google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Gas Infrastructure Needs Improvement - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Monday, September 18, 2017

Gas Infrastructure Needs Improvement



The government can hold SOEs to build infrastructure.

Oil and gas observer Reforminer, Pri Agung Rakhmanto, assesses the domestic gas infrastructure is still very minimal. It also became the reason the Government of Indonesia to open cooperation with Singapore in gas governance. 

     He states, three major gas infrastructure, ranging from regasification, storage, to pipelines, only exist in the eastern region of Indonesia. This is considered to be an evaluation point so that in the future the government should be able to increase the capacity of gas infrastructure.

He said the government could make additional gas infrastructure in the country by holding BUMN and domestic energy companies. He sees this as more important than having to cooperate with Singapore who is just a dealer.

"If there is no guarantee that Singapore can give cheaper price, why should Singapore work together? If it is reason to suppress the price, then the government should also fix the gas infrastructure that has made gas price received by gas consumers cheaper," Pri Agung

Pri Agung said Singapore does not have gas production. They only have adequate facilities so they can supply gas needs in western Indonesia. In fact, liquefied natural gas or LNG used by Singapore may also come from Indonesia.

"The price of landed price is still 6 to 7 US dollars per mmbtu, not the regasification cost, so why should not we build the infrastructure, this will give greater economic effect," said Pri Agung.

Previously, Coordinating Minister for Maritime Affairs Luhut Binsar Pandjaitan had proposed to open cooperation with Singapore for the development of gas infrastructure and gas distribution is cheaper. This policy is taken Luhut because gas prices in Sumatra and Kalimantan are still expensive compared to the Eastern Region of Indonesia.

Luhut explained, the LNG distribution options of two Singapore companies, namely Keppel Offshore and Marine and Pavilion Energy Ltd, due to its location closer to the regasification terminal. As a result, distributed LNG prices are predicted to be cheaper.

So far, LNG owned by Indonesia mostly comes from the eastern region. If it is distributed to the regasification site, the price may soar.

"If we want to openly also most of our gas comes from East Indonesia, so it is expensive to be withdrawn to Nias island," Luhut said last week.

In fact, at the same time, Indonesia would instead export liquefied natural gas (LNG) to Bangladesh to address the country's gas supply deficit. The Government of the Republic of Indonesia and the People's Republic of Bangladesh have signed a memorandum of understanding to strengthen energy sector cooperation.

One such form of cooperation is the possibility of exporting LNG from Indonesia to Bangladesh. Head of Bureau of Communications, Public Information Service and Cooperation of the Ministry of Energy and Mineral Resources, Dadan Kusdiana, said there is still a lot of LNG cargo that has not been purchased and in the future the tendency is increasing.

IN INDONESIA

lnfrastruktur Gas Butuh Peningkatan


Pemerintah bisa menggandeng BUMN untuk membangun infrastruktur. 

Pengamat migas Reforminer, Pri Agung Rakhmanto, menilai infrastruktur gas dalam negeri masih sangat minim. Hal itu pun turut menjadi alasan Pemerintah RI membuka kerja sama dengan Singapura dalam tata kelola gas.

 Ia menyatakan, tiga infrastruktur gas utama, mulai dari regasifikasi, tempat penyimpanan, hingga pipa penyaluran, hanya ada di wilayah timur Indonesia. Hal ini dinilai menjadi titik evaluasi sehingga ke depan pemerintah harus bisa meningkatkan kapasitas infrastruktur gas.

Ia menyatakan, pemerintah bisa melakukan penambahan infrastruktur gas di dalam negeri dengan menggandeng BUMN dan perusahaan energi domestik. Ia melihat hal ini lebih penting daripada harus bekerja sama dengan Singapura yang hanya menjadi penyalur.

"Kalau tidak ada jaminan bahwa Singapura bisa memberi harga lebih murah, kenapa harus bersama Singapura kerja samanya. Kalau memang alasan untuk menekan harga, maka seharusnya pemerintah juga perlu membenahi infrastruktur gas yang selama ini membuat harga gas yang diterima konsumen gas lebih murah," ujar Pri Agung 

Pri Agung mengatakan, Singapura tidak mempunyai produksi gas. Mereka hanya memiliki fasilitas yang memadai sehingga bisa menyuplai kebutuhan gas di wilayah barat Indonesia. Bahkan, gas alam cair atau LNG yang digunakan oleh Singapura juga kemungkinan berasal dari Indonesia.

"Harga landed price masih 6 sampai 7 dolar AS per mmbtu, belum biaya regasifikasi. Maka, kenapa kita tidak lebih baik yang membangun in frastruktur itu. Hal ini tentu akan memberikan efek perekonomian yang lebih besar," ujar Pri Agung.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengusulkan membuka kerja sama dengan Singapura untuk pembangunan infrastruktur gas dan distribusi gas yang lebih murah. Kebijakan ini diambil Luhut karena harga gas di Sumatera dan Kalimantan masih mahal dibandingkan di Wilayah Timur Indonesia.

Luhut menjelaskan, pilihan distribusi LNG dari dua perusahaan Singapura, yaitu Keppel Offshore and Marine dan Pavilion Energy Ltd, karena lokasinya yang lebih dekat dengan terminal regasifikasi. Alhasil, harga LNG yang didistribusi diprediksi dapat menjadi lebih murah.

Selama ini LNG yang dimiliki Indonesia sebagian besar berasal dari wilayah bagian timur. Jika didistribusikan ke lokasi regasifikasi, harganya dapat melonjak.

"Kalau kita mau terang-terangan juga sebagian besar gas kita datang dari Indonesia Timur. Sehingga, mahal kalau mau ditarik sampai ke pulau Nias," ujar Luhut pekan lalu.

Padahal, di saat yang Sama, Indonesia justru akan mengekspor gas alam cair (liqufied natural gas/ LNG) ke Bangladesh untuk mengatasi defisit pasokan gas di negara tersebut. Pemerintah RI dan Republik Rakyat Bangladesh telah menandatangani nota kesepahaman untuk memperkuat kerja Sama bidang energi.

Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah kemungkinan mengekspor LNG dari Indonesia ke Bangladesh. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan, masih cukup banyak kargo LNG yang belum terbeli dan ke depan kecenderungannya terus meningkat.

Republika, Page-13, Monday, Sept 18, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel