Business actors in the upstream oil and gas sector requested that in the revision of the rules on the implementation of Gross Split Revenue Contracts or Gross Split can be given more space to improve the field economy.
Executive Director of Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong said to attract investment, the government needs to pay attention to the economic characteristics of each field. According to him, each field has a character that has a challenge to be developed.
With that in mind, the government can not assign a number that must be applied in other fields. Therefore, through the government's efforts to improve the seven-month-old rule, he hopes there is room for contractors to raise their field economies on a gross split basis.
Through Ministerial Regulation no. 8/2017 issued in January 2017, the government implements a gross split Production Sharing Contract (PSC) contract for new contracts. The government offers a gross revenue share between the government and contractors for oil development of 57:43 and 52:48 for gas.
Unlike the current contract of cooperation, gross split eliminates the operating cost recovery factor so that the profit received by the contractor has calculated the cost to produce oil and gas.
From the basic split set by the government try to make a list of field development challenges and calculate the split weight that the contractor can get. The challenges faced in the development of the field include the location of development, the availability of infrastructure to the factor of impurities or the content of impurities such as sludge or carbon dioxide. In addition to variables, factors of oil price levels and cumulative production will be factors in a progressive split.
"The revision of the regulation should pay attention to the economic characteristics of each field," he said
BUSINESS CLIMATE
The amendment of this rule is important because the government wants the exploration and production activities to be maintained despite the environmental factors of the upstream oil and gas industry, which are not enthusiastic. Since reaching the highest number of work areas in 2013 with 321 oil and gas working areas operating within 7 years the number of operating areas decreased to 277 regions.
Of 277 oil and gas blocks operating, 86 oil and gas blocks in exploitation and 137 blocks in exploration phase with 43 blocks of which are in the process of return to the government. The remaining non-conventional oil and gas blocks.
The decline in the number of existing work areas has not been closed with the achievement of auction of new work areas undertaken by the government. In 2016, no new working area was signed by the contract even though the government offered 17 oil and gas blocks divided into two stages. This year, the government still has 15 new oil and gas blocks that are expected to sell with additional new contracts signed.
In a Fraser Institute report on the Global Petroleum Survey published in December 2016, investors complained about some things that dampened investment interest. Issues that reduce investment interest include the obligation to use the Rupiah currency in domestic transactions, restrictions on foreign workers, the application of land and building taxes on offshore work areas and investors are under pressure to use unsuitable labor qualifications and inappropriate goods The specifications that generally come from China not from Indonesia.
Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar said his agency conducted an evaluation based on suggestions from business actors. Based on the proposed business actors, there are some guarantees for changes in the Ministerial Regulation on Gross Split. For example, the government has conducted a comprehensive review of the project period from exploration to production stage so that in the filing stage of the plan of development (POD) is not only the delivery of the first POD to get incentives, but the next PoD.
Based on the analysis performed, it is important to ensure the value of investments seen from the present, at least the same or more of the current contracts.
Head of Communications Bureau, Information and Cooperation Services Ministry of Energy and Mineral Resources, Dadan Kusdiana, said the current portion of PHE ONWJ is subject to change due to oil price, gas price and realization of local product usage.
IN INDONESIA
Pebisnis Minta Keleluasaan
Pelaku usaha sektor hulu minyak dan gas bumi meminta agar dalam revisi aturan tentang Penerapan Kontrak Bagi Hasil Kotor atau Gross Split bisa diberikan ruang lebih leluasa untuk meningkatkan keekonomion lapangan.
Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan untuk bisa menarik investasi, pemerintah perlu memperhatikan karakteristik keekonomian masing-masing lapangan. Menurutnya, setiap lapangan memiliki karakter sehingga memiliki tantangan untuk bisa dikembangkan.
Dengan pertimbangan itu, pemerintah tidak bisa menetapkan satu angka yang harus diterapkan di lapangan lainnya. Oleh karena itu, melalui upaya pemerintah untuk memperbaiki peraturan yang baru berusia tujuh bulan ini, dia berharap terdapat ruang agar kontraktor bisa menaikkan keekonomian lapangannya dengan kontrak gross split.
