The downstream oil and gas regulatory agency has requested the construction of the Cirebon-Semarang gas pipeline project by PT Rekayasa Industri and the Kalimantan-Java II segment by PT Bakrie & Brothers Tbk.
The Downstream Oil and Gas Regulatory Agency (BPH Migas) has summoned Rekayasa Industri (Rekind) related to the gas transmission pipeline project of Cirebon, West Java-Semarang, Central Java and Bakrie & Brothers related to the Kalimantan-Java (Kalija) transmission pipeline project II Will connect gas from Bontang, East Kalimantan-Semarang, Central Java along 1,115 kilometers.
Head of BPH Migas Fanshurullah Asa said it had met with Industrial Engineering because 11 years ago, there has been no development of the 250 km gas pipeline project. Parties Rekind, Fanshurullah said will give the decision to continue or stop the project no later than September 15, 2017.
"Pipe Cirebon-Semarang is 11 years we asked for certainty Rekind build this pipe," he said in the Hearings Meeting BPH Migas and Commission VII DPR, Monday (17/7).
In the Kalija II project, President Director of Bakrie & Brothers has sent a letter to the Head of BPH Migas. 041 / S / BOD-BGU /VIII / 2016 is related to the planned construction of Kalija II on August 8, 2016. Both projects are hampered by gas supply. In fact, the certainty of gas supply is needed for the project to get access to financing from banks.
"The main obstacle to the construction of the pipeline has not received gas allocation," he said.
On the same occasion, Member of Commission VII Harry Poernomo said, the auction gas pipeline project without the allocation is not the right decision. According to him, the government should have prepared the gas supply before auctioning the project. He also regretted the Cirebon-Semarang and Kalimantan-Java projects that are projects in strategic locations and require large investment, hampered by the absence of gas supply.
"How can there be strategic locations where large investments can not be allocated," he said.
Member of Commission VII Kurtubi said the government should complete the study related to gas supply in the upstream first. Similarly, prospective users of gas around the gas network. Thus, the integrated study must be completed before the mas auctioned.
"Must first be fined." He said.
BACKBONE
Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources, IGN Wiratmaja Puja, said the two projects are an important position as the backbone of energy distribution in Java. According to him, the continuation of the two gas pipeline project is still under discussion with the related parties.
"While discussions with the parties involved," he said.
Related gas supply, he said can be searched from several oil and gas fields in Java. Meanwhile, he said gas could be supplied from liquefied natural gas (LNG). How to build a regasification terminal for LNG can be diregas and sent through the pipe. Nevertheless he did not mention in the pipeline development plan who will utilize the gas.
"The alternative can be a lot of Java itself can LNG can make a terminal to make in Java if the user is there," he said.
Meanwhile, based on the projection, Indonesia needs additional regasification facilities capacity of 25 million tons per year by 2035. Senior Expert Gas & Power Wood Mackenzie Edi Saputra previously said to be able to utilize gas required additional capacity of regasification facility of 25 million tons per year [mtpa] at 2035. The projection is based on the assumption of LNG demand growth.
He calls the capacity of the installed regasification facility currently only about 8 mtpa. On the other hand, LNG consumption is expected to continue to rise. This year, LNG consumption of 2.8 mtpa, 2020 by 8 mtpa and became 2030 rose to 15 mtpa.
He mentioned the addition of gas infrastructure is absolutely necessary in order to meet the needs. The reason is there is a tendency of growth of LNG consumption in the country especially from the electricity sector.
According to him, there is a period of supply shortages in small volumes by 2020 and 2025. He also estimates that Indonesia does not need to make long-term import contracts of LNG.
IN INDONESIA
Komitmen Rekind Ditagih
Badan pengatur hilir minyak dan gas bumi menagih komitmen pembangunan proyek pipa gas ruas Cirebon-Semarang oleh PT Rekayasa Industri dan ruas Kalimantan-Jawa II oleh PT Bakrie & Brothers Tbk.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah memanggil Rekayasa Industri (Rekind) terkait dengan proyek pembangunan pipa gas transmisi ruas Cirebon, Jawa Barat-Semarang, Jawa Tengah dan Bakrie&Brothers terkait dengan proyek pipa transmisi Kalimantan-Jawa (Kalija) II yang akan menghubungkan gas dari Bontang, Kalimantan Timur-Semarang, Jawa Tengah sepanjang 1.115 kilometer.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan Rekayasa Industri karena 11 tahun berselang, belum ada perkembangan proyek pipa gas sepanjang 250 km tersebut. Pihak Rekind, kata Fanshurullah akan memberikan keputusan tetap melanjutkan atau menghentikan proyek itu paling lambat 15 September 2017.
