The Downstream Regulatory Agency for Oil and Gas is ready to contribute Rp 1 trillion per year contribution. The fee is to support a one-price fuel oil program implemented by PT Pertamina.
A number of proposals are being discussed to increase the location of the program, including adding an authorized fuel sub-dealer equivalent to retailers.
This was surfaced in a press conference following the meeting of the Downstream Oil and Gas Regulatory Agency (BPH Migas) with the directors of PT Pertamina, Friday (18/8), in Jakarta.
The meeting was attended by Head of BPH Migas Fanshurullah Asa, Pertamina President Director Elia Massa Manik, Marketing Director of Pertamina M Iskandar, and Director of Pertamina Gas Yenni Andayani.
According to Fanshurullah, every year the Non-Tax State Revenue (PNBP) that goes to BPH Migas is around Rp 1.2 trillion. The revenues come from fixed contributions of downstream oil and gas (BBM) and petroleum operating entities operating throughout Indonesia. Of all the revenue, BPH Migas only uses about Rp 200 billion per year.
"So, there is still a yearly rest of about Rp 1 trillion that we submit to the state treasury. If approved, we are proposing that the funds be used to support the fuel program of one price worked by Pertamina, "said Fanshurullah.
The funds can be utilized to build sub fuel distributor infrastructure in the points of fuel price program. He calculates, the budget to build sub-distributor infrastructure whose specifications are below the filling station Fuel for public (gas stations) an average of Rp 30 million. There will be hundreds of sub-dealers that can be built to realize a one-price oil and gas program.
"For 50 points of the fuel price program, Pertamina will bear the deficit of around Rp 300 billion per year. As is Support the remaining funds of PNBP BPH Migas, I think it helps to alleviate the burden of Pertamina, "said Fanshurullah.
Meanwhile, Massa said, it welcomes all proposals that support the BBM program one price. The proposal included giving subsidies to the House of Representatives Commission VII. However, so far Pertamina will still apply the internal efficiency so that the cost of fuel program operation one price not too burden the company's finances.
"Problem-efficiency companies with the addition of our new directors, all still aims at how there is additional value or benefits, "says Massa."
Pertamina added a new directorate, Asset Directorate, which is responsible for managing Pertamina's assets to subsidiaries. According to Massa, Pertamina's assets outside Pertamina's main business reach Rp 137 trillion. If all assets are managed properly and properly, it will provide greater value for Pertamina.
Satya Widya Yudha
Previously, Vice Chairman of Commission VII of the House of Representatives, Satya Widya Yudha, stated that there is an option to subsidize the BBM program for one price which has been distributed to Pertamina. If the option can not be realized, Pertamina must be able to apply the best possible efficiency in all business lines of the company.
One price BBM program will be realized in 150 locations in Indonesia until 2019. So far, the program has been realized in 22 locations. This program builds the official residential infrastructure of premium fuel and diesel fuel so that the price is uniform, which is Rp 6.450 per liter for premium and Rp 5,150 per liter for subsidized diesel.
For the Region of Papua and North Kalimantan, the cost of fuel distribution in this program is borne by Pertamina about Rp 800 billion per year.
As for Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignasius Jonan previously said, the distribution of subsidized fuel volume in 2018 will not be much different from the realization in 2017, which ranges from 14 million to 15 million kiloliters.
IN INDONESIA
BPH Migas Siap Sumbang Pertamina
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi siap menyumbangkan pendapatan iuran sebesar Rp 1 triliun per tahun. Iuran tersebut untuk mendukung program bahan bakar minyak satu harga yang dilaksanakan PT Pertamina.
Sejumlah usulan sedang dibahas untuk menambah lokasi program tersebut, termasuk menambah sub-penyalur bahan bakar resmi yang setara dengan pengecer.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers seusai pertemuan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan direksi PT Pertamina, Jumat (18/8), di Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri antara lain Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik, Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar, dan Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani.
Menurut Fanshurullah, setiap tahun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk ke BPH Migas sekitar Rp 1,2 triliun. Penerimaan itu datang dari iuran tetap badan usaha sektor hilir bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi yang beroperasi di seluruh Indonesia. Dari semua penerimaan itu, BPH Migas hanya memakai sekitar Rp 200 miliar per tahun.
”Jadi, masih ada sisa setiap tahun sekitar Rp 1 triliun yang kami serahkan ke kas negara. Jika disetujui, kami sedang mengusulkan agar dana itu dipakai untuk mendukung program BBM satu harga yang dikerjakan Pertamina,” ujar Fanshurullah.
Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur sub penyalur BBM di titik-titik program BBM satu harga. Ia menghitung, anggaran untuk membangun infrastruktur sub-penyalur yang spesifikasinya di bawah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) rata-rata Rp 30 juta. Akan ada ratusan sub-penyalur yang bisa dibangun untuk mewujudkan program BBM satu harga.
”Untuk 50 titik program BBM satu harga saja, Pertamina menanggung defisit sekitar Rp 300 miliar per tahun. Dengan adanya dukungan dana sisa PNBP BPH Migas, saya rasa cukup membantu meringankan beban Pertamina,” ucap Fanshurullah.
Sementara itu, Massa mengatakan, pihaknya menyambut baik semua usulan yang mendukung program BBM satu harga. Usulan itu termasuk pemberian subsidi yang diwacanakan Komisi VII DPR. Namun, sejauh ini Pertamina masih akan tetap menerapkan efisiensi internal agar ongkos operasi program BBM satu harga tidak terlalu membebani keuangan perusahaan.
”Soal-efisiensi perusahaan dengan penambahan direksi baru kami, semua tetap bertujuan bagaimana ada penambahan nilai atau manfaat,” ujar Massa.”
Pertamina menambah satu direktorat baru, yaitu Direktorat Aset, yang bertugas mengelola aset-aset Pertamina hingga ke anak usaha. Menurut Massa, aset Pertamina yang bersifat di luar bisnis utama Pertamina mencapai Rp 137 triliun. Apabila semua aset tersebut dikelola dengan baik dan tepat, itu akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi Pertamina.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengutarakan, terbuka opsi untuk pemberian subsidi terhadap program BBM satu harga yang selama ini biaya distribusinya dibebankan kepada Pertamina. Jika opsi itu tidak bisa direalisasikan, Pertamina harus dapat menerapkan efisiensi sebaik mungkin di semua lini bisnis perusahaan.
Program BBM satu harga akan direalisasikan di 150 lokasi di Indonesia sampai dengan 2019. Sejauh ini, program tersebut sudah terealisasi di 22 lokasi. Program ini membangun infrastruktur penyalur resmi BBM jenis premium dan solar sehingga harganya seragam, yakni Rp 6.450 per liter untuk premium dan Rp 5.150 per liter untuk solar bersubsidi.
Untuk Wilayah Papua dan Kalimantan Utara, ongkos distribusi BBM dalam program ini yang ditanggung Pertamina sekitar Rp 800 miliar per tahun.
Adapun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sebelumnya mengatakan, penyaluran volume BBM bersubsidi pada 2018 tidak akan jauh berbeda dengan realisasi pada 2017, yakni berkisar 14 juta-15 juta kiloliter.
Kompas, Page-18, Saturday, August 19, 2017
No comments:
Post a Comment