Melalui Peraturan Menteri No. 8/2017 yang terbit pada Januari 2017, pemerintah menerapkan kontrak bagi hasil kotor atau Production Sharing Contract (PSC) gross split bagi kontrak baru. Pemerintah menawarkan bagi hasil secara kotor antara pemerintah dan kontraktor untuk pengembangan minyak sebesar 57:43 dan 52:48 untuk gas.
Berbeda dengan kontrak kerja sama yang berlaku saat ini, gross split menghilangkan faktor pengembalian biaya operasi sehingga bagi hasil yang diterima kontraktor telah menghitung biaya untuk menghasilkan minyak dan gas.
Dari split dasar yang ditetapkan pemerintah mencoba membuat daftar tantangan pengembangan lapangan dan menghitung bobot split yang bisa diperoleh kontraktor. Adapun aspek tantangan dalam pengembangan lapangan mencakup lokasi pengembangan, ketersediaan infrastruktur hingga faktor impurities atau kandungan zat pengotor seperti lumpur atau karbondioksida. Selain variabel, faktor tingkat harga minyak dan kumulatif produksi akan menjadi faktor dalam split progresif.
"Revisi peraturan tersebut harus memperhatikan karakteristik keekonomian masing-masing Iapangan," ujarnya
IKLIM USAHA
Perubahan aturan ini menjadi penting karena pemerintah menginginkan agar kegiatan eksplorasi dan produksi tetap terjaga kendati faktor lingkungan industri hulu migas cenderung tidak bergairah. Sejak mencapai jumlah wilayah kerja tertinggi pada 2013 dengan 321 wilayah kerja minyak dan gas bumi yang beroperasi dalam 7 tahun jumlah wilayah kerja yang beroperasi menurun menjadi 277 wilayah.
Dari 277 blok migas yang beroperasi, 86 blok migas dalam tahap eksploitasi dan 137 blok dalam tahap eksplorasi dengan 43 blok di antaranya dalam proses pengembalian kepada pemerintah. Sisanya blok migas non-konvensional.
Penurunan jumlah wilayah kerja eksisting pun belum bisa ditutup dengan pencapaian lelang wilayah kerja baru yang dilakukan pemerintah. Pada 2016, tidak ada satupun wilayah kerja baru yang ditandatangani kontraknya meskipun pemerintah menawarkan 17 blok migas yang dibagi menjadi dua tahap. Pada tahun ini, pemerintah masih memiliki 15 blok migas baru yang diharapkan bisa laris terjual dengan tambahan kontrak baru yang diteken.
Dalam laporan Fraser Institute tentang Global Petroleum Survey yang diterbitkan pada Desember 2016, investor mengeluhkan beberapa hal yang mengurangi minat investasi. Masalah yang mengurangi minat investasi yaitu kewajiban menggunakan mata uang Rupiah dalam melakukan transaksi di dalam negeri, pembatasan tenaga kerja asing, penerapan pajak bumi dan bangunan pada wilayah kerja lepas pantai dan investor mendapat tekanan untuk menggunakan tenaga kerja yang tidak sesuai kualifikasi dan barang yang tidak sesuai spesifikasi yang umumnya berasal dari China bukan dari Indonesia.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan pihaknya melakukan evaluasi berdasarkan saran dari pelaku usaha. Berdasarkan usulan pelaku usaha, terdapat beberapa jaminan perubahan dalam Peraturan Menteri tentang Gross Split. Misalnya, pemerintah telah melakukan kajian secara komprehensif masa proyek dari tahap eksplorasi hingga produksi sehingga pada tahap pengajuan rencana pengembangan lapangan (plan of development/ POD) tidak hanya penyampaian POD yang pertama yang mendapat insentif, melainkan PoD berikutnya.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penting untuk menjamin nilai investasi yang dilihat dari saat ini, paling tidak sama atau lebih dari kontrak yang berlaku saat ini.
Kepala Biro Komunikasi, Iayanan Informasi dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan porsi PHE ONWJ yang saat ini berlaku masih bisa berubah karena faktor harga minyak, harga gas dan realisasi penggunaan produk lokal.
Bisnis Indonesia, Page-8, Thursday, August 24, 2017
No comments:
Post a Comment