The Indonesian Petroleum Association (IPA) states that tax-related regulations imposed in the production sharing contract (PSC) of gross split schemes need to be issued and implemented immediately. This is so that the implementation of gross split scheme can work well.
Executive Director of Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong said after the issuance of Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 52 of 2017 which is a similar beleid revision of gross split contracts, oil and gas companies are now awaiting regulations on taxation of gross split contracts this.
Not just publish, it hopes the government focus on the details of its implementation. This is necessary so that the business process on the oil and gas contract scheme gross split becomes more simple.
"IPA has also provided inputs to the government on tax regulations and facilities for the gross split system that are seen to improve the competitiveness of Indonesia's oil and gas industry at the international level," Marjolijn said in a short message in Jakarta on Monday (4/9).
She explained that the oil and gas industry needs a business climate that has high legal certainty and competitive fiscal provisions. Both of these have become very important today, with oil and gas companies significantly reducing capital spending and being highly selective in investing.
Marjolijn added that each block and oil and gas field has different characteristics, level of risk, and development and production challenges. Therefore, each block and oil and gas field may require different forms of contracts, fiscal provisions, and incentives. This is to ensure the development of an economical and competitive oil and gas project.
"In this regard, IPA sees positive changes in efforts to improve the competitiveness of Indonesia's oil and gas industry on the revision of the Ministerial Regulation on Gross Split issued by the government, "She said.
Some of these positive changes are the increase of several components of the split variable, the addition of the progressive split component in the form of gas prices and the increase of the existing component quantity, there is no additional split limit which can be given by the Minister of Energy and Mineral Resources, and the incentive given for further field development. Another thing is the choice of a contract form for a field whose contract is extended.
"This is important given the possibility of special matters in the extension that need to be discussed further between the Government and the Contractor," Marjolijn said.
However, in the end the investment decision is in each oil and gas company. Because investment decisions should be made based on the portfolio of investment opportunities that are owned and other strategic considerations. In line with Marjolijn, Upstream Director of PT Pertamina Syamsu Alam expects oil and gas investment to improve after the issuance of the revised Ministerial Regulation on Gross Split.
"I have not read the details, but a glance better than before. Hopefully become more attractive for investors in conducting exploration activities, "he said.
As is known, Ministerial Regulation number 52/2017 was signed by the Minister of Energy and Mineral Resources Ignasius Jonan on August 29 last. As written in its consideration, the revised regulation is to increase investments in the upstream oil and gas sector. To comply with this regulation, the government also promised to issue tax regulations on gross split contracts.
"We hear the input whether this gross split tax system can be like Government Regulation number 27/2017 (revision of Government Regulation number 79/2010 on taxation cost recovery contract). Now we are formulating a new Government Regulation whose treatment is the same as Government Regulation number 27, "said Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar.
Investment Boost
In its official statement, Minister of Energy and Mineral Resources Ignatius Jonan stated that the contract of oil and gas gross split scheme is the Government's efforts in responding to the current sluggish state of investment. Although many parties oppose the policy given oil and gas companies bear all the risks of upstream oil and gas projects.
"I know when we introduce this gross split the opposition must be a lot. Because, the risk is on their own (contractor). If the first risk to the state, "he added.
However, when using cost recovery contracts, the value of oil and gas exploration is not satisfactory. Proven reserves of oil and gas continue to decline from 2013 to 2016. In detail, petroleum reserves of 3.69 billion barrels in 2013 to 3.3 billion barrels in 2016. While gas reserves are reduced from 102 trillion cubic feet in 2013 to 101 trillion cubic feet.
Impact, oil and gas investment value continues eroded in that period. The national oil and gas investment that reached US $ 20.38 billion in 2013 was reduced to only US $ 11.58 billion. Therefore, the government needs to make different policies from the past.
"So if you want different results, what should be done differently," he said.
Until recently, only one oil and gas block contracted using a gross split scheme, the ONWJ Block managed by PT Pertamina Hulu Energi. After the contract was signed early in the year, this split block has been revised to be higher because to raise its economy, from 57.5% to 73.5% for oil and 62.5% to 81% for gas. Along with the split increase,
Pertamina Hulu Energi becomes more aggressive in investment.
IN INDONESIA
Perusahaan Migas Tunggu Peraturan Pajak Gross Split
Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan peraturan terkait perpajakan yang dikenakan dalam kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) skema bagi hasil kotor (gross split) perlu segera diterbitkan dan diimplementasikan. Hal ini agar pelaksanaan skema gross split bisa berjalan baik.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menuturkan, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 52 Tahun 2017 yang merupakan revisi beleid serupa tentang kontrak bagi hasil kotor (gross split), perusahaan migas kini menunggu peraturan tentang perpajakan kontrak gross split ini.
Tidak sekadar menerbitkan, pihaknya berharap pemerintah fokus pada detail pelaksanaannya. Hal tersebut diperlukan sehingga proses bisnis pada kontrak migas skema gross split menjadi lebih sederhana.
“IPA juga telah memberi masukan kepada pemerintah tentang peraturan dan fasilitas perpajakan bagi sistem gross split yang dipandang dapat meningkatkan daya saing industri migas Indonesia di tataran internasional,” kata Marjolijn dalam pesan singkat di Jakarta, Senin (4/9).
