Imports of liquefied natural gas or LNG will be easier with the Iokal gas price requirement in the hands of consumers above 11.5% of the price of Indonesian oil.
Provisions concerning gas import are regulated in Minister of Energy and Mineral Resources Regulation no. 11/2017 on Gas Utilization for Power Generation which was issued on January 30, 2017. The regulation states that gas import can be realized if domestic price is above 11.5% of Indonesian crude price (ICP).
However, the ICP 11.5% provision is not confirmed whether when it is in the hands of consumers, at the gas terminal (excluding the cost of regasification and transportation) or at the mouth of the well
Under the regulation, PT Perusahaan Listrik Negara and private electricity producers may be allowed to import gas destined for generator fuel. Meanwhile, power plants outside the well (well head), if gas prices are higher and 11.5% ICP, PLN and private developers are allowed to use liquefied natural gas (LNG).
Prices for LNG apply in accordance with the market, ie 11.5% of ICP and excluding transportation costs. If the imported LNG price is greater than 1I, 5% ICP, PLN and private Iistrik developers are allowed to purchase domestic gas which costs higher than 11.5% ICP. If IGP is assumed to be US $ 50 / barrel, the maximum gas price the developer can buy is US $ S, 7 / MMBtu.
Deputy Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar said the price of gas that became the reference should be when it is in the hands of consumers. The reason is that the provisions in the regulation have only touched on gas price in the regasification terminal or landed price also FOB.
In fact, to utilize the gas there are other business chains such as LNG must go through the process of regasification and delivery through pipelines that require additional costs.
"So the final price compared is not the price of landed price or FOB because there is still transportation and regasification," he said After attending a Working Meeting at Commission VII DPR, Monday (10/7).
According to him, if still using the same formula, the actual gas price for the electricity sector will not be cheaper. For example, he calls PLN getting 11.4% LNG price from ICP.
However, the price still needs to take into account the cost of regasification also toll fee or the cost of delivering gas through the pipeline. The price can reach US $ 11 per MMBtu even US $ 12 per MMBtu in the hands of the end consumer. Thus, the price formula stipulated in Ministerial Regulation 11/2017 still does not meet the capabilities of PLN.
"There are still transportation and regasification costs can be about US $ 11 or even US $ 12. Meaning that PLN would not? PLN does not want because the price is more expensive "
Director General of Electricity, Andi Noorsaman Sommeng, said that in the revision, the regulation will be given an explanation of the condition for the gas pricing formula to be determined in accordance with the conditions in the field.
IN INDONESIAN
Impor Gas Akan Lebih Mudah Direalisasikan
Impor gas alam cair atau LNG akan semakin mudah dengan persyaratan harga gas Iokal di tangan konsumen di atas 11,5% dari harga minyak Indonesia.
Ketentuan soal impor gas diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 11/2017 tentang Pemanfaatan Gas untuk Pembangkit Listrik yang terbit pada 30 Januari 2017. Dalam aturan itu disebutkan bahwa impor gas bisa direalisasikan jika harga di dalam negeri di atas 11,5% dari harga minyak Indonesia (Indonesian crude price/ICP).
Namun, ketentuan 11,5 % ICP itu tidak ditegaskan apakah ketika sudah di tangan konsumen, di terminal gas (belum termasuk biaya regasifikasi dan transportasi) atau di mulut sumur
Melalui aturan itu, PT Perusahaan Listrik Negara dan produsen Iistrik swasta boleh untuk mengimpor gas yang diperuntukkan bagi bahan bakar pembangkit. Sementara itu, pembangkit di luar mulut sumur (well head), jika harga gas Iebih tinggi dan 11,5 % ICP, PLN dan pengembang swasta diperbolehkan untuk menggunakan gas alam cair (LNG).
Harga untuk LNG berlaku sesuai dengan pasar, yakni 11,5% dari ICP dan belum termasuk biaya transportasi. Jika harga LNG impor lebih besar dari 1I,5% ICP, PLN dan pengembang Iistrik swasta diperbolehkan membeli gas dalam negeri yang harganya Iebih tinggi dari 11,5% ICP. Jika diasumsikan IGP US$50/barel, harga gas maksimal yang bisa dibeli pengembang listrik adalah US$S,7/MMBtu.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, harga gas yang menjadi acuan seharusnya ketika sudah berada di tangan konsumen. Pasalnya, ketentuan dalam aturan itu baru menyinggung harga gas di terminal regasifikasi atau landed price juga FOB.
Padahal untuk memanfaatkan gas masih terdapat rantai bisnis lainnya semisal dari LNG harus melalui proses regasifikasi serta penghantaran melalui pipa yang memerlukan biaya tambahan.
“Jadi harga akhirnya yang dibandingkan bukan harga landed price atau FOB karena masih ada transportasi dan regasifikasi," ujarnya
usai menghadiri Rapat Kerja di Komisi VII DPR, Senin (10/7).
Menurutnya, bila masih menggunakan formula yang sama, sebenarnya harga gas bagi sektor ketenagalistrikan tidak menjadi Iebih murah. Sebagai contoh, dia menyebut PLN mendapatkan harga LNG 11,4% dari ICP.
Namun, harga tersebut masih perlu memperhitungkan biaya regasifikasi juga toll fee atau biaya penghantaran gas melalui pipa. Harganya bisa mencapai US$ 11 per MMBtu bahkan US$12 per MMBtu di tangan konsumen akhir.
Dengan demikian, formula harga yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri 11/2017 masih belum memenuhi kemampuan PLN.
“Masih ada biaya transportasi dan regasifikasi harganya bisa menjadi sekitar US$11 bahkan US$12. Artinya PLN mau tidak? PLN tidak mau karena harganya Iebih mahal"
Dirjen Ketenagalistrikan Andi Noorsaman Sommeng mengatakan, dalam revisi aturan itu nantinya diberi penjelasan kondisi agar formula harga gas yang ditetapkan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Bisnis Indonesia, Page-30, Wednesday, July 12, 2017
No comments:
Post a Comment