google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Working on Natuna Block, Pertamina Forms a New Consortium - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wednesday, July 19, 2017

Working on Natuna Block, Pertamina Forms a New Consortium



PT Pertamina formed a new consortium to continue the development of the East Natuna Block, following the departure of ExxonMobil as one of the existing consortium members. In his letter, ExxonMobil stated that the East Natuna Block development is not economical with the current condition.

Upstream Director of Pertamina Syamsu Alam said the company is unlikely to work on the development of East Natuna Block itself. Because the costs and risks to be borne by the company will be too big. Therefore, with ExxonMobil not continuing
Investment in the East Natuna Block, forming a new consortium to be one solution.

"Such a possibility [will form a new consortium]," he said in Jakarta, Tuesday (18/7).

He said it has not yet determined who the new partner will be selected who will participate in developing East Natuna Block. He also declined to state whether PTT Thailand will return to partner or not. PTT Thailand is also one of the company's partners in the existing consortium.

However, a number of international oil and gas companies are said to be interested in becoming Pertamina's partners.

"There are several IOC (international oil company) who are also interested to participate in developing the block," said Syamsu Alam.

Vice President of Public and Government Affairs of ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto stated that his side will not be involved in managing East Natuna Block. However, ExxonMobil remains committed to its operations in Indonesia and will continue to seek and assess new opportunities in Indonesia.

"After completing Technology and Market Review (TMR) and reviewing its findings, ExxonMobil no longer wishes to continue the discussion or further activities related to East Natuna," he said.

Erwin added that his side saw that the government had other considerations to develop East Natuna soon. Therefore, it does not want the plan to be delayed due to the current condition that does not allow ExxonMobil to participate in developing East Natuna.

Meanwhile, Director General of Oil and Gas of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja said that ExxonMobil has sent a letter to the Ministry. In the letter, ExxonMobil stated that from the results of the calculation, the development of the East Natuna Block is not economical if using the terms that exist today.

"We are discussing internally," he said. The government will also call ExxonMobil to request a detailed explanation of the contents of the letter. "Next week may be called," he added.

Nevertheless, still in the same letter, ExxonMobil is said to be willing to assist Indonesia in the development of the East Natuna Block. "In his letter Exxon clearly says they have technology and technical skills. If necessary, ready to help, "said Wiratmaja.

ExxonMobil will be able to supply the necessary technology or data. ExxonMobil is not the first company to step down from the East Natuna Block development. Initially, Pertamina took ExxonMobil, Total SA, and Petronas to work on this block. Then in 2012, Petronas declined from the consortium and was replaced by PTT Thailand.

Last year, Pertamina claimed that Total SA had withdrawn from the consortium. With the pullback of ExxonMobil, the Thailand PTT is the only surviving partner.

Wait for TMR

For the continuation of East Natuna Block in the future, Wiratmaja admits that he is still waiting for Technology and Market Review (TMR) which Pertamina and its partners make. Although Pertamina claims to have completed TMR, he admitted that he has not received his report officially.

"We wait, the sooner the better, the sooner the gas production from there [East Natuna Block]," he said.

Discussion on the implementation of cooperation contract of gross split scheme in East Natuna block also called waiting TMR. But according to the regulation, all new oil and gas contracts will use the gross split scheme contract

"Give us time next week, we invite all of them. Who knows TMR is done, "he said.

Related to the establishment of a new consortium for the development of the East Natuna Block, it stated also need further discussion. What is clear, the government has assigned the management of East Natuna Block to Pertamina. Furthermore, the company is allowed to cooperate with other oil and gas companies, including previous block manager ExxonMobil.

Syamsu Alam calls TMR East Natuna Block has been completed. TMR can be a reference in preparing the development of the block. "Of course TMR results are very useful to be used as a reference," he said.

As is known, TMR is required because of the characteristics of the East Natuna Block. The block gas reserves are estimated to be very large, reaching 222 trillion cubic feet. But the carbon dioxide content is also quite high, reaching 72%, so only 46 trillion cubic feet can be taken.

The government first appointed Pertamina to develop the Natuna D-Alpha Block in the Letter of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 3588/11 / MEM / 2008 dated June 2, 2008 on Natuna D Alpha Gas Status (before being changed to East Natuna). Furthermore, at the beginning of this year, the government re-affirmed the assignment of East Natuna Block management to Pertamina.

After that, the Pertamina consortium and its partners signed the East Natuna Block principle of agreement on August 19, 2011. This challenge is intended to continue the preparation process of the cooperation contract. The POA that expires at the end of 2015 is then extended by 30 months due to unfinished TMR.

IN INDONESIA

Garap Blok Natuna, Pertamina Bentuk Konsorsium Baru


PT Pertamina membentuk konsorsium baru untuk melanjutkan pengembangan Blok East Natuna, menyusul hengkangnya ExxonMobil selaku salah satu anggota konsorsium eksisting. Dalam suratnya, ExxonMobil menyatakan pengembangan Blok East Natuna tidak ekonomis dengan kondisi saat ini.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, perseroan tidak mungkin mengerjakan pengembangan Blok East Natuna sendiri. Pasalnya biaya dan risiko yang harus ditanggung perseroan akan terlalu besar. Karenanya, dengan ExxonMobil tidak melanjutkan investasi di Blok East Natuna, membentuk konsorsium baru menjadi salah satu solusi. 

“Kemungkinan seperti itu [akan membentuk konsorsium baru] ,” kata dia di Jakarta, Selasa (18/7).

