The availability of local goods and services is still an obstacle for upstream oil and gas business actors in applying Domestic Component Level or TKDN
Marjolijn Wajong, Executive Director of Indonesian Petroleum Association (IPA), said that the cooperation contract contractor (KKKS) will strive to fulfill the obligation to use local components. However, the implementation of TKDN can not be done optimally because constrained aspects of availability.
Goods or services that meet the needs of operations, quality, delivery times and prices derived from local vendors are sometimes limited in availability.
"The current challenge is the availability of domestically produced goods and services in accordance with the quality of upstream oil and gas operations and domestic goods provider's capacity," her said.
According to him, for the components that can not be met local vendors, the government is still open the discussion room so that operations are not hampered. There is a concept change from prioritizing to being required in relation to the use of local products that are governed by the Work Order Manual (TOD) 007 Revision 04.
Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources up to the end of the first semester of 2017, and total upstream oil and gas procurement reached US $ 5.28 billion or around Rp 44.25 trillion, TKDN commitment reached 58.94% or around Rp 22.95 trillion.
Although the achievement of TKDN touches 50%, some goods and services still require supply and outside. For this type of goods, TKDN low grade drilling pipes estimated to reach only 25%. In addition, underwater pumps and machinery and equipment with a target performance of 30% to 2020.
Local content of seismic survey services and marine geologic studies is targeted to reach only 25% by 2020. In the meantime, marine drilling services and front end engineering design (FEED) in the sea are targeted to reach only 45% until 2020.
"However, discussions with the government are still open to some commodities that according to the standard needs of oil and gas operations can not be met by domestic production, so import channels are still possible," he said.
In revision of PTK Procurement also stipulated that for transactions below Rp 10 billion must be followed by originating vendors and related operating areas to provide multiple effects to the region.
IN INDONESIA
Ketersediaan Barang Jadi Hambatan
Ketersediaan barang dan jasa lokal masih menjadi hambatan pelaku usaha hulu minyak dan gas bumi dalam menerapkan kewajiban tingkat komponen dalam negeri atau TKDN.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan berupaya untuk memenuhi kewajiban penggunaan komponen lokal. Namun, penerapan TKDN belum bisa dilakukan secara optimum karena terkendala aspek ketersediaan.
Barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan operasi, kualitas, waktu penyerahan dan harga yang berasal dari vendor lokal terkadang masih terbatas ketersediaannya.
“Tantangan saat ini adalah ketersediaan barang dan jasa produksi dalam negeri yang sesuai dengan kualitas standar operasi hulu migas dan kapasitas produksi penyedia barang dalam negeri," ujarnya
Menurutnya, untuk komponen yang belum bisa dipenuhi vendor lokal, pemerintah masih membuka ruang diskusi agar kegiatan operasi tidak terhambat. Ada perubahan konsep dari mengutamakan menjadi diwajibkan terkait dengan penggunaan produk lokal yang diatur dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) 007 Revisi 04.
Berdasarkan data Kementerian ESDM sampai dengan akhir semester I/2017, dan total pengadaan hulu migas yang mencapai US$5,28 miliar atau sekitar Rp44,25 trliun, komitmen TKDN mencapai 58,94% atau sekitar Rp 22,95 triliun.
Meskipun capaian TKDN menyentuh 50%, beberapa barang dan jasa masih memerlukan pasokan dan luar. Untuk jenis barang, TKDN pipa pengeboran low grade yang diestimasi hanya tercapai 25%. Selain itu, pompa bawah laut dan mesin dan peralatan dengan target capaian 30% hingga 2020.
Kandungan lokal jasa survei seismik dan studi geologi laut targetnya hanya bisa tercapai 25% hingga 2020. Sementara itu, jasa pengeboran di laut dan jasa pendefinisian proyek (front end engineering design/FEED) di Iaut ditarget hanya bisa tercapai 45% sampai 2020.
“Namun diskusi dengan pemerintah masih terbuka untuk beberapa komoditas yang menurut standar kebutuhan operasi migas belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri maka jalur impor masih dimungkinkan," katanya.
Dalam revisi PTK Pengadaan pun diatur bahwa untuk transaksi di bawah Rp 10 miliar harus diikuti vendor yang berasal dan daerah operasi terkait untuk memberikan efek berganda kepada daerah.
Bisnis Indonesia, Page-32, Tuesday, August 8, 2017
No comments:
Post a Comment