The decision of Petronas Carigali Muriah Ltd to set Kepodang Field in force majeure or majeure in July 2017 then got many puzzles. The cause of force majeure is that production continues to decline. Currently Lemigas-Oil Research and Development Center for Oil and Gas Technology-is conducting an investigation into the incident.
The puzzle is because the field in Muriah Block, Central Java has just been produced in August 2015, but it is predicted to be empty in 2018. Indicator, production continues to decline from initially 116 mmscfd to 80 mmscfd.
Head of Program and Communication Division SKK Migas Wisnu Prabawa Taher is still reluctant to explain more related to the circumstances of this force majeure. It is still awaiting the study which is still being carried out by Lemigas.
"Still waiting for the latest study on subsurface, we will update soon,"
While Vice Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar said it has not received reports from Lemigas, so can not take action.
"It may still be evaluated.Waiting for subsurface of Lemigas after that we can act," he said.
Bambang Widarsono, Head of Oil and Gas Research and Technology Center Lemigas has not replied to confirm when the completion of the investigation on Kepodang.
Senior Manager of Corporate Affairs & Administration Petrnonas Carigali Indonesia Andiono Setiawan disclosed Kepodang related issues, it will discuss and coordinate with PT Perusahaan Lislirik Negara (PLN) and PT Kalimantan Java Gas, a joint venture of PT Perusahaan Gas Negara (PGN) and PT Bakrie and Brothers Tbk as owner of Kalija pipeline.
"Whatever the outcome of Lemigas, we wait," he said.
Meanwhile, Executive Director of Reforminer Institute Komaidi Notonegoro argues, force majeure is the state of the parties in the contract that can not meet the obligations, because things that can not be predicted. For example, natural disasters, national emergencies, or similar events.
If gas pressure is lacking due to unforeseen circumstances (force majeure) and Petronas can prove it, it should not be penalized from PLN.
"But if the gas pressure is less because it is not the unexpected situation, Petronas is responsible," he explained.
IN INDONESIA
Lemigas Akan Tentukan Nasib Kepodang
Keputusan Petronas Carigali Muriah Ltd monetapkan Lapangan Kepodang dalam keadaan force majeure atau kahar pada Juli 2017 lalu mendapat banyak teka-teki. Penyebab force majeure adalah produksinya terus menurun. Saat ini Lemigas-Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi-sedang melakukan investigasi atas kejadian itu.
Teka-teki itu lantaran lapangan di Blok Muriah, Jawa Tengah ini baru saja produksi Agustus 2015, tapi diprediksi kosong pada tahun 2018. Indikatornya, produksi terus menurun dari awalnya 116 mmscfd menjadi 80 mmscfd.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher masih enggan menjelaskan lebih banyak terkait keadaan force majeure ini. Pihaknya masih menunggu kajian yang masih terus dilakukan oleh Lemigas.
"Masih menunggu kajian terbaru mengenai subsurface, nanti secepatnya akan kita update,"
Sementara Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya belum menerima laporan dari Lemigas, jadi belum bisa melakukan tindakan.
"Mungkin masih dievaluasi. Menunggu subsurface dari Lemigas setelah itu kita bisa bertindak," katanya.
Bambang Widarsono, Kepala Pusat Penelitian dan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas belum membalas konfirmasi kapan selesainya investigasi pada Kepodang.
Senior Manager Corporate Affair & Administration Petrnonas Carigali Indonesia Andiono Setiawan mengungkapkan terkait masalah Kepodang, pihaknya akan diskusi dan koordinasi dengan PT Perusahaan Lislirik Negara (PLN) dan PT Kalimantan Jawa Gas, perusahaan patungan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Bakrie and Brothers Tbk sebagai pemilik pipa Kalija.
"Yang pasti apapun hasil dari Lemigas, kami tunggu," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, force majeure merupakan keadaan pihak-pihak dalam kontrak yang tidak dapat memenuhi kewajiban, karena hal-hal yang tidak dapat diprediksi. Misalnya, bencana alam, keadaan darurat nasional, atau peristiwa-peristiwa sejenis itu.
Jika tekanan gas yang kurang karena hal tidak diduga (force majeure) dan Petronas bisa membuktikan, seharusnya tidak bisa dikenakan penalti dari PLN.
"Tapi kalau tekanan gas kurang karena bukan keadaan yang tidak diduga itu, Petronas yang tanggungjawab," terangnya.
Kontan, Page-18, Monday, Sept 11, 2017.
No comments:
Post a Comment