The project of unitization of the Jambi Tiung Biru (JTB) gas field in Bojonegoro will start production in 2021. The national strategic project (PSN) is projected to increase state revenues of USD 3.61 billion (Rp 48 trillion) until the contract expires in 2035. Pertamina through its subsidiaries , Pertamina EP Cepu (PEPC) has invested USD 1.547 billion for the project.
Head of Special Unit for Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Amien Sunaryadi revealed that all gas production from JTB field will be used for domestic needs. The allocation of 100 mmscfd will be channeled to PLN for electricity needs in East Java and Central Java, "he said.
In addition, 72 mmscfd is used to supply industrial needs in Central Java and East Java. The price of gas agreed at the wellhead is USD 6.7 per million British thermal unit (mmbtu) flat for 30 years. In addition to the toll fee of USD 0.9 per mmbtu, the gas price after arriving at the PLN power plant becomes USD 7.6 per mmbtu.
"So far, the largest users of domestic gas pipelines have come from the industry since 2013, domestic allocations are already higher than exports," added the former KPK commissioner.
SKK Migas noted that in 2017, domestic gas contracts reached 3,855 mmscfd. Exports reached 2,618 mmscfd. The project with 2.5 trillion cubic feet of gas reserves (TCF) has 34 percent carbon dioxide.
Tiung Biru field also has a gas processing facility with a capacity of 330 mmscfd and gas production of 172 mmscfd. The drilling will be done by PT Rekayasa Industri (Rekind) and PT Japan Gas Corporation. In January, the Ministry of Energy and Mineral Resources ruled Pertamina to fully develop the JTB field and complete the field transfer process with a business-to-business scheme with ExxonMobil Cepu Limited.
Exxon releases Tiung Biru gas field because its selling price is considered inefficient. Exxon previously offered gas prices from JTB valued at USD 9 per mmbtu. President Director of Pertamina Elia Massa Manik stated that Pertamina continues to complete the negotiation on the transfer of participation rights in JTB development. Currently, Pertamina still has 45 percent participation right (PI).
After the transfer of management, Pertamina will control PI up to 91 percent and the remaining 9 percent owned by regionally owned enterprises (BUMD). The Unitization of the Field is also accelerating the utilization of gas transmission pipeline Gresik-Semarang.
"Utilization of gas can be expanded so that projects that had been delayed and the economy will doubtlessly re-start one by one," he added.
Pertamina through its subsidiary, PT Pertamina Gas (Pertagas), is completing the construction of 267 km of Gresik-Semarang pipeline with investment value of approximately USD 515.7 million or Rp 7 trillion.
"This project will be onstream by mid 2018" said Elijah.
IN INDONESIA
Gas Tiung Biru Mulai Mengalir pada 2021
Proyek unitisasi lapangan gas Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro akan mulai berproduksi pada 2021. Proyek strategis nasional (PSN) itu diproyeksikan mampu menambah penerimaan negara USD 3,61 miliar (Rp 48 triliun) hingga kontraknya berakhir pada 2035. Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina EP Cepu (PEPC) mengalirkan investasi senilai USD 1,547 miliar untuk proyek tersebut.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengungkapkan, seluruh produksi gas dari lapangan JTB akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Alokasi sebesar 100 mmscfd akan dialirkan ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” ujarnya.
Selain itu, sebanyak 72 mmscfd digunakan untuk memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harga gas yang disepakati di kepala sumur sebesar USD 6,7 per juta British thermal unit (mmbtu) flat selama 30 tahun. Ditambah biaya penggunaan pipa (toll fee) sebesar USD 0,9 per mmbtu, harga gas setelah sampai di pembangkit listrik PLN menjadi USD 7,6 per mmbtu.
"Selama ini pemakai gas pipa domestik terbesar berasal dari industri. Sejak 2013, alokasi domestik sudah lebih besar daripada ekspor,” tambah mantan komisioner KPK tersebut.
SKK Migas mencatat, pada 2017, kontrak gas domestik mencapai 3.855 mmscfd. Sedangkan ekspor mencapai 2.618 mmscfd. Proyek dengan cadangan gas sebesar 2,5 triliun kaki kubik (TCF) itu memiliki kandungan karbon dioksida sebesar 34 persen.
Lapangan Tiung Biru juga memiliki fasilitas pemrosesan gas berkapasitas 330 mmscfd dan produksi gas jual 172 mmscfd. Pengeboran akan dilakukan PT Rekayasa Industri (Rekind) dan PT Japan Gas Corporation. Pada Januari lalu, Kementerian ESDM memerintah Pertamina untuk mengembangkan secara penuh lapangan JTB dan menyelesaikan proses pengalihan lapangan dengan skema business to-business dengan ExxonMobil Cepu Limited.
Exxon melepas Lapangan gas Tiung Biru karena harga jualnya dinilai tidak efisien. Exxon sebelumnya menawarkan harga gas dari JTB senilai USD 9 per mmbtu. Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menyatakan, Pertamina terus menuntaskan negosiasi pengalihan hak partisipasi dalam pengembangan JTB, saat ini, Pertamina masih memiliki hak partisipasi (PI) 45 persen.
Pasca alih kelola, Pertamina akan menguasai PI hingga 91 persen dan sisanya 9 persen dimiliki badan usaha milik daerah (BUMD). Unitisasi Iapangan tersebut sekaligus mempercepat utilisasi pipa transmisi gas Gresik-Semarang.
”Pemanfaatan gas bisa diperluas sehingga proyek-proyek yang sempat tertunda dan keekonomiannya diragukan akan kembali dimulai satu per satu," imbuhnya.
Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Gas (Pertagas), sedang menyelesaikan pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 km dengan nilai investasi sekitar USD 515,7 juta atau Rp 7 Triliun.
"Proyek ini akan onstream pada pertengahan 2018" kata Elia.
Jawa Pos, Page-6, Tuesday, Sept 26, 2017
No comments:
Post a Comment