“Pipa Cirebon-Semarang sudah 11 tahun kami meminta kepastian Rekind membangun pipa ini,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat BPH Migas dan Komisi VII DPR, Senin (17/7).
Pada proyek Kalija II, Presiden Direktur Bakrie&Brothers telah mengirim Surat kepada Kepala BPH Migas No. 041/S/BOD-BGU/VIII/2016 terkait dengan rencana pembangunan Kalija II pada 8 Agustus 2016. Kedua proyek tersebut karena terhambat pasokan gas. Padahal, kepastian pasokan gas diperlukan agar proyek mendapatkan akses pembiayaan dari bank.
“Kendala utama pelaksanaan pembangunan pipa tersebut belum mendapat alokasi gas,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII Harry Poernomo mengatakan, lelang proyek pipa gas tanpa dilengkapi alokasi bukanlah keputusan yang tepat. Menurutnya, pemerintah seharusnya telah mempersiapkan pasokan gasnya sebelum melelang proyek tersebut. Dia pun menyayangkan proyek Cirebon-Semarang dan Kalimantan-Jawa yang menjadi proyek di lokasi strategis dan membutuhkan investasi besar, terhambat karena belum adanya pasokan gas.
“Bagaimana bisa terjadi lokasi strategis yang investasinya besar tidak bisa mendapat alokasi," katanya.
Anggota Komisi VII Kurtubi mengatakan, seharusnya pemerintah menuntaskan kajian terkait dengan pasokan gas di hulu terlebih dahulu. Begitu pula dengan calon pemanfaat gas di sekitar jaringan gas tersebut. Dengan demikian, kajian terintegrasi harus tuntas sebelum mas dilelang.
"Harus difinalkan dulu hulunya." katanya.
TULANG PUNGGUNG
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral IGN Wiratmaja Puja mengatakan kedua proyek tersebut penting posisinya sebagai tulang punggung distribusi energi di Pulau Jawa. Menurutnya, kelanjutan proyek kedua ruas pipa gas itu masih dalam pembahasan dengan pihak terkait.
"Sedang diskusi dengan pihak terlibat," katanya.
Terkait pasokan gas, dia menyebut bisa dicari dari beberapa lapangan migas di Jawa. Sementara itu, dia menyebut bisa saja gas dipasok dari gas alam cair (liquefied natural gas/LNG). Caranya dengan membangun terminal regasifikasi agar LNG bisa diregas lalu dikirimkan melalui pipa. Kendati demikian dia tidak menyebut dalam rencana pembangunan pipa siapa yang akan memanfaatkan gasnya.
“Alternatifnya banyak sekali bisa dari Jawa sendiri bisa LNG bisa bikin terminal bikin di Jawa kalau user-nya ada,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan proyeksi, Indonesia perlu tambahan kapasitas fasilitas regasifikasi sebanyak 25 juta ton per tahun pada 2035. Senior Expert Gas & Power Wood Mackenzie Edi Saputra sebelumnya mengatakan untuk bisa memanfaatkan gas diperlukan tambahan kapasitas fasilitas regasifikasi 25 juta ton per tahun [mtpa] pada 2035. Proyeksi tersebut dibuat berdasarkan asumsi pertumbuhan permintaan LNG.
Dia menyebut kapasitas fasilitas regasifikasi yang terpasang saat ini hanya sekitar 8 mtpa. Di sisi lain, konsumsi LNG diperkirakan terus naik. Pada tahun ini, konsumsi LNG sebesar 2,8 mtpa, 2020 sebesar 8 mtpa dan menjadi 2030 naik menjadi 15 mtpa.
Dia menyebut penambahan infrastruktur gas mutlak diperlukan agar bisa memenuhi kebutuhan. Pasalnya, terdapat kecenderungan pertumbuhan konsumsi LNG di dalam negeri khususnya dari sektor ketenagalistrikan.
Menurutnya, terdapat masa kekurangan pasokan dalam volume yang kecil pada 2020 dan 2025. Dia pun memperkirakan Indonesia belum perlu membuat kontrak impor LNG dalam jangka panjang.
Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, July 18, 2017
No comments:
Post a Comment