google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Indonesia's Mining and Oil and Gas Policy Is Appreciated - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Monday, August 14, 2017

Indonesia's Mining and Oil and Gas Policy Is Appreciated



A global index assessing the governance of countries over their natural resources has provided a satisfactory value for mining in Indonesia of 68 out of 100 points, placing it 11th among 89 sector-specific and second-sector assessments in the region Asia Pacific after India.

On the other hand, the oil sector (and Indonesia's gas also managed to get 68 points out of the total 100 points) The achievements of the Indonesian mining industry are good in terms of revenue management due to the government's openness about budgets, revenues and expenditures, including regional revenue sharing Allowing governments to reduce public debt and adjust spending over the past two years.

Based on the 2017 Resource Governance Index (2017 Resource Governance Index), drafted by the Natural Resource Governance Institute (NRGI), Indonesia's mining sector scored 37 of 100 points on the licensing sub-component, which puts it nearly 40 points below the best players in Index for these sub-components.

This figure is due to the lack of openness of financial interests to the public by officials, the identity of the actual owners, and the contracts. However, the mineral (law) law in Indonesia is being revised this year. It has the potential to resolve issues related to licensing.

On the other hand, Indonesia's oil and gas sector also managed to get 68 points from a total of 100 points. The governance of this sector is better in terms of revenue management than the realization of value that is an appraisal component for licensing governance, taxation, state participation and environmental protection.

Taxation in Indonesia's oil and gas sector is an exception, because it is one of the best in the overall index. The Indonesian government is currently reviewing the oil and gas and minerba laws with a focus on licensing, fiscal regimes, revenue-sharing funds and governance of state-owned enterprises (BUMN). Government officials can use the results of this index to help maintain their focus "says NRGI experts.

The revisions to the two laws are an opportunity to correct the lack of transparency in oil and gas and mining contracts and the financial interests of public officials. These factors degrade the value of Indonesia in terms of realization of value for both sectors.

Indonesia Country Manager NRGI Emanuel Bria said Indonesia has some good rules, but there is always a gap between written rules and practice. For the Asia Pacific Region, this gap between practice and law is the second highest after Laos in terms of mining.

"The consistent implementation of the rules is one of the key areas that Indonesia must improve," he said.

Bria continued that the main difference between the mining and oil and gas sectors in Indonesia is the good performance of the state-owned mining company, PT Antam, compared to the performance of Pertamina's oil and gas company which only achieved satisfactory value.

As a public company, Antam is required to issue annual financial statements, while Pertamina is only required to do so for its shareholders.

The Resource Governance Index is the total of 89 sector-specific assessments in 81 countries (in eight countries, the NRGI examines the oil and gas sector as well as its mining), formulated with the framework of 149 critical questions answered by 150 researchers, referring to 10,000 supporting documents.

For each assessment, NRGI calculates a composite score using a score of three index components. Two of the three components consist of a recent study based on expert answers to the questionnaire, and a direct measurement of the governance of countries on their extractive resources.

IN INDONESIA

Kebijakan Pertambangan dan Migas Indonesia Diapresiasi


Sebuah indeks global yang menilai tata kelola negara-negara atas sumber daya alam mereka telah memberikan nilai yang memuaskan bagi pertambangan di Indonesia, yaitu 68 dari 100 poin, dan menempatkannya pada peringkat ke-11 di antara 89 penilaian khusus sektor tingkat negara dan kedua di kawasan Asia Pasifik setelah India. 

Di sisi lain, sektor minyak (dan gas Indonesia juga berhasil mendapatkan 68 poin dari keseluruhan 100 poin. Prestasi industri pertambangan Indonesia baik dalam hal manajemen pendapatan karena adanya keterbukaan pemerintah soal anggaran, pendapatan dan pengeluaran negara, termasuk dana bagi hasil di tingkat daerah, yang memungkinkan pemerintah untuk menurunkan hutang publik dan menyesuaikan pengeluaran selama dua tahun terakhir.

Berdasarkan Indeks Tata Kelola Sumber Daya 2017 (2017 Resource Governance Index), yang disusun oleh Natural Resource Governance Institute (NRGI), sektor pertambangan Indonesia mendapatkan nilai 37 dari 100 poin pada sub-komponen perizinan, yang menempatkannya hampir 40 poin di bawah pemain terbaik dalam indeks ini untuk sub-komponen tersebut. 

Angka ini disebabkan oleh kurangnya keterbukaan kepentingan finansial kepada publik oleh para pejabat, identitas pemilik perusahaan yang sebenarnya (beneficial owners), dan kontrak-kontrak. Akan tetapi, undang-undang (UU) minerba di Indonesia sedang direvisi tahun ini. Hal tersebut berpotensi menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan perizinan.

Di sisi lain, sektor minyak dan gas Indonesia juga berhasil mendapatkan 68 poin dari keseluruhan 100 poin. Tata kelola sektor ini lebih baik dalam hal manajemen pendapatan daripada realisasi nilai yang merupakan komponen penilai untuk tata kelola perizinan, perpajakan, partisipasi negara dan perlindungan lingkungan. 

Perpajakan di sektor migas Indonesia adalah pengecualian, karena justru merupakan salah satu yang terbaik dalam keseluruhan indeks. Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengkaji UU migas dan minerba dengan fokus pada perizinan, rezim fiskal, dana bagi hasil dan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pejabat pemerintah dapat menggunakan hasil indeks ini untuk membantu menjaga fokus mereka" kata para ahli NRGI.

Revisi atas kedua Undang-Undang ini merupakan kesempatan untuk memperbaiki kurangnya transparansi dalam kontrak-kontrak migas dan pertambangan serta kepentingan finansial pejabat publik. Faktor-faktor inilah yang menurunkan nilai Indonesia dalam hal realisasi nilai untuk kedua sektor.

Indonesia Country Manager NRGI Emanuel Bria mengatakan, Indonesia memiliki beberapa peraturan yang baik, namun selalu ada kesenjangan antara peraturan tertulis dan praktik. Untuk Wilayah Asia Pasifik, kesenjangan antara praktik dan hukum ini adalah yang tertinggi kedua setelah Laos dalam hal pertambangan. 

“Penerapan aturan secara konsisten merupakan salah satu area utama yang harus diperbaiki oleh Indonesia,” katanya.

Bria melanjutkan bahwa perbedaan utama antara sektor pertambangan dan migas di Indonesia adalah kinerja yang baik dari perusahaan pertambangan milik negara, yakni PT Antam, dibandingkan dengan kinerja perusahaan minyak dan gas Pertamina yang hanya mencapai nilai memuaskan.

Sebagai perusahaan publik, Antam diharuskan menerbitkan laporan keuangan tahunan, sedangkan Pertamina hanya diminta melakukannya untuk para pemegang sahamnya.

Resource Governance Index adalah jumlah total dari 89 penilaian khusus sektor di 81 negara (di delapan negara, NRGI meneliti sektor minyak dan gas dan juga pertambangannya), yang diformulasikan dengan kerangka 149 pertanyaan kritis yang dijawab oleh 150 peneliti, yang mengacu pada 10.000 dokumen pendukung.

Untuk setiap penilaian, NRGI menghitung skor komposit dengan menggunakan skor dari tiga komponen indeks. Dua dari ketiga komponen tersebut terdiri dari penelitian terbaru yang berdasar pada jawaban para ahli terhadap kuesioner, dan pengukuran secara langsung terhadap tata kelola negara-negara atas sumber daya ekstraktif mereka.

Investor Daily, Page-9, Saturday, August 12, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel