The government is still awaiting the results of the study of the Center for Oil and Gas Technology Research and Development related to the subsurface layers of Kepadang Field after a drastic reduction in gas production from the block.
Kepodang Field, Muriah Block is operated by Petroliam Nasional Berhard (Petronas) with 80% ownership. Meanwhile, the remaining 20% is owned by PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Through Saka Energi Muriah Limited.
So far, the gas field located on the northern coast of Central Java is distributing gas to the power plant owned by PT Perusahaan Listrik Negara, the steam gas power plant (PLTGU) Tambak Lorok Semarang.
However, current field conditions show that the gas from Kepodang Field is unable to meet the contractual disbursement. Under the contract, Kepodang Field will supply 116 million cubic feet of gas per day (MMscfd) for 12 years to
PLTGU Tambak Lorok- Semarang Central Java
Senior Manager of Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Andiono Setiawan previously said that his side has declared a force majeure condition in Kepodang Field on June 8, 2017.
Deputy Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar said that until now Kepodang Iapangan, Block Muriah still deliver gas to PLTGU Tambak Lorok. However, the volume of gas that flows does not conform to the contract of sale and purchase of gas Which was signed between Petronas and PT Perusahaan Listrik Negara
According to him, Lemigas conducted a 1-month-1.5 month study since the operator declared a predictor of Arcandra's predecessor. This month the study on the subsurface condition of Kepodang Field can be completed.
Thus, he has not been able to estimate some possible actions such as the amendment of cooperation contracts or other actions, particularly related to gas sale agreement between Petronas and PLN.
Under the gas sale and purchase agreement (PJBG), Kepodang Field will supply 116 MMscfd gas for 12 years to PLTGU Tambak Lorok. Initial gas field production of Kepodang begins in September 2015.
"We see first the results of subsurfacenya, have complete data, after we see what the next action," he said, Thursday
(24/8).
According to him, this drastically decreased production could have occurred because of the performance of subsurface layer that is not as expected. He considered that, if not yet in production, data obtained from exploration activities such as seismic surveys may not yet reflect actual circumstances.
"How sophisticated are we analyzed exploration, seismic, 3D seismic, appraisal well, all kinds of in-drilling, but if not yet in production, the data may not be accurate," he said.
DRASTIC DOWN
Deputy for Oil and Gas Operations Migas Fataryani Abdurahman said that as a result of the force of the commitment of 116 MMscfd, current gas is channeled at 70 MMscfd. Grand force alone is a condition that occurs outside the control of the contractor
Affecting operations in the Field.
With the majestic condition that has been submitted Petronas Carigali Muriah Limited as a supply operator will be distributed until 2018. Gas Kepodang sold for US $ 4.61 per MMBtu with escalation of 8.6% per year to ITok Tambak power plant of 1,000 megawatts. Gas that generates 600 MW of electricity is channeled through gas pipeline 1 Kepodang-Tambak Lorok-Semarang, Center Java
"It still supplies up to the end of 2018. Only today the supply amount of about 70 MMSCFD is well below the contract that should have been 116 MMscfd," he said.
With the declaration of power from the operator will be the basis for revising the contract of sale and purchase of gas. However, he mentioned that it is worth awaiting opinions and the Center for Oil and Gas Research and Technology (Lemigas). In accordance with the gas sale and purchase agreement, Lemigas has been appointed as an independent party entitled to give opinion in the event of a force majeure.
"Thus, the declaration of the powers is needed to revise the PJBG. That is to prove it, "he said.
Director of Fuel Oil and Gas PLN Chairani Rahmatullah said that currently it still receives supplies from Kepodang Field even though it is below the agreed volume in the contract. Until now the supply of Kepodang has not been decided yet.
PLN is supposed to get 116 MMscfd for 12 years since the contract was signed in 2015. However, due to the force of majeure, the contract is likely to be terminated or renegotiated.
IN INDONESIA
Kajian Kepodang Ditunggu
Pemerintah masih menunggu hasil kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gus Bumi terkait dengan lapisan bawah permukaan Lapangan Kepadang setelah terjadi penurunan produksi gas dari blok itu secara drastis.
Lapangan Kepodang, Blok Muriah dioperasikan oleh Petroliam Nasional Berhard (Petronas) dengan kepemilikan saham 80%. Sementara itu, sisa saham sebesar 20% dimiliki oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. melalui Saka Energi Muriah Limited.
Selama ini, lapangan gas yang terletak di pantai utara Jawa Tengah itu menyalurkan gas ke pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara, yaitu Pembangkit Listrik Gas Uap (PLTGU) Tambak Lorok Semarang.
