google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Cost Recovery Pressed - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Thursday, September 14, 2017

Cost Recovery Pressed



The government targets the cost recovery of upstream oil and gas business activities in 2018 to be reduced to US $ 1.39 billion with various efficiency and optimization efforts. The assumption of cost recovery in 2018 without any efficiency efforts is targeted at US $ 13.28 billion.

Secretary of Special Unit for Upstream Oil and Gas Upstream Activities (SKK Migas) Arief Handoko said that the target cost recovery in 2018 is an assumption of efficiency from the initial calculation of US $ 13.29 billion.

According to him, the adjustment of cost recovery figures in accordance with the proposal of the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignasius Jonan to Finance Minister Sri Mulyani Indrawati.

In the proposal, an assumption was made based on 2017 performance and upstream oil and gas projects that will operate for the next 5 years. Initial assumption, cost recovery in 2019 reached US $ 1 2.49 billion, in 2020 of US $ 12.09 billion, in 2021 of US $ 12.44 billion and became US $ 12.18 billion in 2022. However, the government targeted the realization cost recovery is lower than that assumption through efficiency and optimization efforts.

The government targets cost recovery in 2019 (US $ 10.82 billion), 2020 (US $ 10.28 billion), 2021 (US $ 9.76 billion), and in 2022 (US $ 9.28 billion).

Based on data from SKK Migas, cost recovery until August 2017 was realized US $ 7.22 billion. Meanwhile, the government's share of US $ 8.14 billion and contractor's share of US $ 2.87 billion. The government targets oil and gas revenues in 2018 of US $ 10.95 billion when cost recovery is assumed to be US $ 11.39 billion and contractor portion of US $ 3.9 billion resulting in gross revenue of US $ 26.25 billion with Indonesian crude oil price price / ICP] US $ 48 per barrel.

This figure is in accordance with Letter of Minister of Energy and Mineral Resources to the Minister of Finance in February 2017, namely the number of cost recovery optimization, "he said.

TWO ASSUMPTIONS

In the proposal on 14 February 2017, the Ministry of Energy and Mineral Resources made the assumption of oil and gas lifting made two versions, namely moderate and optimistic. Moderate assumptions in 2018, oil lifting of 771,000 barrels per day (bpd) and gas 1.19 million barrels of oil equivalent per day (barrel oil equivalent per day / boepd). Oil assumption in 2019 fell to 722,000 bpd and gas rose to 1.21 million boepd.

By 2020, the moderate oil lifting assumption touches 695,000 bpd and gas 1.19 million boepd. Oil lifting assumptions continue to fall in 2021 and 2022 with 651,000 bpd and 589,000 bpd respectively.

Unlike oil, in 2021 and 2022 the assumption of lifting gas actually rose to 1.23 million boepd and 1.25 million boepd. Meanwhile, the optimistic assumption in 2018, target lifting 815,000 bph. Then, the figure rose to 850,000 bpd in 2019 and again fell in 2020, 2021, and 2022 respectively 840,000 bp, 802,000 bpd, and 800,000 bpd.

In addition to performance factors in 2017, next year's cost recovery target calculates the additional cost of depreciation expense from the new project. Two projects that contribute to cost recovery next year include the Jangkrik Iapangan, which operates in mid-2017 and Block A, Aceh, operating in early 2018.

"The magnitude of cost recovery in 2018 takes into account the performance of 2017, coupled with the burden of depreciation costs incremented with onstreamnya [operations] of Jangkrik Field and Block A in Aceh," he said.

Earlier, Head of SKK Migas Amien Sunaryadi said the addition of cost recovery realization this year will happen at the end of the year so that it must keep its achievement not exceed the target of US $ 10.49 billion. With the largest composition, ie 48% comes from operating costs. It also seeks to make operating costs more efficient.

Nevertheless, he mentioned that there is a potential for additional cost recovery by the end of the year as capital expenditures usually grow by the end of the year.

By the end of this year, the biggest increase comes from the Mahakam Block (Total E & P Indonesie) in East Kalimantan which ends this year's contract of around US $ 900 million and Muara Bakau Block (Eni Muara Bakau BV) in East Kalimantan waters because the field is already in production.

"At the end of the year it will be approximately from Mahakam block because all Mahakam expenditure [expenditure] issued by Total will be charged at the end of the year according to PSC contract termination. The number is also large from Cricket Field because it has started onstream, then the field Cricket began to be entitled to charge depreciation this year, "said Amien.

IN INDONESIA

Cost Recovery Ditekan


Pemerintah menargetkan pengembalian biaya operasi (cost recovery) kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada 2018 dapat ditekan menjadi US$1 1,39 miliar dengan berbagai upaya efisiensi dan optimalisasi. Asumsi cost recovery pada 2018 tanpa ada upaya efisiensi ditargetkan sebesar US$13,28 miliar.

Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Arief Handoko mengatakan bahwa target cost recovery pada 2018 tersebut merupakan asumsi efisiensi dari perhitungan awal sebesar US$13,29 miliar.

