Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignatius Jonan set the price of Indonesian crude oil (Indonesian Crude Price / ICP) in June at US $ 43.66 per barrel. The ICP stipulated by Minister of Energy and Mineral Resources Decree No. 2380K / 12 / MEM / 2017 decreased by US $ 3.43 per barrel compared to May's ICP of US $ 47.09 per barrel.
"If we look at the last two months, the ICP has gone down. ICP in April amounted to US $ 49.56 per barrel, then fell in May to US $ 47.09 per barrel, then fell again this June to US $ 43.66 per barrel, "said Jonan in his official statement on Tuesday (4/7 ).
The decline in ICP was triggered by weakening world oil prices. The average price of Brent oil in June was US $ 47.55 per barrel, down from US $ 51.39 per barrel in the previous month. Similarly, West Texas Intermediate (WTI) oil in June also fell to US $ 45.20 per barrel compared to US $ 48.54 per barrel in the previous month.
While OPEC basket fell by US $ 4.01 per barrel from US $ 49.20 per barrel to US $ 45.19 per barrel. Decrease in oil prices The world is caused by several factors. First, based on the publication of the International Energy Agency (IEA) and the Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) in June, OPEC's crude oil production in May rose by 290 thousand Barrels Per Day (BPD) and 336 thousand bpd.
While for non-OPEC oil production in May rose 300 thousand bpd to 57.83 million bpd compared to April. Then, the United States Energy Information Administration (EIA) report stating the level of gasoline stock and distillate fuel oil Uncle Sam's country during June increased compared to May.
In detail, gasoline stocks rose by 4 million barrels to 241 million barrels and distillate fuel oil stocks rose 5.3 million barrels to 152.3 million barrels. Furthermore, according to Baker Hughes Incorporated data, there is an increase in the number of rig count in the United States last month by 33 rig to 941 rig compared to May.
As for the Asia-Pacific region, the decline in oil prices is due to refinery turnover in Japan and the declining trend in crude oil demand growth in the country. Second, based on the IEA publication, there is a decrease in demand for crude oil products in South Korea and China.
Thus, said Jonan, the average ICP during the period from January to June was US $ 48.84 per barrel. In detail, ICP in January stood at US $ 51.88 per barrel, February at US $ 52.5 per barrel, March at US $ 48.71 per barrel, April US $ 49.56 per barrel, May US $ 47.09 per barrel And June US $ 43.66 per barrel.
He said the average ICP below US $ 50 per barrel is good because the value of oil and gas imports could become smaller. In addition, it also has the potential to reduce the cost of supply of electricity (BPP). "But the impact if Oil prices below US $ 50 per barrel continue, interest for oil and gas investment or exploration will not rise, "he said.
Oil prices that survive in low numbers is also a positive impact on the price of fuel oil (BBM). President Joko Widodo has stated that the price of Premium and Solar type of fuel does not rise this July. Furthermore, Jonan asserted, fuel prices will not change until September. Likewise for the price of liquefied petroleum gas (LPG).
IN INDONESIA
Juni, ICP Turun Lagi Menadi US$ 43,66 Per Barel
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menetapkan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude
Price/ICP) Juni sebesar US$ 43,66 per barel. ICP yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 2380K/ 12/ MEM/ 2017 tersebut turun sebesar US$ 3,43 perbarel dibandingkan ICP Mei sebesar US$ 47,09 per barel.
“Kalau kami lihat sudah dua bulan terakhir ini ICP turun terus. ICP April sebesar US$ 49,56 per barel, lalu turun pada Mei menjadi US$ 47,09 per barel, lalu turun lagi Juni ini menjadi US$ 43,66 per barel,” kata Jonan dalam keterangan resminya, Selasa (4/7).
Penurunan ICP tersebut dipicu oleh melemahnya harga minyak dunia. Harga rata-rata minyak jenis Brent pada Juni lalu tercatat sebesar US$ 47,55 per barel, turun dari bulan sebelumnya sebesar US$ 51,39 per barel. Demikian halnya dengan minyak West Texas Intermediate (WTI) pada Juni lalu juga turun menjadi US$ 45,20 per barel dibanding bulan sebelumnya yang sebesar US$ 48,54 per barel.
Sementara Basket OPEC turun sebesar US$ 4,01 per barel dari US$ 49,20 per barel menjadi US$ 45,19 per barel. Penurunan harga minyak dunia tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, berdasarkan publikasi International Energy Agency (IEA) dan Organization ofthe Petroleum Exporting Countries (OPEC) Juni lalu, produksi minyak mentah OPEC pada Mei lalu naik sebesar 290 ribu barel per hari (bph) dan 336 ribu bph.
Sementara untuk produksi minyak Non-OPEC pada Mei lalu tercatat naik 300 ribu bph menjadi 57,83 juta bph dibandingkan April. Kemudian, laporan Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat yang menyatakan tingkat stok gasoline dan distillate fuel oil Negeri Paman Sam itu selama Juni lalu meningkat dibandingkan dengan Mei.
Rincinya, stok gasoline naik 4 juta barel menjadi sebesar 241 juta barel dan stok distillate fuel oil naik 5,3 juta barel menjadi sebesar 152,3 juta barel. Selanjutnya, menurut data Baker Hughes Incorporated, terdapat peningkatan jumlah rig count di Amerika Serikat pada bulan lalu sebanyak 33 rig menjadi 941 rig dibandingkan Mei.
Sementara untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak disebabkan adanya perawatan (turn around) kilang di Jepang dan kecenderungan menurunnya pertumbuhan permintaan minyak mentah di negara tersebut. Kedua, berdasarkan publikasi IEA, terdapat penurunan permintaan produk minyak mentah di Korea Selatan dan China.
Sehingga, tutur Jonan, rata-rata ICP selama periode Januari-Juni ini menjadi sebesar US$ 48,84 per barel. Rincinya, ICP Januari, tercatat sebesar US$ 51,88 per barel, Februari US$ 52,5 per barel, Maret US$ 48,71 per barel, April US$ 49,56 per barel, Mei US$ 47,09 per barel dan Juni US$ 43,66 per barel.
Dikatakannya, rata-rata ICP yang di bawah US$ 50 per barel ini berdampak bagus karena nilai impor migas bisa menjadi lebih kecil. Selainitu, hal ini juga berpotensi menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan listrik. “Tetapi dampaknya kalau harga minyak di bawah US$ 50 per barel terus, minat untuk investasi migas atau eksplorasi tidak akan naik,” kata dia.
Harga minyak yang bertahan di angka rendah ini juga berdampak positif pada harga bahan bakar minyak (BBM). Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa harga BBM jenis Premium dan Solar tidak naik pada Juli ini. Selanjutnya, Jonan menegaskan, harga BBM tidak akan berubah sampai September nanti. Demikian juga untuk harga gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG).
Investor Daily, Page-9, Wednesday, July 5, 2017
No comments:
Post a Comment