Namun, kondisi di lapangan saat ini menunjukkan bahwa gas dari Lapangan Kepodang tidak bisa memenuhi penyaluran sesuai kontrak. Dalam kontrak, Lapangan Kepodang akan menyuplai gas sebanyak 116 juta kaki kubik per hari (MMscfd) selama 12 tahun ke
PLTGU Tambak Lorok- Semarang Jawa Tengah
Senior Manager Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Andiono Setiawan sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya telah menyatakan kondisi kahar (force majeure) di Lapangan Kepodang pada 8 Juni 2017.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan bahwa hingga saat ini Iapangan Kepodang, Blok Muriah masih menyalurkan gas ke PLTGU Tambak Lorok. Namun, volume gas yang dialirkan tidak sesuai dengan kontrak jual beli gas
yang diteken antara Petronas dan PT Perusahaan Listrik Negara
Menurutnya, Lemigas melakukan kajian selama 1 bulan-1,5 bulan sejak operator menyatakan kondisi kahar Arcandra memperkirakan. pada bulan ini kajian tentang keadaan bawah permukaan Lapangan Kepodang bisa selesai.
Dengan demikian, dia belum bisa memperkirakan beberapa tindakan yang mungkin dilakukan seperti amendemen kontrak kerja sama maupun melakukan tindak lain khususnya terkait perjanjian jual beli gas antara Petronas dan PLN.
Dalam perjanjian jual beli gas (PJBG), Lapangan Kepodang akan menyuplai gas 116 MMscfd selama 12 tahun ke PLTGU Tambak Lorok. Produksi perdana gas Lapangan Kepodang dimulai pada September 2015.
“Kita lihat dulu hasil dari subsurfacenya, punya data yang lengkap, setelah kita lihat action selanjutnya apa," ujarnya, Kamis
(24/8).
Menurutnya, produksi yang menurun drastis ini bisa saja terjadi karena performa lapisan bawah permukaan yang tidak sesuai harapan. Dia menilai bahwa bila belum berproduksi, data yang didapatkan dari kegiatan eksplorasi seperti survei seismik bisa saja belum mencerminkan keadaan aktualnya.
“Seberapa canggih pun kita dianalisis eksplorasi, seismik, 3D seismik, appraisal well, macam-macam di-drilling, tapi kalau belum berproduksi, datanya mungkin belum akurat benar," katanya.
TURUN DRASTIS
Deputi Operasi SKK Migas Fataryani Abdurahman mengatakan bahwa sebagai akibat kondisi kahar dari komitmen 116 MMscfd, saat ini gas yang disalurkan sebesar 70 MMscfd. Kondisi kahar sendiri merupakan kondisi yang terjadi di luar kendali kontraktor yang memengaruhi operasi di Lapangan.
Dengan kondisi kahar yang telah disampaikan Petronas Carigali Muriah Limited sebagai operator pasokan akan disalurkan hingga 2018. Gas Kepodang dijual seharga US$ 4,61 per MMBtu dengan eskalasi 8,6% per tahun ke PLTGU Tambak Iorok sebesar 1.000 megawatt. Gas yang menghasilkan listrik 600 MW itu disalurkan melalui ruas pipa gas 1 Kepodang-Tambak Lorok Semarang, Center Java
“Masih memasok sampai dengan akhir 2018. Hanya saat ini jumlah suplai sekitar 70 MMSCFD jauh di bawah kontrak yang seharusnya 116 MMscfd,” katanya.
Dengan deklarasi kahar dari pihak operator akan menjadi dasar untuk melakukan revisi kontrak jual beli gas. Namun, dia menyebut bahwa perlu menanti opini dan Pusat Penelitian dan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas). Sesuai dengan perjanjian jual beli gas, Lemigas telah ditunjuk sebagai pihak independen yang berhak memberikan opini dalam hal terjadinya kahar.
“Jadi, deklarasi keadaan kahar ini diperlukan untuk merevisi PJBG. Justru itu untuk membuktikan,” katanya.
Direktur Bahan Bakar Minyak dan Gas PLN Chairani Rahmatullah mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih menerima pasokan dari Lapangan Kepodang meskipun di bawah volume yang telah disepakati dalam kontrak. Hingga saat ini nasib pasokan dari Kepodang belum diputuskan.
PLN seharusnya mendapat pasokan 116 MMscfd selama 12 tahun sejak kontrak diteken 2015. Namun, karena kondisi kahar, kontrak berpeluang diakhiri atau negosiasi ulang.
Bisnis Indonesia, Page-32, Friday, August 25, 2017
No comments:
Post a Comment