Cilacap and Tuban Refinery can be completed in 2021 also Bontang in 2023, and Refinery Dumai in 2024.
From the material of the latest exposure, there is a difference of target, namely Balikpapan phase 1 to 2020 and phase 2 is completed in 2021. Then, Cilacap Refinery 2023 and Bontang Refinery becomes 2024. The current refinery capacity is about 800.000 bpd with fuel consumption level of 1.6 million Bph.
He acknowledged that initial targets were made with the assumption of acceleration, while the latest targets were more realistic in terms of businessmanship and finance. Specifically, the scheme of assignment with corporate costs, the construction of Tuban Refinery and Bontang Refinery can actually use other funding schemes as regulated in Presidential Decree no. 146/2015 on the Implementation of Development and Development of Oil Refinery in the Interior.
In beleid it regulates that the implementation of the construction of oil refineries in the country can be done by state-owned or private. If the construction of refineries using corporate cost, Pertamina can get funding facilities in the form of state capital participation (PMN), retained earnings, Pertamina loans from inside or outside the country, government loans and bond issuance.
The Company will temporarily not use other funding options as regulated in the bids. The issuance of bonds, additional loans to State Investment (PMN) will not be selected as an acceleration option for refinery projects.
IN INDONESIAN
Pertamina Semakin Gencar Cari Mitra
PT Pertamina mencari pendanaan untuk proyek penambahan kapasitas Kilang Balikpapan dan Kilang Tuban.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi atau market sounding untuk proyek Kilang Balikpapan dan Kilang Tuban. Perseroan menggunakan skema pendanaan project financing sehingga internal bisa menyuplai modal sekitar 30%-40%.
Proyek Kilang Balikpapan membutuhkan dana sekitar US$4,6 miliar yang semuanya harus ditanggung perseroan karena tidak ada mitra yang turut berkontribusi dalam proyek tersebut. Alhasil, untuk menambah kapasitas kilang dari 260.000 barel per hari (bph) menjadi 360.000 bph, perseroan mengeluarkan dana sekitar US$1,8 miliar.
Sementara itu, pada proyek Kilang Tuban, Pertamina bermitra dengan Rosneft dengan pembagian saham 55% di tangan perseroan. Untuk membangun kilang baru berkapasitas 300.000 bph, Pertamina harus menyediakan modal sekitar US$2,8 miliar. Namun, dia belum mau menyebut pihak mana yang berminat untuk turut serta untuk mendanai proyek.
Peningkatan kapasitas Kilang Balongan membutuhkan dana US$1,27 miliar, Kilang Balikpapan US$5,3 miliar, Kilang Cilacap US$4,5 miliar, Kilang Tuban sekitar US$13 miliar, dan Kilang Bontang sekitar US$8 miliar. “Yang Kilang Balikpapan sudah Kami market sounding, Kilang Tuban juga sudah,” ujarnya di DPR, Selasa (13/6).
Dia menilai, pengubahan target penyelesaian kilang merujuk pada asumsi rasio utang perseroan yang diukur dari perbandingan laba dan pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi dan amortisasi (EBITDA).
Dengan batas rasio utang 3,5 perseroan sulit menjaga agar angkanya lebih rendah bila menjalankan proyek kilang sesuai dengan target awal. Padahal, idealnya bagi perusahaan yang masih berkembang seperti Pertamina, rasio utang dijaga di bawah 3.
Dari materi paparan kinerja perseroan kuartal IV/2016, Kilang Balikpapan tahap 1 ditargetkan selesai pada 2019. Kemudian, Kilang Balongan dan Balikpapan tahap 2 selesai pada 2020. Sementara itu, Kilang Cilacap dan Kilang Tuban bisa diselesaikan pada 2021 juga Bontang pada 2023, dan Kilang Dumai pada 2024.
Dari materi paparan yang terbaru, terdapat perbedaan target, yakni Balikpapan tahap 1 menjadi 2020 dan tahap 2 selesai pada 2021. Kemudian, Kilang Cilacap 2023 dan Kilang Bontang menjadi 2024. Kapasitas kilang saat ini sekitar 800.000 bph dengan tingkat konsumsi BBM sebesar 1,6 juta bph.
Dia mengakui bahwa target awal dibuat dengan asumsi akselerasi, sedangkan target terbaru lebih realistis dari sisi keteknisan dan finansial. Khusus skema penugasan dengan biaya korporasi, pembangunan Kilang Tuban dan Kilang Bontang sebenarnya bisa menggunakan skema pendanaan lain seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 146/2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
Dalam beleid itu mengatur bahwa pelaksanaan pembangunan kilang minyak di dalam negeri bisa dilakukan oleh BUMN atau swasta. Bila pembangunan kilang penugasan menggunakan biaya korporasi, Pertamina bisa mendapatkan fasilitas pendanaan berupa penyertaan modal negara (PMN), laba yang ditahan, pinjaman Pertamina yang berasal dari dalam atau luar negeri, pinjaman pemerintah dan penerbitan obligasi.
Perseroan untuk sementara ini tidak akan menggunakan opsi pendanaan lain seperti yang diatur dalam beleid itu. Penerbitan obligasi, tambahan pinjaman hingga Penanaman Modal Negara (PMN) tidak akan dipilih sebagai opsi akselerasi proyek kilang.
Bisnis Indonesia, Page-30, Friday, June 16, 2017
No comments:
Post a Comment