Menurutnya, penyesuaian angka cost recovery sesuai dengan usulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dalam usulan itu telah ditetapkan asumsi yang dibuat berdasarkan kinerja 2017 dan proyek hulu migas yang akan beroperasi hingga 5 tahun ke depan. Asumsi awal, cost recovery pada 2019 mencapai US$1 2,49 miliar, pada 2020 sebesar US$ 12,09 miliar, pada 2021 sebesar US$ 12,44 miliar dan menjadi US$ 12,18 miliar pada 2022. Namun, pemerintah menargetkan realisasi cost recovery lebih rendah dari asumsi tersebut melalui berbagai upaya efisiensi dan optimalisasi.

Pemerintah menargetkan cost recovery pada 2019 (US$ 10,82 miliar), 2020 (US$ 10,28 miliar), 2021 (US$ 9,76 miliar), dan pada 2022 (US$ 9,28 miliar).

Berdasarkan data SKK Migas, cost recovery hingga Agustus 2017 terealisasi US$ 7,22 miliar. Sementara itu, bagi hasil pemerintah sebesar US$ 8,14 miliar dan bagi hasil kontraktor sebesar US$ 2,87 miliar. Pemerintah menargetkan pendapatan migas pada 2018 sebesar US$ 10,95 miliar ketika cost recovery diasumsikan US$ 11 ,39 miliar dan bagian kontraktor US$ 3,9 miliar sehingga pendapatan kotor sebesar US$ 26,25 miliar dengan harga minyak mentah Indonesia [Indonesian crude price/ICP] US$48 per barel.

Angka ini sesuai dengan Surat Menteri ESDM ke Menteri Keuangan pada Februari 2017, yakni angka optimalisasi cost recovery,” ujarnya. 

DUA ASUMSI 

Dalam usulan pada 14 Februari 2017 itu, Kementerian ESDM membuat asumsi lifting migas dibuat dua versi, yakni moderat dan optimistis. Asumsi moderat pada 2018, lifting minyak sebesar 771.000 barel per hari (bph) dan gas 1,19 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd). Asumsi minyak pada 2019 turun menjadi 722.000 bph dan gas justru naik menjadi 1,21 juta boepd.

Pada 2020, asumsi moderat lifting minyak menyentuh 695.000 bph dan gas 1,19 juta boepd. Asumsi lifting minyak terus turun pada 2021 dan 2022 dengan angka 651.000 bph dan 589.000 bph secara berturut-turut.

Berbeda dengan minyak, pada 2021 dan 2022 asumsi lifting gas justru naik menjadi 1,23 juta boepd dan 1,25 juta boepd. Sementara itu, asumsi optimistis pada 2018, target lifting 815.000 bph. Kemudian, angkanya naik menjadi 850.000 bph pada 2019 dan kembali turun pada 2020, 2021, dan 2022 berturut-turut 840.000 bph, 802.000 bph, dan 800.000 bph.

Selain faktor kinerja pada 2017, target cost recovery tahun depan menghitung penambahan beban biaya depresiasi dari proyek baru. Dua proyek yang berkontribusi menambah cost recovery pada tahun depan, yakni Iapangan Jangkrik yang beroperasi pada medio 2017 dan Blok A, Aceh yang beroperasi awal 2018.

“Besaran cost recovery pada 2018 memperhitungkan performance 2017, ditambah adanya beban biaya depresiasi yang bertambah dengan onstreamnya [beroperasinya] Lapangan Jangkrik dan Blok A di Aceh,” katanya.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan penambahan realisasi cost recovery pada tahun ini akan terjadi pada akhir tahun sehingga pihaknya harus menjaga agar pencapaiannya tidak melampaui target US$ 10,49 miliar. Dengan komposisi terbesar, yakni 48% berasal dari biaya operasi. Pihaknya pun berupaya agar biaya operasi bisa lebih efisien.

Kendati demikian, dia menyebut terdapat potensi penambahan cost recovery pada akhir tahun karena biasanya belanja modal benambah menjelang penghujung tahun.

Pada akhir tahun ini, penambahan terbesar berasal dari Blok Mahakam (Total E&P Indonesie) di Kalimantan Timur yang berakhir kontraknya tahun ini sekitar US$ 900 juta dan Blok Muara Bakau (Eni Muara Bakau BV) di perairan Kalimantan Timur karena lapangannya sudah berproduksi.

Mahakam Block-East Kalimantan


“Pada akhir tahun nanti kira-kira dari Blok Mahakam karena memang semua expenditure [belanja] Mahakam yang dikeluarkan Total akan dibebankan pada akhir tahun sesuai berakhirnya kontrak PSC. Yang jumlahnya cukup besar juga dari Lapangan Jangkrik karena sudah mulai onstream, maka lapangan Jangkrik mulai berhak untuk membebankan depresiasi tahun ini,” kata Amien. 

Bisnis Indonesia, Page-28, Thursday, Sept 14, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel