google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Petronas Still Waiting for Lemigas Review - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Wednesday, September 6, 2017

Petronas Still Waiting for Lemigas Review



Petronas Carigali Muriah Limited, Kepodang Field Operator, Muriah Block, is still awaiting the results of a study of the subsurface gas field located on the north coast of Java.

Gas production from Kepodang Field dropped rapidly so that the Oil and Gas Technology Research and Development Center (Lemigas), the ESDM Ministry is reviewing the gas region.

Muriah Block-Petronas

As a result of the production decline, the gas distribution contract from Kepodang Field will be suspended due to force majeure declaration from Petroliam Nasional Berhad (Petronas).

The subsidiary of the Malaysian national oil and gas company is the operator of Kepodang with 80% of the participating interest, while 20% is owned by Saka Energi Muriah Limited, a subsidiary of PT Perusahaan Gas Negara Tbk.

Senior Manager of Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Indonesia Andiono Setiawan said that it is still waiting for the results of the study of Lemigas to determine the next steps.

"We do not know yet how much of a loss [Kepodang gas production declines. We also have not been able to determine the steps because the results are still in Lemigas, "he said, Monday (5/9).

Andiono explained, until now, it still coordinates and discussions and the impact of force majeure declaration. Petronas is still discussing with the Oil and Gas Upstream Business Unit (SKK Migas), the Ministry of Energy and Mineral Resources, PT Perusahaan Listrik Negara as the gas buyer and PT Kalimantan Jawa Gas as the owner of the gas pipeline network. Due to the force majeure condition, Petronas also has the potential to experience a penalty from PT Kalimantan Jawa Gas.

Reforminer Institute Executive Director Komaidi Notonegoro said Petronas should be prepared to suffer losses, including the payment of fines. Only, in a state of force majeure, potential penalties are usually disallowed.

"I do not know how much penalty to be paid by Petronas depends on the contract. Usually, under these circumstances, penalties are annulled, "he said.

According to him, this condition should be understood by the cooperating companies, namely PT Kalimantan Java Gas.

"There is a regulation governing it."

Under the gas sale and purchase agreement (PJBG), Kepodang will supply 116 million cubic feet per day (MMscfd) gas for 12 years. However, daily production is currently down to 70 MMscfd.

CONTRACT END

Previously, PLN has stated that it will terminate the Kepodang gas distribution contract with a grand force declaration. The force majeure state itself is a situation that occurs outside the control of the contractor affecting the operations in the field.

PLN Supervising Strategic Superintendent Superintendent Iwan Santoso said the contract settlement was chosen because and price side, Kepodang gas is quite expensive.

Kepodang gas sold for US $ 4.61 per MMBtu with an escalation of 8.6% per year will be channeled to the PLN Gas Power Plant (PLTGU) Tambak Lorok. The 1,000 megawatt power plant is located in Semarang, Central Java

Supangkat estimates that in the next 5 years the price of gas from the field starting production in 2015 could touch US $ 10 per MMBtu. Meanwhile, other sources of gas supply, Iwan said, could come from liquefied natural gas (LNG) through the construction of new storage and regasification facilities around PLTGU Tambak Lorok.

The use of LNG will support the supply and the Gundih Field of 50 MMscfd as it will increase the installed capacity in Tambak Lorok with the development plan of Block 3.

Meanwhile, PLN's subsidiary PT Indonesia Power will build 3 Tambak Lorok Block in Semarang with a power capacity of 780 megawatts worth Rp 4.8 trillion. The gas-generating project is scheduled to begin operation in April 2020.

IN INDONESIA

Petronas Masih Tunggu Kajian Lemigas


Petronas Carigali Muriah Limited, operator Lapangan Kepodang, Blok Muriah, masih menunggu hasil kajian lapisan bawah permukaan lapangan gas yang berlokasi di pantai utara Jawa tersebut.

Produksi gas dari Lapangan Kepodang turun drastis dalam waktu cepat sehingga Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), Kementerian ESDM sedang mengkaji wilayah gas tersebut.

Sebagai dampak dari penurunan produksi, kontrak penyaluran gas dari Lapangan Kepodang akan dihentikan karena deklarasi kahar (force majeure) dari Petroliam Nasional Berhad (Petronas).

Anak usaha dari perusahaan minyak dan gas bumi nasional Malaysia itu menjadi operator Kepodang dengan kepemilikan saham partisipasi 80 %, sedangkan 20% dimiliki Saka Energi Muriah Limited, anak perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk.

Senior Manager Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Indonesia Andiono Setiawan mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu hasil kajian Lemigas untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.

“Kami belum mengetahui berapa kerugian [penurunan produksi gas Kepodang. Kami juga belum bisa menetukan langkah karena hasil kajian masih di Lemigas," katanya, Senin (5/9).

Andiono menjelaskan, hingga saat ini, pihaknya masih melakukan koordinasi dan diskusi dan imbas deklarasi force majeure. Petronas masih melakukan diskusi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kementerian ESDM, PT Perusahaan Listrik Negara sebagai pembeli gas, dan PT Kalimantan Jawa Gas sebagai pemilik jaringan pipa gas. Akibat keadaan force majeure tersebut, Petronas juga berpotensi mengalami penalti dari PT Kalimantan Jawa Gas. 

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Petronas harus siap mengalami kerugian, termasuk pembayaran denda. Hanya saja, dalam keadaan force majeure, potensi penalti biasanya dianulir.

“Saya tidak tahu berapa potensi penalti yang harus dibayar oleh Petronas itu tergantung kontraknya. Biasanya, dalam keadaan seperti ini, penalti dianulir," katanya.

Menurutnya, kondisi ini harus dipahami oleh pihak perusahaan yang bekerja sama, yaitu PT Kalimantan Jawa Gas. 

“Ada regulasi yang mengatur itu.”

Dalam perjanjian jual beli gas (PJBG), Iapangan Kepodang akan menyuplai gas 116 juta kaki kubik per hari (MMscfd) selama 12 tahun. Namun, produksi harian saat ini turun menjadi 70 MMscfd.

KONTRAK BERAKHIR

Sebelumnya, PLN telah menyatakan akan untuk mengakhiri kontrak penyaluran gas Kepodang dengan adanya deklarasi kahar Kondisi kahar sendiri merupakan keadaan yang terjadi di luar kendali kontraktor yang memengaruhi operasi di lapangan.

Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, penyelesaian kontrak dipilih karena dan sisi harga, gas Kepodang tergolong mahal.

Gas Kepodang dijual seharga US$4,61 per MMBtu dengan eskalasi 8,6% per tahun akan dialirkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tambak Lorok milik PLN. Pembangkit listrik yang berkapasitas 1.000 megawatt itu terletak di Semarang, Jawa Tengah

Supangkat memperkirakan bahwa pada 5 tahun mendatang harga gas dari lapangan yang memulai produksi pada 2015 itu bisa menyentuh US$ 10 per MMBtu. Sementara itu, sumber pasokan gas lain, kata Iwan, bisa berasal dari gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) melalui pembangunan fasilitas penyimpanan dan regasifikasi baru di sekitar PLTGU Tambak Lorok.

Penggunaan LNG akan mendukung pasokan dan Lapangan Gundih sebesar 50 MMscfd karena akan bertambahnya kapasitas terpasang di Tambak Lorok dengan rencana pengembangan Blok 3.

Sementara itu, anak usaha PLN, PT Indonesia Power, akan membangun Blok 3 Tambak Lorok, Semarang, berkapasitas daya 780 megawatt senilai Rp 4,8 triliun. Proyek pembangkit gas tersebut dijadwalkan mulai beroperasi pada April 2020. 

Bisnis Indonesia, Page-32, Wednesday, Sept 6, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel