Crude Oil Imports Will Soar

The revitalization and construction of refineries will make the need for Indonesia's crude oil imports rise dramatically to 1.5 million barrels per day by 2025 compared to the current 350,000-400,000 barrels per day.

President Director of PT Pertamina Elia Massa Manik estimates that Indonesia's crude oil demand in 2025 touched 1.5 million barrels per day (bpd) on the assumption that the six refinery projects have been completed.

Currently, the consumption of fuel oil (BBM) nationwide as much as 1.6 million bpd, while the oil refinery capacity is only in the range of 1 million bpd. However, from the capacity of 1 million bpd refinery it is only able to process 800,000 bpd.

Pertamina is revitalizing several refineries and building two new refineries. With projected refinery capacity up to 2 million bpd by 2025, Pertamina may not need to import BBM. Indonesia only needs to import crude oil to be processed at existing refineries.

The capacity of refineries increases, while the production capacity of crude oil in the country is projected so that the demand for crude oil imports will increase significantly.

Capacity of 2 million bpd was obtained from four refinery capacity addition projects namely Cilacap, Balikpapan, Balongan, and Dumai. In addition, from two new refineries namely Bontang and Tuban.

"In 2025 it's our prediction that the refinery is enough, we need 1.5 million bpd of crude oil," he said on Wednesday (16/8).

According to him, the projected demand for Indonesia's large crude oil, the government needs to secure the supply in the right way. Massa rate, the procurement of oil supply through the tender is not the right way to secure the supply.

"We have to secure it, it can not secure it [by way of auction], we can not tender continuously, we have to have goods," he said.

According to him, during this time his side has discussed with the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) and the House of Representatives about the capabilities and challenges that must be passed by the company. In order to achieve the expected energy security, it needs to set aside an investment value of more than US $ 100 billion within 10 years with a number of tasks such as securing the supply of crude oil that can be done by adding production assets abroad.

PERTAMINA PERFORMANCE

Finance Director Arief Budiman said that in the first half of 2017, net profit and earnings before interest, depreciation and amortization tax (EBITDA) of Pertamina fell 22.9% to US $ 3.16 billion compared with the achievement in the same period last year US $ 4 ,1 billion.

This is due to unchanged fuel price of the type of assignment of Premium (RON 85) and diesel fuel sold respectively Rp 6,450 and Rp 5,150 per liter since April 2016. Pertamina's net profit during the first half of 2017 decreased 24% to US $ 1 , 4 billion compared to the same period of 2016 of US $ 1.83 billion.

To be able to hoist up net profit, it needs to do efficiency at least by 20%. Thus, this year's net profit target of US $ 2, 3 billion can be achieved. In fact, the target has also been revised from the original US $ 3.04 billion due to lower oil price factor than the assumption set by the company.

On the revenue side, the company's performance rose 19%. This is due to increased fuel consumption and rising oil prices. In the first half of 2017, Pertamina posted revenues of US $ 20.5 billion, higher than the same period last year of US $ 17.2 billion.

However, revenue growth is still below the oil price movement since the same period of 2016 has grown 55% to US $ 48.9 per barrel and originally US $ 36.16 per barrel.

"Our projection of US $ 2.3 billion is also with efficiency efforts."

In addition to efficiency, Indonesia's oil refining capacity achievement is currently around 1 million bpd, but will rise to 2 million bpd when the refinery's revitalization and construction is completed by the end of this year, heavily dependent on the realization of oil prices. The 20% efficiency assumption must be done by the company to reach the target if the oil price does not change until the end of 2017.

Previously, Pertamina's President Director of Integrated Supply Chain (ISC) Toto Nugroho said that the average import of crude oil during the first half of 2017 was about 350,000-400,000 bpd. The volume of imports, too, is very sensitive to changes in national oil production performance. If domestic output is high, the volume of crude oil imports should be reduced.

IN INDONESIA

lmpor Minyak Mentah Bakal Melonjak

Revitalisasi dan pembangunan kilang minyak akan membuat kebutuhan impor minyak mentah Indonesia naik drastis hingga 1,5 juta barel per hari pada 2025 dibandingkan dengan saat ini 350.000-400.000 barel per hari.

Direktur Utama PT Pertamina Elia Massa Manik memperkirakan bahwa kebutuhan minyak mentah Indonesia pada 2025 menyentuh 1,5 juta barel per hari (bph) dengan asumsi proyek enam kilang telah rampung.

Saat ini, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional sebanyak 1,6 juta bph, sedangkan kapasitas kilang minyak hanya di kisaran 1 juta bph. Namun, dari kapasitas kilang 1 juta bph itu hanya mampu mengolah 800.000 bph.

Pertamina sedang melakukan revitalisasi beberapa kilang dan pembangunan dua kilang baru. Dengan proyeksi kapasitas kilang naik menjadi 2 juta bph pada 2025, Pertamina mungkin tidak perlu melakukan impor BBM. Indonesia hanya butuh impor minyak mentah untuk diolah di kilang yang sudah ada.

Kapasitas kilang minyak naik, sedangkan kemampuan produksi minyak mentah di Tanah Air diproyeksi umum sehingga kebutuhan impor minyak mentah akan naik secara signifikan.

Kapasitas 2 juta bph itu dapatkan dari empat proyek penambahan kapasitas kilang yakni Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Selain itu, dari dua kilang baru yaitu Bontang dan Tuban.

“Pada 2025 itu prediksi kita kalau kilang sudah cukup, itu kita butuh minyak mentah 1,5 juta bph,” ujarnya, Rabu (16/8).

Menurutnya, proyeksi kebutuhan minyak mentah Indonesia yang cukup besar tersebut, pemerintah perlu mengamankan pasokan melalui cara yang tepat. Massa menilai, pengadaan pasokan minyak melalui tender bukan cara tepat untuk bisa mengamankan pasokan. 

"Kita harus bisa secure itu. Tidak bisa secure itu [ dengan cara lelang]. tidak bisa kita tender terus. Kita harus punya barang,” katanya.

Menurutnya, selama ini pihaknya telah membicarakan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR tentang kemampuan serta tantangan yang harus dilewati perseroan. Untuk bisa mencapai ketahanan energi yang diharapkan, pihaknya perlu menyisihkan nilai penanaman modal lebih dari US$ 100 miliar dalam kurun waktu 10 tahun dengan sejumlah tugas seperti mengamankan pasokan minyak mentah yang bisa dilakukan dengan cara penambahan aset produksi di luar negeri.

KINERJA PERTAMINA

Direktur Keuangan Arief Budiman mengatakan bahwa pada paruh pertama 2017, Iaba bersih dan pendapatan sebelum bunga, pajak depresiasi dan amortisasi (EBITDA) Pertamina turun 22,9% menjadi US$ 3,16 miliar dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu US$ 4,1 miliar.

Hal itu disebabkan tidak berubahnya harga bahan bakar minyak jenis penugasan yakni Premium (RON 85) dan solar subsidi yang dijual masing-masing Rp 6.450 dan Rp 5.150 per liter sejak April 2016. Laba bersih Pertamina selama semester I/2017 turun 24 % menjadi US$1,4 miliar dibandingkan dengan periode yang sama 2016 sebesar US$ 1,83 miliar.

Untuk bisa mengerek naik Iaba bersih, pihaknya perlu melakukan efisiensi paling tidak sebesar 20%. Dengan demikian, target Iaba bersih pada tahun ini US$ 2 ,3 miliar bisa tercapai. Padahal, target tersebut juga sudah direvisi dari semula US$ 3,04 miliar karena faktor harga minyak yang lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan perseroan.

Di sisi pendapatan, kinerja perseroan naik 19%. Hal itu disebabkan kenaikan konsumsi BBM dan naiknya harga minyak. Pada paruh pertama 2017, Pertamina membukukan pendapatan US$ 20,5 miliar atau lebih tinggi dari capaian periode yang sama tahun lalu yakni US$ 17,2 miliar.

Namun, pertumbuhan pendapatan masih di bawah pergerakan harga minyak yang sejak periode yang sama 2016 telah tumbuh 55 % yakni menjadi US$ 48,9 per barel dan semula US$ 36,16 per barel.

“Proyeksi kita, US$2,3 miliar itu pun dengan berbagai upaya efisiensi.” 

Selain efisiensi, capaian Iaba Kapasitas kilang minyak di Indonesia saat ini sekitar 1 juta bph, tetapi akan naik menjadi 2 juta bph ketika revitalisasi dan pembangunan kilang selesai pada akhir tahun ini, sangat bergantung pada realisasi harga minyak. Asumsi efisiensi sebesar 20% harus dilakukan perseroan untuk mencapai target bila harga minyak tidak mengalami perubahan hingga pengujung 2017.

Sebelumnya, Presiden Direktur Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Toto Nugroho mengatakan bahwa rerata impor minyak mentah selama semester I/2017 sekitar 350.000-400.000 bph. Volume impor tersebut, pun sangat sensitif terhadap perubahan capaian produksi minyak nasional. Bila capaian dalam negeri tinggi, volume impor minyak mentah harus dikurangi. 

Bisnis Indonesia, Page-31, Friday, August 18, 2017