Dijelaskannya, industri migas membutuhkan iklim usaha yang memiliki kepastian hukum tinggi dan ketentuan fiskal yang kompetitif. Kedua hal ini menjadi sangat penting di masa kini, di mana perusahaan migas secara signifikan mengurangi belanja modal dan sangat selektif dalam melakukan investasi.
Ditambahkan Marjolijn, setiap blok dan lapangan migas memiliki karakteristik, tingkat risiko, serta tantangan pengembangan dan produksi yang berbeda. Karenanya, setiap blok dan lapangan migas ini bisa jadi membutuhkan bentuk kontrak, ketentuan fiskal, dan insentif yang berbeda pula. Hal ini untuk memastikan pengembangan proyek migas yang ekonomis dan kompetitif.
“Dalam kaitan itu, IPA melihat adanya perubahan-perubahan yang positif dalam usaha meningkatkan daya saing industri migas Indonesia
pada revisi Peraturan Menteri tentang Gross Split yang baru dikeluarkan pemerintah,” ujarnya.
Beberapa perubahan positif ini yakni adanya kenaikan besaran beberapa komponen variable split, penambahan komponen progressive split berupa harga gas dan kenaikan besaran komponen eksisting, tidak ada batasan tambahan split yang dapat diberikan Menteri ESDM, serta diberikannya insentif untuk pengembangan lapangan lanjutan. Hal lainnya adalah adanya pilihan bentuk kontrak untuk lapangan yang kontraknya diperpanjang.
“Hal ini penting mengingat kemungkinan terdapat hal-hal khusus dalam perpanjangan yang perlu dibicarakan lebih lanjut antara Pemerintah dan Kontraktor,” tutur Marjolijn.
Meski demikian, pada akhirnya keputusan investasi ada pada masing-masing perusahaan migas. Pasalnya, keputusan investasi harus dibuat berdasarkan portfolio peluang investasi yang dimiliki dan pertimbangan-pertimbangan strategis lainnya. Senada dengan Marjolijn, Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam berharap investasi migas bisa membaik setelah diterbitkannya revisi Peraturan Menteri tentang Gross Split.
“Saya belum baca detail, tapi sekilas lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mudah-mudahan menjadi lebih atraktif untuk para investor dalam melakukan kegiatan eksplorasi,” kata dia.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri nomor 52/2017 ini ditandatangani oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 29 Agustus lalu. Sebagaimana tertulis dalam pertimbangannya, revisi peraturan ini dilakukan untuk meningkatkan investasi-investasi di sektor hulu minyak dan gas. Untuk melengkapi peraturan ini, pemerintah juga menjanjikan segera menerbitkan peraturan perpajakan untuk kontrak gross split.
“Kami mendengar masukan apakah gross split ini sistem perpajakannya bisa seperti Peraturan Pemerintah nomor 27/2017 (revisi Peraturan Pemerintah nomor 79/2010 tentang perpajakan kontrak cost recovery). Sekarang kami sedang menyusun Peraturan Pemerintah baru yang treatment-nya sama dengan Peraturan Pemerintah nomor 27,” kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Dongkrak Investasi
Dalam keterangan resminya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan bahwa kontrak migas skema gross split merupakan upaya Pemerintah dalam merespon kondisi lesunya investasi saat ini. Walaupun banyak pihak menentang kebijakan tersebut mengingat perusahaan migas menanggung seluruh risiko proyek hulu migas.
“Saya tahu waktu kami memperkenalkan gross split ini pertentangannya pasti banyak. Sebab, risikonya ada pada mereka sendiri (kontraktor). Kalau dulu risikonya ada pada negara,” imbuhnya.
Namun ketika menggunakan kontrak cost recovery, dinilainya hasil eksplorasi migas kurang memuaskan. Cadangan terbukti migas terus menurun sejak 2013 hingga 2016. Rincinya, cadangan minyak bumi dari 3,69 miliar barel pada 2013 menjadi 3,3 miliar barel pada 2016. Sementara cadangan gas terkurang dari 102 triliun kaki kubik pada 2013 menjadi 101 triliun kaki kubik.
Dampaknya, nilai investasi migas terus tergerus pada periode tersebut. lnvestasi migas nasional yang sempat mencapai US$ 20,38 miliar pada 2013 terpangkas menjadi hanya US$ 11,58 miliar. Karenanya, pemerintah perlu membuat kebijakan berbeda dari selama ini.
“Jadi kalau mau hasilnya beda, apa yang dilakukan harus berbeda,” tegasnya.
Sampai saat ini, baru satu blok migas yang kontraknya menggunakan skema gross split, yakni Blok ONWJ yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi. Pasca kontrak diteken awal tahun, split blok ini telah direvisi menjadi lebih tinggi lantaran untuk menaikkan keekonomiannya, yakni dari 57,5% menjadi 73,5% untuk minyak dan 62,5% menjadi 81% untuk gas. Bersama dengan kenaikan split, Pertamina Hulu Energi menjadi lebih agresif dalam investasi.
Investor Daily, Page-9, Tuesday, Sept 5, 2017
No comments:
Post a Comment