Dikatakannya, pihaknya belum menentukan siapa mitra baru yang dipilih yang akan ikut mengembangkan Blok East Natuna. Dia juga enggan menyatakan apakah PTT Thailand akan kembali menjadi mitra atau tidak. PTT Thailand juga merupakan salah satu mitra perseroan dalam konsorsium eksisting.

Namun, sejumlah perusahaan migas internasional disebutnya tertarik menjadi mitra Pertamina.

“Ada beberapa IOC (international oil company) yang juga tertarik untuk ikut mengembangkan blok tersebut,” kata Syamsu Alam.

Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto menyatakan, pihaknya tidak akan terlibat lagi dalam pengelolaan Blok East Natuna. Meski demikian, ExxonMobil tetap berkomitmen pada operasinya di Indonesia serta akan terus mencari dan mengkaji peluang baru di Indonesia.

“Setelah menyelesaikan Technology and Market Review (TMR) dan mengkaji temuannya, ExxonMobil tidak lagi berkeinginan untuk meneruskan pembahasan atau kegiatan lebih lanjut terkait East Natuna,” kata dia.

Erwin menambahkan, pihaknya melihat bahwa pemerintah mempunyai pertimbangan lain untuk segera mengembangkan East Natuna. Karenanya, pihaknya tidak ingin rencana tersebut tertunda karena kondisi saat ini yang tidak memungkinkan ExxonMobil ikut mengembangkan East Natuna.

Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja menuturkan, ExxonMobil sudah mengirimkan surat kepada Kementerian. Dalam surat tersebut, ExxonMobil menyatakan bahwa dari hasil hitungannya, pengembangan Blok East Natuna tidak ekonomis jika menggunakan terms yang ada saat ini.

“Kami sedang membahas secara internal,” ujarnya.  Pemerintah juga akan memanggil ExxonMobil untuk meminta penjelasan rinci atas isi surat tersebut. “Minggu depan mungkin akan dipanggil ,” tambahnya.

Meski demikian, masih dalam surat yang sama, ExxonMobil disebutnya bersedia membantu Indonesia dalam pengembangan Blok East Natuna. “Di suratnya Exxon sangat jelas bilang mereka memiliki teknologi dan kemampuan teknis. Jika diperlukan, siap membantu,” ujar Wiratmaja. 

ExxonMobil nantinya bisa memasok teknologi atau data-data yang diperlukan. ExxonMobil bukan perusahaan pertama yang mundur dari pengembangan Blok East Natuna. Awalnya, Pertamina menggandeng ExxonMobil, Total SA, dan Petronas untuk menggarap blok ini. Kemudian pada 2012, Petronas menyatakan mundur dari konsorsium dan digantikan oleh PTT Thailand.

Selanjutnya pada tahun lalu, Pertamina mengklaim Total SA telah mundur dari konsorsium. Dengan mundurnya ExxonMobil, maka PTT Thailand menjadi satu-satunya mitra yang masih bertahan.

Tunggu TMR

Untuk kelanjutan pengerjaan Blok East Natuna ke depannya, Wiratmaja mengaku masih menunggu kajian tekonolgi dan pasar (technology and market review/TMR) yang dibuat Pertamina bersama mitranya. Meski Pertamina mengklaim telah merampungkan TMR, dirinya mengaku belum menerima laporannya secara resmi.  

"Kami tunggu, makin cepat makin baik, makin bisa segera produksi gas dari situ [Blok East Natuna],” kata dia. 

Pembahasan penerapan kontrak kerja sama skema bagi hasil kotor (gross split) di Blok East Natuna disebutnya juga menunggu TMR. Tetapi sesuai peraturan, seluruh kontrak migas baru akan menggunakan kontrak skema gross split   

“Beri kami waktu minggu depan, kami undang semuanya. Siapa tahu TMR sudah selesai,” ujarnya. 

Terkait pembentukan konsorsium baru untuk pengembangan Blok East Natuna, pihaknya menyatakan juga perlu pembahasan lebih lanjut. Yang jelas, pemerintah telah menugaskan pengelolaan Blok East Natuna kepada Pertamina. Selanjutnya, perseroan dibolehkan bekerja sama dengan perusahaan migas lain, termasuk pengelola blok sebelumnya yaitu ExxonMobil.

Syamsu Alam menyebut TMR Blok East Natuna telah selesai. TMR ini dapat menjadi acuan dalam menyusun pengembangan blok tersebut. "Tentu hasil TMR sangat bermanfaat untuk dijadikan acuan," tuturnya.

Seperti diketahui, TMR diperlukan karena karakteristik Blok East Natuna. Cadangan gas blok ini memang diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 222 triliun kaki kubik. Namun kandungan karbondioksidanya juga cukup tinggi, yaitu mencapai 72%, sehingga hanya 46 triliun kaki kubik saja yang dapat diambil.

Pemerintah pertama kalinya secara resmi menunjuk Pertamina untuk mengembangkan Blok Natuna D-Alpha dalam Surat Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008 tentang Status Gas Natuna D Alpha (sebelum berganti menjadi East Natuna). Selanjutnya, pada awal tahun ini, pemerintah kembali menegaskan penugasan pengelolaan Blok East Natuna kepada Pertamina.

Setelah itu, konsorsium Pertamina dan mitranya menandatangani prinsip - prinsip kesepakatan (principle of agreement/POA) Blok East Natuna pada 19 Agustus 2011. Penadantanganan ini dimaksudkan untuk melanjutkan proses persiapan kontrak kerja sama. POA yang berakhir pada akhir 2015 ini kemudian diperpanjang 30 bulan karena TMR belum selesai.

 Investor Daily, Page-9, Wednesday, July 19, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel